Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, October 31, 2013

BERTUMBUH MELALUI KECEMASAN (Sajian 7)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kekosongan yang Bersahabat

Ketika kita menjadi sensitif terhadap garis-garis batas kekerasan maka kita dapat mulai mengidentifikasi garis-garis yang berlawanan ke arah mana kita dipanggil untuk berpindah ke arah keramah-tamahan. Kata keramah-tamahan dalam bahasa Jerman adalah gastfreundschaft yang berarti "persahabatan bagi si tamu". Orang Belanda menggunakan istilah gastvrijheid yang berarti "kemerdekaan bagi si tamu". Meskipun hal ini dapat merefleksikan bahwa orang Belanda menganggap kemerdekaan lebih penting daripada persahabatan, dapat dipastikan bahwa keramah-tamahan mau menawarkan persahabatan tanpa mengikat si tamu serta memberi kemerdekaan tanpa membiarkan si tamu sendirian.

Oleh karena itu, keramah-tamahan pertama-tama berarti menciptakan ruang bebas di mana seorang asing dapat masuk dan menjadi sahabat daripada menjadi musuh. Keramah-tamahan bukanlah untuk mengubah orang-orang, tetapi menawarkan kepada mereka ruang di mana perubahan dapat terjadi. Bukan juga untuk membawa orang-orang ke pihak kita, tetapi untuk menawarkan kemerdekaan yang tidak terganggu oleh garis-garis pemisah. Bukan juga untuk memojokkan tetangga kita ke suatu sudut di mana tidak ada lagi alternatif, tetapi untuk membuka suatu spektrum opsi-opsi yang lebar bagi pilihan dan komitmen. Bukan juga suatu intimidasi terpelajar melalui buku-buku, cerita-cerita dan karya-karya yang baik, tetapi kemerdekaan hati yang ketakutan sehingga kata-kata itu dapat berakar dan menghasilkan buah banyak. Bukan juga sebuah metode guna membuat Allah kita dan cara kita masuk ke dalam kriteria kebahagiaan, tetapi membuka peluang bagi orang lain untuk menemukan Allah dan jalan mereka. Paradoks keramah-tamahan adalah bahwa ia ingin menciptakan kekosongan, bukan suatu kekosongan yang menakutkan, tetapi suatu kekosongan yang bersahabat di mana orang-orang asing bisa masuk dan menemukan sendiri bahwa mereka diciptakan sebagai orang merdeka; bebas menyanyikan lagu mereka sendiri, berbicara dengan bahasa sendiri, menarikan tariannya sendiri; juga bebas untuk pergi dan mengikuti panggilan mereka sendiri. Keramah-tamahan bukanlah suatu permintaan yang halus untuk mengadopsi gaya hidup dari tuan rumah, tetapi suatu karunia kesempatan bagi si tamu untuk menemukan dirinya sendiri ...

Untuk mengubah kekerasan menjadi keramah-tamahan diperlukan penciptaan ruang kosong yang bersahabat di mana kita dapat menjangkau sesama manusia serta mengundang mereka ke dalam suatu relasi yang baru. Pertobatan ini adalah suatu peristiwa batin yang tak bisa dimanipulasi tetapi harus dibangun dari dalam. Sama seperti kita tak dapat memaksa tanaman untuk bertumbuh tetapi kita dapat menyingkirkan rumput-rumputan dan bebatuan yang menghalangi pertumbuhan, begitu pula kita tidak dapat memaksa siapapun untuk memperoleh perubahan hati yang demikian pribadi dan intim, tetapi kita dapat menawarkan ruang di mana perubahan seperti itu dapat terjadi.
dari Reaching Out

Sabda Hidup


Jumat, 01 November 2013
HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS
Warna Liturgi Putih
Bacaan
Why. 7:2-4,9-14; Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; 1Yoh. 3:1-3; Mat. 5:1-12a

Matius 5:1-12a
5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
5:2 Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:
5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga.


