Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, January 31, 2014

NOVENA DOMUS PACIS MARET


PENGUMUMAN ...... PENGUMUMAN

Novena Ekaristi Seminar di Domus Pacis akan dimulai lagi besok tanggal 2 Maret 2014 jam 09.00-12.00. Dalam tiga kali pertemuan hingga Mei 2014, tema-tema yang diketengahkan adalah untuk memperdalam perkara "galau di masa tua".

Dari pembicaraan beberapa orang yang biasa ikut menggerakkan peserta minim 5 orang yang ikut program novena di Domus, muncullah tema Ngapa Kudu Urip? (sangkan paraning dumadi).

Tema itu didasari oleh adanya dua pertimbangan:
  • Kegalauan kaum tua dapat terjadi karena tidak MEMAHAMI apa, mengapa, dan kemana hidup ini harus terjadi (sangkan paraning dumadi).  
  • Orang dapat hanya disibukkan dengan pikiran dan perasaan terhadap hal-hal yang terjadi sehari-hari. Tetapi bagaimana kesejatian hidup, hal ini kerap luput dari pemahaman dan penghayatan.
Sosok yang akan hadir untuk membantu pembicaraan adalah Bapak Drs. Gregorius Sukadi. Orang umum barangkali hanya mengenal beliau sebagai dosen Universitas Sanata Dharma dan dulu guru SMA Kolese de Britto serta pembicara dari berbagai pertemuan. Tetapi sebenarnya beliau adalah pemerdalam iman Kristiani berdasarkan alam budaya Jawa. Banyak buku yang ditulis berkaitan dengan penghayatan imannya yang inkulturatif.

JANGAN LUPA. PENDAFTARAN PALING LAMBAT 24 FEBRUARI 2014
SMS SAJA KE RAMA BAMBANG DI NOMOR HP 087834991969. 
INFOKAN JUMLAH PENDAFTAR DAN ASAL PESERTA.

Sabda Hidup


Sabtu, 01 Februari 2014
Kandelaria, Marie Anna Vaillot, Odilia Baumgarten
warna liturgi Hijau
Bacaan:
2Sam. 12:1-7a,11-17;Mzm. 51:12-13,14-15,16-17; Mrk. 4:35-41

Markus 4:35-41:
35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." 36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. 37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" 39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" 41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"

Renungan:
Sembilan belas tahun yang lalu kami sedang retret angkatan di Baturaden. Selepas makan siang aku duduk di depan kamarku sambil menikmati sebatang rokok. Tiba-tiba seorang teman datang dan memberitahu bahwa satu teman sakit. Katanya, "Kakinya kaku." Kujawab dengan asal-asalan, "Diamputasi saja." Dia dengan agak jengkel berkata, "Iki serius, aja guyon!" "O serius ta, ya kutengok dulu," jawabku.
Aku pun mengikuti temanku tadi. Saat di depan pintu kamar teman yang sakit, kuliat wajah-wajah tegang. Dalam hati aku berguman, "Wow serius benar." Teman-temanku yang biasa bercanda pun tampak tegang. Spontan kukatakan, "Baik, kita bawa dia ke rumah sakit. Aku akan minjam mobil pada Rama pendamping." Karena kala itu aku belum bisa nyopir maka kuminta teman yg bisa nyopir untuk bersiap2. Setelah semua beres, teman itu kami bawa ke RS.
Situasi panik bisa membuat orang takut sampai tidak tahu harus berbuat apa. Para murid Yesus pun tidak tahu harus bagaimana mengatasi topan. Mereka pun membangunkan Yesus yang sedang tertidur. Yesus pun bangun dan meredakan topan. Saya dan anda pada suatu waktu mungkin mengalami "badai" dan "topan". Kita tidak boleh panik. Belajar dari Yesus kita mohon agar kita mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengatasi segala permasalan kia, sekaligus menunjukkan bhw Bapa akrab dan segera akan menolong kita.

Kontemplasi:

Pejamkan matamu, ingatlah salah satu kejadian yang membawamu berada dalam kondisi mencemaskan dan menakutkan. Semua orang panik. Lalu hadirkan kisah itu dalam kisah injil hari ini.

Refleksi:
Tulislah pengalamanmu dalam mengatasi situasi-situasi yang menakutkan dan mencemaskan.

Doa:
Ya Yesus, semoga aku tidak gampang panik namun percaya Engkau hadir menolongku. Amin.

Perutusan:
Aku akan mengatasi kecenderungan panikku.

Thursday, January 30, 2014

TIBA DI RUMAH (Sajian 11)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kekinian Abadi

Kehidupan abadi. Di manakah dia? Kapankah terjadi? Sudah lama aku merenungkan kehidupan abadi sebagai kehidupan setelah seluruh hari ulang tahunku habis. Dalam sebagian besar hidupku aku telah membicarakan mengenai kehidupan abadi sebagai "hidup sesudahnya", sebagai "hidup setelah mati". Tetapi semakin tua, aku semakin kurang berminat kepada "hari sesudahnya". Merasa khawatir tidak hanya mengenai esok hari, tahun depan, dan dekade berikutnya, bahkan hidup sesudah mati rupanya merupakan pemikiran semu. Kalau aku bertanya-tanya mengenai bagaimana jadinya aku sesudah aku mati, sebagian terbesarnya seperti merupakan suatu pembelokan. Jikalau tujuanku yang jelas adalah kehidupan abadi, kehidupan itu harus sudah bisa dicapai sekarang, di mana aku berada, karena kehidupan abadi adalah kehidupan di dalam dan dengan Allah, dan Allah berada di mana aku berada, di sini dan sekarang.

Misteri besar kehidupan spiritual - hidup di dalam Allah - adalah bahwa kita tidak perlu menunggu perwujudannya sebagai sesuatu yang akan terjadi di belakang hari. Yesus berkata: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu". Tinggal di dalam yang ilahi inilah kehidupan abadi. Kehadiran aktif Allah di dalam pusat kehidupan inilah - gerakan Roh Allah di dalam diri kita - yang memberi kita kehidupan abadi.
dari Here and Now

DENGAN RENUNGAN TENTANG "KEKINIAN ABADI", SELESAILAH  SAJIAN DARI BUKU TARIAN KEHIDUPAN

Sabda Hidup


Jumat, 31 Januari 2014
Peringatan Wajib St. Yohanes Bosko
warna liturgi Putih
Bacaan:
2Sam. 11:1-4a,5-10a,13-17; Mzm. 51:3-4,5-6a,6bc-7,10-11; Mrk. 4:26-34


Markus 4:26-34:
26 Lalu kata Yesus: "Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, 27 lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. 28 Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. 29 Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba." 30 Kata-Nya lagi: "Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? 31 Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. 32 Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya." 33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, 34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.


Renungan:
Tiga hari lalu saya berangkat rapat ke PSM Muntilan menumpang teman imam. Kami menjemput teman imam yang lain di Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan. Banyak obrolan kami lontarkan selama perjalanan. Sesampai di Muntilan kami berpisah di ruang rapat yg berbeda. Kala makan siang salah satu teman imam mengatakan bahwa dulu aku mengetes wawancaranya untuk masuk Seminari Mertoyudan. Jujur aku tidak ingat sama sekali kalau aku mewawancarainya. Lalu dia mengatakan bahwa kala wawancara denganku dia menangis. Kalimat itu mengingatku. Spontan terbayang apa yang terjadi 14 th yang lalu. Anak yang dulu menangis di hadapanku sekarang sudah menjadi rekan imamku.
Ya walau aku tidak lama berkarya di Mertoyudan dan tentunya tidak mendampinginya selama masa formatio aku merasa senang. Anak yang dulu tampak imbas-imbis, diwawancara aja menangis, sekarang telah menjadi imam dengan aneka semangatnya. Ya mungkin begitulah yang digambarkan Yesus tentang menabur Kerajaan Allah. Kala kita menaburkan benih dan benih itu berkat perlindungan Allah dan kemapuannya mereka tumbuh, "bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu".

Kontemplasi:
Pejamkan matamu. Ingatlah proses pertumbuhan suatu tanaman. Ia bertumbuh dan berkembang.

Refleksi:
Tulislah pengalamanmu mewartakan Kerajaan Allah.

Doa:
Ya Yesus, semoga aku menjadi bagian dari rencanaMu untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Amin.

Perutusan:
Aku akan menaburkan kehendak Allah dalam hidupku.