Renungan
Pertama-tama saya ucapkan selamat merayakan santo-santa pelindung kita masing-masing di hari raya semua orang kudus ini. Semoga makin hari hidup kita semakin dijiwai oleh kesucian para kudus yang menjadi pelindung kita masing-masing.
Bacaan di hari raya ini diambilkan dari sabda bahagia yang tercatat dalam Mat. 5:1-12a. Ada banyak nilai yang bisa kita petikan dari bacaan ini. Namun saat ini saya tertarik pada ayat 5, "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." Kutipan ini memaksa saya bertanya: "Benarkah bisa begitu?" Ingatanku pun melintas pada puncak SAGKI tahun 2005. Pada waktu itu perwakilan agama-agama di Indonesia diberi kesempatan untuk memberikan sambutan. Tibalah kesempatan Bhikku Sri Panyavaro Mahathera untuk memberikan sambutannya. Saya sendiri sering bertemu dengan beliau dalam aneka macam seminar maupun rapat. Namun kala itu beliau sungguh tampak berbeda. Dengan tenang dan lembut beliau  menyampaikan sambutannya. Suasana riuh berubah jadi hening. Semua orang diam memasang telinga mendengarkan kata-kata yang diucapkan. Semua seakan terhipnotis oleh ketenangan dan kelembutannya. Dunia riuh dikuasai dan dikendalikan oleh ketenangan dan lembutnya suara dan beningnya pemikiran.
Pengalaman di atas meneguhkan pengertianku akan sabda Yesus, "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." Bukan mereka yang bersuara lantang dan kasar yang memiliki bumi, namun orang yang lemah lembut. Orang yang lemah lembut adalah  orang-orang yang telah mencapai ketenangan kehendak, kelembutan rasa dan pikiran yang bening.
Marilah kita menimba kembali kelemah-lembutan para kudus di surga agar kita pun mampu memiliki bumi selaras dengan kehendakNya.

Kontemplasi
Carilah tempat yang tenang. Ingatlah kisah santo-santa pelindung anda. Bandingkan sejarah hidup mereka dengan sejarah hidupmu.

Refleksi
Apa pengaruh nama santo-santa pelindung dalam sejarah hidupmu?

Doa
Tuhan semoga hidupku lemah lembut, pikiranku jernih, mampu menguasai dorongan-dorongan rasa dan tetap menjaga kehendakku selaras dengan kehendakMu. Amin.

Perutusan
Aku akan membaca kembali kisah santo-santa pelindungku dan menimba kesuciannya bagi hidupku.

Wednesday, October 30, 2013

BERTUMBUH MELALUI KECEMASAN (Sajian 6)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Bertempur Dengan Kekerasan

Perpindahan dari kekerasan menuju keramah-tamahan adalah suatu pergerakan yang menentukan relasi kita dengan orang lain. Kita mungkin tidak akan pernah bebas dari segala kekerasan kita, dan bahkan mungkin ada beberapa hari atau beberapa pekan di mana perasaan kekerasan mendominasi kehidupan emosional kita sampai ke tahap di mana hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah menjaga jarak, sedikit berbicara dengan orang lain dan tidak menulis surat-surat, kecuali kepada diri sendiri. Kadangkala peristiwa-peristiwa di dalam hidup kita menumbuhkan perasaan kepahitan, iri hati, kecurigaan, dan bahkan keinginan menuntut balas, yang membutuhkan waktu untuk penyembuhan. Adalah realistis untuk menyadari bahwa meski kita berharap untuk berpindah kepada keramah-tamahan, hidup itu terlalu kompleks untuk mengharap jalan satu arah. Tetapi jikalau kita sadar akan keramah-tamahan yang sudah kita nikmati dari orang lain serta bersyukur untuk beberapa saat di dalam mana kita dapat menciptakan ruang-ruang bagi kita sendiri, kita dapat menjadi lebih sensitif pada pergerakan batin kita dan mampu menegaskan suatu sikap terbuka terhadap  sesama manusia.
dari Reaching Out

Sabda Hidup


Kamis, 31 Oktober 2013
Alfonsus Rodriguez
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Rm. 8:31b-39; Mzm. 109:21-22,26-27,30-31; Luk. 13:31-35

Lukas 13:31-35
13:31 Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau."
13:32 Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.
13:33 Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem.
13:34 Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti  induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi  kamu tidak mau.
13:35 Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata:  Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!"