Wednesday, January 29, 2014

TIBA DI RUMAH (Sajian 10)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis ole bahwa Engkau menantiku dan akan menyambutku pulang ke rumah ketika aku betrteh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Rumah Keintiman

Ketika Yesus berkata: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu", Dia menawarkan kepada kita suatu tempat yang intim yang benar-benar dapat kita sebut sebagai "rumah". Rumah adalah tempat atau ruang di mana kita tidak perlu takut, tetapi dapat melepaskan pertahanan kita dan menjadi merdeka, bebas dari kekuatiran, bebas dari ketegangan, bebas dari tekanan. Rumah adalah tempat di mana kita dapat tertawa dan menangis, berpelukan dan berdansa, tidur nyenyak dan bermimpi dengan tenang, makan, membaca, bermain, memandang api pendiangan, mendengarkan musik, dan berkumpul dengan sahabat. Rumah adalah tempat di mana kita dapat beristirahat dan disembuhkan. Kata "rumah" menghimpun serentetan perasaan dan emosi yang luas ke dalam satu gambaran, gambaran rumah di mana kita senang di dalamnya: rumah cinta kasih.

Namun di dunia ini berjuta-juta orang tidak mempunyai rumah. Sebagian tidak punya rumah karena penderitaan pribadinya, sedangkan yang lain karena terusir dari kota dan negara mereka. Di dalam penjara-penjara, rumah sakit jiwa, kamp pengungsi, apartemen kota yang tersembunyi, rumah-rumah jompo dan rumah-rumah singgah, kita mendapat secercah gambaran orang-orang yang tidak punya rumah di abad ini.

Akan tetapi, keadaan tidak-punya-rumah ini juga tampak secara kurang dramatis. Ketika memberi kuliah kepada para mahasiswa universitas yang datang dari banyak negara bagian dan negara, aku tersentak melihat betapa kesepiannya mereka. Bertahun-tahun mereka hidup di dalam kamar yang sempit, dikelilingi orang-orang asing, jauh dari keluarga dan sahabat-sahabat mereka. Hanya ada sedikit ruang privat dan bahkan lebih sedikit komunitas di dalam hidup mereka. Terlebih, mereka tidak punya hubungan dengan anak-anak atau orang-orang usia lanjut. Jarang mereka berada dalam pertetanggaan yang menyambut mereka atau suatu komunitas iman yang mendukung, dan hanya sangat sedikit dari mereka kenal keluarga-keluarga di mana mereka dapat singgah sewaktu-waktu serta merasa seperti di rumah. Aku jadi menganggap situasi di mana beribu-ribu orang dewasa muda itu hidup adalah "normal", tetapi ketika aku menelitinya lebih dekat maka tidak sulit untuk memahami betapa begitu banyak orang merasa tak punya akar dan bahkan merasa hilang.
dari In the House of the Lord

Lamunan Pekan Biasa III


Kamis, 30 Januari 2014

Markus 4:21-25

4:21 Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian.
4:22 Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap.
4:23 Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"
4:24 Lalu Ia berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu.
4:25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya."


Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, kalau menggunakan telinga untuk mendengar, pada umumnya orang beranggapan itu berarti menempatkan orang lain sebagai pusat. Pendengar jadi pasif dan yang aktif adalah pembicara.
  • Tampaknya, kalau menggunakan telinga untuk mendengar, banyak orang beranggapan bahwa dia hanya jadi penerima. Pembicara adalah sosok yang menyampaikan hal-hal yang dipandang bernilai atau bermanfaat bagi para. pendengar.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa kemampuan mendengarkan adalah tanda sejauh mana orang memiliki kekayaan sejati dalam dirinya. Dalam yang ilahi, karena kemesraannya dengan relung hati, orang akan berkekayaan sejati, yaitu kemampuan mengurai hal-hal gelap jadi cahaya sukacita bagi banyak orang.
Ah, yang kaya ya yang bicara dan orang jadi pendengar karena tak punya.