Renungan
Yesus tidak menghiraukan peringatan orang Farisi akan rencana Herodes yang ingin membunuhNya. Bagi Yesus Herodes bukan ancaman yang berarti. Ia tetap meneruskan perjalananNya mewartakan dan menghadirkan keselamatan.
Dalam catatan Rm Prennthaler SJ (berkarya di Jawa 1920an-1946) dituliskan bahwa beliau yang tergerak untuk menolong warga yang terkena sakit desentri tidak takut mendatangi mereka walau yang didatangi itu adalah orang-orang keras. Ia pun berani melawan perlakuan tidak adil para rentenir yang menjerat dan mencekik masyarakat miskin. Ia tidak risau dengan ancaman tersebut, tapi ia risau akan keselamatan dan penderitaan orang-orang.
Tidak semua tantangan harus kita hindari. Ada banyak tantangan yang perlu dihadapi agar semakin jelas jalan yang harus diambil. Apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupan orang banyak. Belajar dari Yesus yang menular ke Rm Prennthaler, seorang pemimpin semestinya risau bila rakyatnya menderita dan tidak sehat, bukan risau karena kedudukan dan nyawanya terancam.

Kontemplasi
Pejamkan matamu sejenak. Bayangkan dirimu ada dalam situasi ingin menolong sesama namun berada dalam tekanan orang yang tidak senang bila menolong sesama itu..

Refleksi
Tulislah berada dalam situasi terancam dan bagaimana engkau mampu mengatasinya.

Doa
Tuhan semoga aku mempunyai kekuatan yang memadai untuk menghadapi aneka tantangan yang menghadang. Amin.

Perutusan
Aku mengutamakan keselamatan banyak orang daripada sekedar menjaga harga diriku sendiri.

Tuesday, October 29, 2013

ULTAH RAMA AGOENG DAN KADO PELATIHAN


Kemarin, Selasa 29 Oktober 2013, adalah hari ulang tahun Rama Agoeng, anggota pengurus Domus Pacis yang tinggal di Domus Pacis. Rama Agoeng berusia 42 tahun. Karena tugas sebagai Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang (Komsos KAS), hal ini membuat para karyawan Kantor Komsos KAS tak mau melewatkan hari itu tanpa acara. Kemarin mereka seharian sibuk mempersiapkan berbagai hal: membeli snak, memasang layar lebar, menata sound system, dan menyiapkan tempat duduk dengan karpet untuk yang lesehan dan kursi bagi yang tidak ingin duduk bawah. Ulang tahun Rama Agoeng tadi malam dirayakan dengan memutar film produksi Komsos KAS terakhir, yaitu Pedibus Apostolorum (Perjalanan Para Rasul) yang berkisah tentang karya misi Rama Prennthaler di kawasan Kalibawang.

Ternyata keluarga Rama Agoeng dari Klaten datang. Pada sekitar jam 16.00 Pak dan Bu Tukiman, orang tua Rama Agoeng, bersama para anak dan cucu bahkan dua buyut sudah datang. Mereka membawa bancakan (nasi, gudhangan, sayuran, telor, daging ayam). Maka sekitar 60-70 orang yang ikut datang, karena acara dihadiri siapa pun yang mendengar dan kemudian ingin menonton film yang malam itu diputar di Domus Pacis, ikut bersantap ria. Selain para rama dan karyawan Domus Pacis, Rama Subiyanto dari Paroki Pringwulung juga hadir. Perayaan ulang tahun itu tidak dikemas secara seremonial. Pemutaran film didahului dengan tayangan video klip nyanyian-nyanyian yang dimunculkan setiap kali pembukaan acara rohani Katolik di TVRI untuk tahun 2013. 