Tuesday, January 28, 2014

DARI ULANG TAHUN



"Rama, yang dikatakan Rama Harto tadi sungguh benar atau hanya humor?" tanya seorang bapak Tionghoa kepada Rama Bambang pada tanggal 27 Januari 2014 malam. Rama Bambang menjawab "Itu benar" yang disambung pertanyaan dia lagi "Kalau begitu apa doa-doa Rama Harto selalu membawa kematian?" yang segera dijawab oleh Rama Bambang "Ah, tidak. Ada doa-doa lain." Sebenarnya Rama Bambang juga akan berceritera tentang seorang ibu yang lama tidak dapat hamil yang kemudian berhasil punya anak sesudah datang ke Rama Harto. Yang jelas memang ada banyak omongan yang tentu bernada kelakar bahwa Rama Harto dalam banyak doanya terutama dalam pelayanan Sakramen Orang Sakit disusul oleh kematian yang dilayani. Barangkali karena kesan umum itulah Rama Harto memberikan sharing dalam Misa Ulang Tahun Tahbisannya ke 30 tentang kisah orang-orang yang meninggal sesudah didoakannya. Sharing Rama Harto dalam Misa itu justru membawa kesegaran sendiri sehingga lebih dari 220 orang yang ikut misa tertawa terbahak-bahak walau kata-katanya selalu tersendat karena kondisinya yang menderita tremor.

Pada sore sampai malam itu Komunitas Rama Domus Pacis merayakan ulang tahun imamat Rama Harto bersama Rama Bambang, yang pada Januari 2014 mengalami 33 tahun imamat. Bagi Rama Bambang peristiwa malam itu sebenarnya amat membuat gelisah, karena jumlah kehadiran tamu melebihi persediaan pesanan konsumsi. Dari satu sisi hal ini memang memberikan kebahagiaan karena banyak orang yang mendengar, entah dari mana, spontan hadir ikut merayakan. Tetapi dari sisi lain muncul soal "Bagaimana kalau ada banyak yang tak ikut santap malam?" Bu Titik Waluyanti yang menyediakan snak secara diam-diam meminta orang-orang yang punya relasi dekat agar jangan makan apa pun dulu sebelum yang lain mendapatkan bagian. Tetapi ternyata IBU ISKAK, pemilik usaha catering yang melayani  perayaan malam itu ikut hadir. Menurut Bu Titik di tengah misa beliau pulang untuk mengambil tambahan piring dan perlengkapan lain termasuk beberapa jenis lauk. "Mau Bu Iskak melu nata sajian karo sembahyang terus ben ana mukjijat tambahan" (Tadi Bu Iskak ikut menata sajian sambil terus berdoa agar ada mukjijat tambahan) kata Bu Titi dengan nada kelakar. Sehari kemudian Rama Bambang meminta Bu Titik agar bertanya ke Bu Iskak berapa tambahan beaya yang harus dibayarkan. Pada pagi jam 04.36 29 Januari Rama Bambang SMS ke Bu Titik, yang sebenarnya adalah salah satu familinya, "Dik, wingi wis sida ke bu Iskak durung?" (Dik, kemarin sudah jadi ke bu Iskak belum?) yang dijawab "Wis Mo, jarene Bu Iskak ora sah tambah. Dadi Panjenengan matur nuwun wae" (Sudah, Rama, kata Bu Iskak tak usah nambah. kamu berterima kasih saja).

Misa Ulang Tahun Imamat itu memang terasa amat meriah. Kecuali Rama Jaka, semua Rama Domus termasuk Rama Harjaya ikut tampil di sekitar altar. Rama Purwatmo, Rektor Domus Pacis yang kebetulan angkatan imamat Rama Harto, menjadi selebran utama. Di tengah peserta umat ada Rama Boni dari Paroki Pringwulung dan Rama Made dari Keuskupan Ketapang, yang sedang studi banding di Komsos. Dalam jajaran para di sekitar ada Rama Suhud SX, sepupu Rama Harto, dari Jakarta dan Rama Kumolo Wignya MSC, kelompok komunitas Eks Seminaris Mertoyudan angkatan tertentu, dari Paroki Purworejo Keuskupan Purwokerto. Oh, ya, Rama Agoeng tidak ikut tampil di altar. Beliau memberi sambutan pembukaan dan jadi fotografer. Sebelum berkat penutup ada dua anak, cucu Bu Donoroto salah satu relawati masak, tampil menari jaipong. Mungkin karena Rama Bambang menyinggung tentang kerupuk sebagai pelengkap santapan Domus Pacis, Rama Wigja ketika akan pulang mengambil sebungkus besar plastik berisi kerupuk buatan Purworeja dan diberikan sebagai hadiah untuk Rama Bambang. Merasa sebagai kado pribadi Rama Bambang berketetapan membawa ke kamarnya untuk snak. Para karyawan Domus yang tahu tertawa geli terhadap hal ini. Mungkin ulah-ulah seperti ini yang ikut membuat Rama Bambang juga terasa segar. Rama Made, yang bersama beberapa teman Komsos, ketika ikut makan malam tanggal 28 Januari 2014 di Domus berkata "Wah, ketika menyampaikan khotbah kemarin, Rama Bambang masih kuat auranya". Rama Bambang menyahut dengan kata-kata "AURATku memang masih kuat, kok!" yang ternyata membuat banyak mata berkaca-kaca karena tertawa ngakak.

TIBA DI RUMAH (Sajian 9)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis ole bahwa Engkau menantiku dan akan menyambutku pulang ke rumah ketika aku betrteh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Mendirikan Kemah

Kata "rumah" seringkali dipakai dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Mazmur penuh dengan kerinduan untuk berdiam di rumah Allah, berlindung di bawah sayap Allah, dan mencari perlindungan di dalam bait Allah yang suci; mereka memuji tempat Allah yang suci, kemah Allah yang menakjubkan, tempat perlindungan Allah yang kokoh. Kita bahkan dapat berkata bahwa "berdiam di rumah Allah" meringkas semua aspirasi yang dinyatakan dalam doa-doa yang terinspirasi ini. Karenanya sangatlah signifikan bahwa Santo Yohanes menjabarkan Yesus sebagai Sabda Allah yang mendirikan kemah-Nya di antara kita (Yohanes 1:14). Ia tidak hanya memberitahu kita bahwa Yesus mengundang dia dan Andreas saudaranya untuk berdiam di rumah-Nya (Yohanes 1:38-39), tetapi ia juga menunjukkan bagaimana Yesus secara bertahap mengungkapkan bahwa Dia sendiri adalah bait Allah yang baru (Yohanes 2:19) serta tempat berlindung yang baru (Matius 11:28). Hal ini dinyatakan sepenuhnya dalam sabda perpisahan, di mana Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai rumah yang baru: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4).

Yesus, yang di dalam diri-Nya berdiam kepenuhan Allah, telah menjadi rumah kita. Dengan menjadikan rumah-Nya berada di dalam kita, kita boleh membuat rumah kita di dalam Dia. Dengan masuk ke dalam keintiman kepribadian kita yang terdalam, Dia menawarkan kesempatan untuk masuk ke dalam keintiman-Nya dengan Allah. Dengan memilih kita sebagai rumah tinggal yang disukai-Nya, Dia mengundang kita untuk memilih-Nya sebagai rumah tinggal yang kita sukai. Inilah misteri inkarnasi. Hal ini dinyatakan dengan indahnya dalam perayaan Eakaristi ketika imam menuangkan sedikit air ke dalam anggur, seraya berkata: Dengan percampuran air dan anggur ini, semoga kita dapat berbagi dalam keilahian Dia yang mengosongkan diri-Nya untuk berbagi dalam kemanusiaan kita". Kasih Allah kepada kita yang tak terukur dinyatakan dalam perjumpaan suci ini. Allah begitu ingin untuk memenuhi kerinduan terdalam kita akan rumah sehingga Allah memutuskan untuk mendirikan rumah-Nya di dalam diri kita. Jadi kita tetap dapat menjadi manusia sepenuhnya dan tetap mempunyai rumah kita di dalam Allah. Di dalam rumah yang baru ini perbedaan di antara jarak jauh dan dekat tak ada lagi. Allah, yang berada paling jauh menjadi paling dekat, dengan mengambil rupa kemanusiaan kita yang fana. Dengan begitu, Allah meniadakan semua pembedaan di antara "jauh" dan "dekat" serta menawarkan kepada kita suatu keintiman di dalam mana kita dapat paling menjadi diri kita ketika kita menjadi paling serupa dengan Allah.
dari In the House of the Lord

Sabda Hidup


Rabu, 29 Januari 2014
Yosef Freinademetz, Arkanjela Girlani
warna liturgi Hijau
Bacaan:
2Sam. 7:4-17; Mzm. 89:4-5,27-28,29-30; Mrk. 4:1-20

Markus 4:1-20:
1 Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. 2 Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka: 3 "Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. 4 Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. 5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. 6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. 7. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. 8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat." 9 Dan kata-Nya: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" 10 Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu. 11 Jawab-Nya: "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, 12 supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun." 13 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? 14 Penabur itu menaburkan firman. 15 Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. 16 Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, 17 tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. 18 Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, 19 lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. 20 Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat."