Barangkali Rama Agoeng berbahagia dan berkesan dengan acara ulang tahun tadi malam. Tetapi, bagi Rama Bambang, ada kesan khusus dengan ulang tahun tadi malam. Sesudah para tamu meninggalkan Ruang Santo Barnabas, yang menjadi tempat pertemuan dengan jumlah banyak peserta, ada hal yang dibuat oleh Rama Agoeng. "Rama Bambang, mriki kula ajari nyopir matic" (Rama Bambang, silahkan kemari saya ajari menyopir mobil matic) seru Rama Agoeng. "Sesuk mawon, Rama" (Besok saja, Rama) sahut Rama Bambang. Rama Agoeng memang mendesak Rama Bambang dan amat bersemangat memintanya memakai mobil lebih-lebih di masa hujan. Peristiwa Rama Bambang jatuh sehingga retak tulang pelipis dan harus opname di rumah sakit membuat Rama Agoeng makin berkeras memintanya membawa mobil bila bepergian jauh. Tetapi, sesudah oprasi kaki pada April 2011, Rama Bambang memang berhenti menyopir, karena kaki kiri sudah kesulitan untuk menginjak kopling. Ketika Rama Bambang meminta pengajaran menyopir matic ditunda, Rama Agoeng berkata "Sesuk kula kesah. Sakniki mawon" (Besok saya pergi, sekarang saja). Maka, pada sekitar jam 09.45 tadi malam Rama Bambang dilatih oleh Rama Agoeng untuk mengoperasikan mobil matic. Kepada salah satu orang Rama Bambang berbisik "Wah, kerjaan saya akan makin banyak." "Kenapa, Rama?" tanya yang diajak bicara juga dalam suara rendah. "Dengan motor roda 3 saya dapat santai hanya melayani umat dengan area hanya sekitar Yogya. Dengan bermobil, orang-orang Sala dan bahkan Semarang dapat minta dilayani." Yang diajak bicara tertawa. Rama Bambang masing mengulang kata-kata itu dengan bahasa Jawa "Saiki ra isa santai dengan alasan 'adoh!'" (Sekarang tidak dapat santai cari enak dengan alasan 'jauh!'". Rama Agoeng memang aneh. Dia yang ulang tahun, malah dia yang kasih kado "Melatih Rama Bambang menyopir matic".

BERTUMBUH MELALUI KECEMASAN (Sajian 5)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Merasa Tidak Diterima

Tidak diterima adalah ketakutan anda yang terbesar. Itu terhubung dengan ketakutan akan kelahiran, ketakutan bahwa anda tidak diterima dalam kehidupan ini, serta ketakutan akan kematian, ketakutan bahwa anda tidak diterima dalam kehidupan sesudah ini. Itulah ketakutan yang tertanam dalam-dalam sehingga mungkin lebih baik jika anda tidak hidup.

Di sini anda menghadapi inti pertempuran spiritual. Apakah anda akan menyerah kepada kekuatan-kekuatan gelap yang berkata bahwa anda tidak diterima dalam kehidupan ini, ataukah anda dapat mempercayai suara Dia yang datang tidak untuk mengutuk tetapi untuk memerdekakan anda dari ketakutan? Anda harus memilih untuk hidup. Setiap saat anda harus memutuskan untuk mempercayai suara yang mengatakan "Aku mengasihimu. Aku menenun kamu dalam kandungan ibumu" (Mazmur 139:13).

Segala sesuatu yang dikatakan Yesus kepada anda dapat diringkas dalam kata-kata "Ketahuilah bahwa engkau diterima." Yesus menawarkan anda hidup-Nya sendiri yang paling intim dengan Bapa-Nya. Dia ingin anda mengetahui segala sesuatu yang diketahui-Nya dan segala sesuatu yang diperbuat-Nya. Dia ingin agar rumah-Nya menjadi rumah anda. Ya, Dia ingin mempersiapkan tempat bagi anda di rumah Bapa-Nya. Ingatlah selalu bahwa perasaan-perasaan tidak diterima anda tidak datang dari Allah serta perasaan-perasaan itu tidak mengungkapkan kebenaran. Pangeran Kegelapan ingin agar anda percaya bahwa hidup anda adalah suatu kesalahan dan bahwa tidak ada rumah bagi anda. Tetapi setiap kali anda membiarkan pikiran-pikiran ini mempengaruhi anda, anda berada di atas jalan penghancuran diri. Jadi anda harus selalu membuka topeng kebohongan itu dan berpikir, berbicara, dan bertindak sesuai dengan kebenaran bahwa anda benar-benar sangat diterima.
dari The Inner Voice of Love

Lamunan Pekan Biasa XXX


Rabu, 30 Oktober 2013

Lukas 13:22-30


13:22 Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.
13:23 Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?"
13:24 Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.
13:25 Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang.
13:26 Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami.
13:27 Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!
13:28 Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar.
13:29 Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah.
13:30 Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir."


Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, kebanyakan agama menggambarkan keselamatan tak hanya terbatas pada kesejahteraan duniawi. Dalam kebanyakan agama orang juga ditunjukkan akan adanya keberlangsungan hidup sesudah pengalaman hidup di tengah dunia yang bercorak fana.
  • Tampaknya, dengan beragama kebanyakan orang mengharapan keselamatan sejati yang ada di alam sesudah kehidupan dunia fana. Orang dapat tekun mendalami ajaran-ajaran agama dan rajin menjalani upacara-upacara keagamaan yang diyakini memberikan jaminan keselamatan sejati, bahkan orang dapat meyakini dan mewartakan bahwa agamanya adalah satu-satunya jalan keselamatan yang benar.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa keselamatan atau damai sejahtera sejati dilandasi oleh hubungan personal dengan ilahi dan ini menjadi perjuangan terus menerus saling paham antara orang dan ilahi sesuai dengan perkembangan situasi hidup budaya. Dalam yang ilahi tata upacara dan pendalaman keagamaan akan bermakna dan berguna kalau jadi sarana orang untuk makin peka pada dengung relung hati.
Ah, apa kalau gitu tak ada agama terbaik?

Monday, October 28, 2013

INFO PENDAFTAR


Kemarin, Senin 28 Oktober 2013, adalah hari terakhir pendaftaran peserta Novena Ekaristi Seminar untuk tahap 9 tanggal 3 November 2013. Ini adalah program terakhir Pendampingan Iman Kaum Tua (PIKATU) rintisan Komunitas Rama Domus Pacis yang dibuka untuk umat umum. Dalam pertemuan tahap 9 ini akan hadir Rama Dr. Robertus Rubiyatmoko, Pr. yang akan mengantar tema seminar "Penghayatan Hidup Keagamaan Kaum Tua".

Di dalam Novena terakhir itu yang mendaftar ada 18 kelompok dengan jumlah peserta 223 orang. Matrik di bawah ini menunjukkan kelompok asal dan jumlah orang pendaftarnya.

Kelompok dan jumlah orang pendaftar Novena Ekaristi Seminar 3 Novemver 2013 di Domus Pacis

ASAL PESERTA
JUMLAH
01.  Paroki Pringwulung
56 orang
02.  Lingkungan Sendowo, Kotabaru
5 orang
03.  Lingkungan Nicolas, Bintaran
2 orang
04.  Paroki Administratif Pringgolayan
14 orang
05.  Lingkungan Bangunharjo, Paroki Pugeran
2 orang
06.  Paroki Baciro
6 orang
07.  Paroki Minomartani
12 orang
08.  Paroki Babadan
32 orang
09.  Paroki Babarsari
 5 orang
10.  Paroki Medari
35 orang
11.  Wilayah Imogiri, Paroki Bantul
6 orang
12.  Lingkungan Kepuh, Paroki Ganjuran
4 orang
13.  Wanita Katolik RI Depok
3 orang
14.  Paroki Administratif Bayat
22 orang
15.  Paroki Klaten
4 orang
16.  Paroki Jombor
2 orang
17.  Paroki Ignatius Magelang
7 orang
18.  Paroki Muntilan
6 orang
JUMLAH
 223 orang

Adapun umat yang menjadi jaringan pendaftar paling tidak 5 orang adalah:

  1. Ibu Riwi (Minomartani)
  2. Ibu Nanik (Imogiri)
  3. Bapak Mardi (Baciro)
  4. Ibu Indah (Sendowo, Kotabaru)
  5. Ibu Taryo (Babarsari)
  6. Ibu Rini (Medari)
  7. Bapak Miyoto (Medari)
  8. Bapak Murhadi (Babadan)
  9. Ibu Yohana Sundari (Pringgolayan)
  10. Bapak Komar (Bayat)
  11. Bapak Darno (Gondang)
  12. Bapak Suroso (Berbah)
  13. Bapak Emil (Wedi)
  14. Ibu Theo (Magelang)
  15. Bapak L Sutikno (Muntilan)
  16. Ibu Mumun (Pringwulung)
  17. Ibu Laksana (Pringwulung)
  18. Bapak Loly (Pringwulung)
  19. Ibu Dewa (Pringwulung)
  20. Ibu Titik (Pringwulung)
Kedua puluh nama itu akan diundang untuk ikut evaluasi dan meranjang program untuk tahun 2014. Mereka diharapkan datang di Domus Pacis pada hari Jumat 8 November 2013 jam 16.00.

BERTUMBUH MELALUI KECEMASAN (Sajian 4)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kehilangan Hubungan Dengan Tuhan

Apakah anda benar-benar mau bertobat? Apakah anda mau mengalami transformasi? Atau apakah anda tetap mau memeluk cara-cara hidup yang lama di satu tangan sedangkan dengan tangan yang lain anda meminta orang lain untuk membantu anda berubah?