Renungan:
Beberapa hari terakhir ini kita menyaksikan berlimpahnya air di mana-mana. Sungai mengalir deras. Banyak jalan raya tergenang air. Ladang padi pun seakan berubah menjadi lautan. Ribuan hektar sawah yang mulai hijau terendam air. Padi memang membutuhkan air. Namun kala seluruh badannya terendam air ia pun akan mati membusuk.
Ya, tanaman membutuhkan tempat dan sarana-sana pendukung pertumbuhan yang tepat. Kala kurang atau berlebihan maka ia pun tidak mampu bertahan. Ketika kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi dengan tepat maka pertumbuhannya pun akan menghasilkan buah yang berlimpah.
Kita pun membutuhkan ruang tumbuh dan rabuk-rabuk yang tepat. Perbedaan dengan tanaman, mereka tidak mampu menyediakan sendiri kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sebagai manusia kita bisa menyediakan sendiri segala sesuatu yang kita perlukan. Dan dalam hal iman kita pun mempunyai kemampuan yang memadai untuk menguatkannya, apalagi Tuhan telah menyediakan rahmat yang cukup bagi hidup kita.

Kontemplasi:
Pejamkan sejenak matamu. Lihatlah perjalanan sejarah hidupmu. Amati di mana dirimu dapat bertumbuh dengan baik dan di mana anda bantet (tidak berkembang)

Refleksi:
Tulislah pengalamanmu menyuburkan tanaman hidupmu.

Doa:
Tuhan semoga aku mampu menemukan lahan subur untuk pertumbuhan iman dan hidupku. Amin.

Perutusan:
Aku akan menyuburkan tanah yang kaupakai untuk hidupku.

Monday, January 27, 2014

TIBA DI RUMAH (Sajian 8)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis ole bahwa Engkau menantiku dan akan menyambutku pulang ke rumah ketika aku betrteh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kasih Melampaui Gairah

Ketika Santo Yohanes mengatakan bahwa rasa takut disingkirkan ke luar oleh cinta yang sempurna, ia menunjuk kepada cinta yang datang dari Allah, Cinta Ilahi. Ia tidak berkata tentang afeksi manusiawi, kecocokan psikologis, saling ketertarikan, atau perasaan-perasaan antar pribadi yang mendalam. Kesemuanya mempunyai nilainya dan keindahannya, tetapi cinta kasih sempurna yang dikatakan Santo Yohanes merangkul dan mentransendenkan segala perasaan, emosi, dan kegairahan. Cinta kasih sempurna yang menyingkirkan segala ketakutan adalah cinta ilahi di dalam mana kita diundang untuk berpartisipasi. Rumah, tempat yang intim, tempat tinggal sejati, karenanya bukanlah tempat yang dibuat oleh tangan manusia. Rumah itu dibangun Allah untuk kita, yang datang mendirikan kemah-Nya di antara kita, mengundang kita ke tempat-Nya dan menyiapkan ruangan bagi kita di rumah-Nya sendiri.
dari In the House of the Lord

Lamunan Pesta Wajib



Santo Thomas Aquinas
Selasa, 28 Januari 2014

Markus 3:31-35

3:31 Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus. Sementara mereka berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil Dia.
3:32 Ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, mereka berkata kepada-Nya: "Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau."
3:33 Jawab Yesus kepada mereka: "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?"
3:34 Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!
3:35 Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku."

Butir-butir Permenungan
  • Katanya, di era agraris yang disebut keluarga adalah jaringan kesamaan keturunan yang mencakup amat banyak ikatan suami-istri termasuk warga serumah yang diurusnya. Inilah keluarga besar yang biasa disebut extended family yang amat mengangungkan garis silsilah.
  • Katanya, dalam perkembangan hidup masyarakat pemahaman tentang keluarga mengecil sehinggal hanya ada disekitar ikatan suami-isteri termasuk anak-anak, kalau ada, dan secara meluas terutama hanya sampai pada kakek-neneknya. Inilah keluarga kecil yang biasa disebut nucleus family yang mengagungkan fungsi dan komitmen individual personal.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa kesejatian kekeluargaan dan persaudaraan tidak terutama ditentukan oleh hubungan darah tetapi oleh sikap batin seseorang. Dalam yang ilahi kemesraan dengan gema relung hati membuat orang terbuka enak dengan siapapun sehingga siapapun menjadi saudara.
Ah, kalau banyak orang jadi saudara, kita dapat keluar banyak orang.