Pertobatan pasti bukan sesuatu yang anda bisa lakukan sendirian. Hal itu bukan masalah kehendak. Anda harus mempercayai suara batin yang menunjukkan jalannya. Anda mengenal suara batin itu. Anda sering mendengarnya. Namun setelah mendengar dengan jelas apa yang harus dilakukan, anda mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan, merekayasa obyektif-obyektif, dan meminta pendapat setiap orang lain. Jadi anda terjerat dalam pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, dan ide-ide yang tak terhitung dan seringkali bertentangan, lalu kehilangan hubungan dengan Allah di dalam diri anda. Dan anda berakhir dengan ketergantungan kepada semua orang yang telah berkumpul di sekeliling anda. Hanya dengan selalu mendengarkan suara batin maka anda dapat bertobat ke arah hidup baru yang merdeka dan bersukacita.
dari The Inner Voice of Love

Percaya dan Merdeka

Percaya adalah dasar dari kehidupan. Tanpa kepercayaan tak ada manusia yang dapat hidup. Artis-artis terbang layang di sirkus menawarkan gambaran indah mengenai hal ini. Si penerbang harus mempercayai rekan yang menangkapnya. Mereka dapat melakukan jungkir balik paling spektakuler, dua kali, tiga kali, atau empat kali, namun apa yang membuat pertunjukan mereka spektakuler adalah rekan-rekan penangkap yang ada di sana untuk menangkap pada saat dan tempat yang tepat. Kebanyakan dari hidup kita adalah terbang melayang. Sungguh indah untuk melayang di udara bebas seperti burung, tetapi jikalau Allah tidak ada di sana untuk menangkap kita semua, terbang layang kita tidak ada artinya. Maka marilah percaya kepada Si Penangkap Besar.
dari Bread for the Journey

Sabda Hidup


Selasa, 29 Oktober 2013
Mikael Rua
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Rm. 8:18-25; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Luk. 13:18-21

Lukas 13:18-21
13:18 Maka kata Yesus: "Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya?
13:19 Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya."
13:20 Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah?
13:21 Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya."


Renungan
Sepanjang hidupNya Yesus mewartakan Kerajaan Allah. Ia memberi aneka macam perumpamaan agar orang lebih mudah menangkapnya. Ia pun bertindak agar Kerajaan Allah itu bisa dirasakan oleh umat manusia. Ia membela yang tertindas, menyembuhkan yang sakit bahkan membangkitkan yang mati. Namun ternyata orang tidak serta merta mengerti. Dengan apa lagi harus dikatakan?
Ada banyak peristiwa, cerita bahkan tindakan KeranjanNya. Namu kita sering tidak menangkapnya karena kita telah dikungkung oleh gambaran kita sendiri. Apakah kita tidak bisa melihat KerajaanNya hadir kala ada seorang gadis merelakan diri mengajar di kampung2 pedalaman. Atau kala seseorang mengabdikan diri membuatkan listrik untuk warga masyarakat? Ada banyak tindakan-tindakan menghadirkan KA, namun seringkali kita tidak mudah menangkapnya. KerajaanNya bukan di singgasana yang megah, namun hadir dalam hati dan tindakan yang megah, yang menghadirkan damai dan sejahtera.

Kontemplasi
Bayangkan gambaran Kerajaan Allah dalam hidup harianmu.

Refleksi
Tulislah Kerajaan Allah dalam pengalaman hidupmu.

Doa
Tuhan semoga RohMu memampukan aku mengenali kerajaanMu Amin.

Perutusan
Aku akan menghadirkan KerajaanNya dalam hidupku.

Sunday, October 27, 2013

SARU, RAMA KOK DODOLAN


Tadi malam, 27 Oktober 2013, Rama Bambang bersama dengan 2 orang di antara para relawan-relawati Domus Pacis, Mas Handoko dan Bu Rini, pergi ke Boro. Paroki Boro malam itu mengadakan puncak acara peringatan 83 tahun berdirinya sebagai paroki. Tetapi kedatangan Rama Bambang adalah untuk ikut gembira pada kerjaan orang serumah, yaitu Rama Agoeng. Rama Agoeng bersama Tim Kerja Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang (Komsos KAS) telah berhasil membuat film dengan judul Pedibus Apostulorum (Perjalanan Para Rasul). Film berkisah tentang Rama J.B. Prennthaler, S.J. yang mengembangkan karya misi Wilayah Kalibawang sampai terjadinya Paroki Boro. Film ini menjadi acara pokok malam itu sebagai pemutaran perdana. Bapak Uskup Agung Semarang, Mgr. Pujasumarta, hadir dan memberikan sambutan untuk pemutaran perdana itu.

Pagi tadi, 28 Oktober 2013, ketika sedang makan pagi di hadapan Rama Yadi dan Rama Harto, Rama Bambang berkata kepada Rama Agoeng "Wah, wau dalu dhek adegan Rama Pren ajeng dodol prangko, manah kula mak dheg" (Wah, tadi malam ketika sampai adegan Para Pren akan berjualan prangko, hati saya seperti terpukul). "Dhek diunekke 'Saru, Rama kok dodolan, ngurus dhuwit'?" (Ketika dikomentari 'Memalukan, Rama kok berjualan, mengurus uang'?) Rama Agoeng bertanya yang disahut oleh Rama Bambang "Leres, wingi kula rak sadean kalender" (Benar. Kemarin saya kan berjualan kalender).

Omongan dengan Rama Agoeng itu muncul sesudah pembicaraan antara Rama Bambang dan Rama Yadi tentang kunjungan rombongan umat kemarin Minggu, 27 Oktober 2013. Setahu para Rama Domus kemarin rombongan dari Paroki Wedi akan datang untuk kerja bakti dan kunjungan. Ternyata itu adalah acara dua rombongan yang berbeda dari Paroki itu. Untuk rombongan kerjabakti ada kabar diundur. Tetapi informasi ini diketahui oleh Rama Bambang sesudah rombongan kunjungan pulang. Mbak Tari, yang berkerja di Domus, berkata bahwa Sabtu malam ada tamu mencari Rama Bambang akan memberi tahu tentang pengunduran itu. Padahal ketika Rombongan Paroki Wedi, Umat Lingkungan Lingkungan Karangasem, datang Rama Joko pun ikut siap memandu kerjabakti. "Tujune kula mireng yen rombongan sing saking Wedi bar Domus Pacis ajeng teng Ganjuran. Mula dhek pembukaan kula taken 'Mangke acarane napa mawon?' Koordinatore mangsuli 'Saking Domus lajeng ziarah wonten Ganjuran. Bibar menika dipun terusaken wonten Parangtritis.' Kula teruske taken 'Wonten Domus pinten jam?' 'Paling telat jam 10.00 pun nuju Ganjuran.'" (Untunglah saya mendengar lebih dahulu bahwa rombongan Wedi sesudah dari Domus akan berziarah ke Ganjuran. Maka ketika pembukaan saya bertanya 'Nanti acaranya apa saja?' Koordinator menjawab 'Dari Domus berziarah ke Ganjuran. Sesusah itu akan diteruskan ke Pantai Parangtritis.' Saya meneruskan bertanya 'Di Domus berapa jam?' 'Paling lambat jam 10.00 berangkat menuju Ganjuran') Rama Bambang berkisah. "Ketoke wingi sore nggih onten wong akeh" (Tampaknya kemarin sore juga ada banyak orang) Rama Yadi berkata dengan nada ingin tahu. Rama Bambang menanggapi "Ooooo, nika rombongan umat Paroki Kebondalem, Semarang. Dha tilik Rama Harto" (Oooo, itu rombongan umat Paroki Kebondalem, Semarang. Mereka menjenguk Rama Harto).

Dialog dengan Rama Yadi itulah yang membuat Rama Bambang berkata kepada Rama Agoeng tentang jualan Kalender Tahun 2014 yang bergambar Paus. "Kalender kula tawakke ke umat Wedi. Eeee, dhek dha ajeng wangsul dha tuku diladeni Mbak Tari. Sorene kula nekat mawon nawani tamu-tamune Rama Harto. Payu akeh diladeni Bu Rini" (Kalendere kula tawakke ke umat Wedi. Eeee, ketika akan pulang banyak yang membeli dilayani oleh Mbak Tari. Pada sore hari saya nekat menawarkan ke tamu-tamu Rama Harto. Laku banyak dilayani Bu Rini) kata Rama Bambang. "Dhek onten sing nentang tindakan Rama Prennthaler dodolan, onten ugi sing ndhukung sebab le dodolan ora nggo kepentingan diri rama" (Ketika ada yang menentang tindakan Rama Prennthaler berjualan, ada juga yang mendukung karena itu bukan untuk kepentingan diri rama) Rama Agoeng menanggapi dengan merujuk kisah Rama Pren. Rama Bambang pun menyahut "Inggih, rama. Batheni ngge nambah tuku lawuh dhaharan Domus" (Ya, rama. Keuntungan yang saya peroleh untuk menambah beaya lauk pauk konsumsi makan Domus). "Lho, kok ngaten?" (Lho, kok gitu?) tanya Rama Agoeng. Rama Bambang akhirnya bilang "Rak wonten sawetawis dinten kesanggupan nyepaki masakan, nanging mboten wonten sing ngeterke teng Domus. Sementara Domus mboten gadhah sing mendhet. Pramila kesanggupan wau kula suwun wangsul" (Kan ada beberapa hari kesanggupan menyediakan masakan, tetapi tidak ada yang mengantar ke Domus. Sementara dari Domus tidak ada yang mengambil. Maka kesanggupan itu saya ambil alih). Rama Agoeng pun tertawa.

BERTUMBUH MELALUI KECEMASAN (Sajian 3)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Orang-orang Asing di Rumah Kita

Kalau benar bahwa dalam banyak contoh kita telah menjadi korban pasif dari suatu proses pendidikan yang dampaknya bagi kita hampir-hampir tidak dapat kita hargai, haruslah kita bertanya apa tepatnya yang telah terjadi pada kita. Sebagai pengamatan umumku yang pertama aku memperkirakan bahwa terlalu sering kita kehilangan hubungan dengan sumber keberadaan kita sendiri dan menjadi orang-orang asing di dalam rumah kita sendiri. Kita cenderung untuk berlari-larian ke sana ke mari mencoba menyelesaikan problim-problim duania sambil dengan cemas menghindari berhadapan dengan realitas itu di dalam mana problim-problim kita memperoleh akarnya yang terdalam: yaitu diri kita sendiri. Dalam banyak hal kita seperti seorang yang sibuk yang menghampiri sekuntum bunga yang indah dan berkata: "Demi Allah, apa yang sedang kauperbuat di sini? Tidak dapatkah engkau menyibukkan diri?" dan kemudian mendapatkan dirinya tak mampu memahami jawaban bunga itu: "Maaf, tuan, aku hanya ada di sini untuk keindahan."

Bagaimana kita juga sampai kepada kebijaksanaan bunga bahwa keberadaan lebih penting daripada berbuat? Bagaimana kita dapat berhubungan secara kreatif dengan kehidupan kita sendiri yang membumi? Hanya melalui seorang guru yang dapat membimbing kepada sumber keberadaan kita dengan menunjukkan siapakah kita ini serta karenanya apa yang harus kita perbuat. ...... Kita hanya akan mampu menjadi penerima yang kreatif dan menerobos ke luar dari tali-temali ketaatan akademis yang memenjarakan ketika kita berhadapan muka dengan kondisi fundamental manusiawi kita, mengalami hal itu sepenuhnya sebagai landasan dari semua pembelajaran di dalam mana guru dan murid kedua-duanya saling berbagi realitas yang sama - yaitu, mereka berdua telanjang, tak punya kekuasaan, ditakdirkan untuk mati, dan dalam analisis terakhir, mereka sama sekali sendirian dan tak mampu saling menyelamatkan atau menyelamatkan siapapun saja. Suatu penemuan yang memalukan dari solidaritas dalam kelemahan dan dalam kebutuhan yang mendesak untuk dibebaskan dari perbudakan. Suatu pengakuan bahwa mereka berdua hidup dalam dunia yang dipenuhi oleh ketidak-realistisan dan bahwa mereka membiarkan diri mereka dikemudikan oleh keinginan-keinginan paling sepele serta ambisi-ambisi yang paling memuakkan.

Hanya jikalau murid dan guru mau menghadapi realitas yang menyakitkan ini maka mereka dapat memerdekakan diri mereka untuk pembelajaran yang sejati. Karena hanya di kedalaman kesepiannya, ketika ia tidak merasa kehilangan lagi dan tidak berpagut lagi kepada hidup sebagai milik yang tak terpisahkan, maka manusia menjadi sensitif akan apa yang sebenarnya terjadi di dalam dunianya dan mampu mendekatinya tanpa rasa takut.
dari Creative Ministry