Sunday, January 26, 2014

TIBA DI RUMAH (Sajian 7)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis ole bahwa Engkau menantiku dan akan menyambutku pulang ke rumah ketika aku betrteh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Berdiam Di Rumah

Pelatihan dalam kehidupaan spiritual berarti proses bertahap untuk pulang kembali ke rumah tempat tinggal kita serta di sana mendengarkan Suara yang membutuhkan perhatian kita. Suara dari "Cinta Pertama". Santo Yohanes menulis: "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita" (1 Yohanes 4:19). Cinta Pertama inilah yang memberikan kepada kita tempat intim di mana kita dapat tinggal dengan aman. Cinta Pertama berkata: "Kamu dicintai jauh sebelum orang lain dapat mencitaimu atau dapat menerima orang lain. Kamu diterima jauh sebelum kamu dapat menerima orang lain atau diterima oleh mereka. Kamu aman jauh sebelum kamu dapat menawarkan atau menerima keamanan". Rumah adalah tempat di mana Cinta Pertama itu tinggal dan berkata-kata dengan lembut kepada kita. Perlu pelatihan untuk pulang kembali ke rumah serta mendengarkan, teristimewa ketika ketakutan-ketakutan kita begitu hiruk pikuk sehingga selalu mengarahkan kita ke luar diri kita sendiri. Namun manakala kita menggenggam kebenaran bahwa kita sudah mempunyai rumah, akhirnya kita dapat mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan topeng ilusi-ilusi yang diciptakan oleh ketakutan kita dan selalu pulang kembali, kembali dan kembali.

Kalau begitu, pertobatan berarti pulang kembali ke rumah, dan berdoa adalah mencari rumah kita di mana Tuhan telah membangun rumah-Nya - di dalam keintiman hati kita sendiri. Doa adalah jalan paling kongkrit untuk membuat rumah kita di dalam Allah.

dari In the House of the Lord

Sabda Hidup


Senin, 27 Januari 2014
Angela Merici Robertus, Alberikus, Stefanus
warna liturgi Hijau
Bacaan:
2Sam. 5:1-7,10; Mzm. 89:20,21-22,25-26; Mrk. 3:22-30


Markus 3:22-30:
22 Dan ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata: "Ia kerasukan Beelzebul," dan: "Dengan penghulu setan Ia mengusir setan." 23 Yesus memanggil mereka, lalu berkata kepada mereka dalam perumpamaan: "Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis? 24 Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, 25 dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan. 26 Demikianlah juga kalau Iblis berontak melawan dirinya sendiri dan kalau ia terbagi-bagi, ia tidak dapat bertahan, melainkan sudahlah tiba kesudahannya. 27 Tetapi tidak seorangpun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu barulah dapat ia merampok rumah itu. 28 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. 29 Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal." 30 Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat.
Renungan:
Saya mendapat kesan bahwa Yesus sangat marah dengan para ahli Taurat ketika membaca Injil Mrk. 3:22-30.  Bahkan yang terbayang kemarahan itu lebih kuat dibanding kala Yesus mengobrak-abrik pedagang dan dagangannya di Bait Allah.  Mereka menuduh bahwa Yesus mengusir setan dengan penghulu setan. Tuduhan ini sungguh melukai Yesus karena tuduhan itu sama dengan menghojat Roh Kudus. Mereka melecehkan Roh Kudus yang berkarya bersama Putera dan menganggap Yesus kerasukan roh jahat.
Iri hati seringkali membuat orang menjadi ngawur. Segala macam cara ditempuh untuk menjatuhkan sesamanya. Dan mereka yang iri seringkali bertindak sangat kejam. Mereka pun akan menghasut orang lain.  Menghadapi orang seperti itu bukanlah hal yang menyenangkan. Sangat melelahkan. Amarah pun memuncak. Kuakui bahwa layak kalau kita marah. Namun kita tetap perlu menjaga diri agar kita tidak dikuasai oleh nafsu untuk marah. Yesus memberi contoh lagi pada kita hari ini. Ia tidak dikuasai oleh amarah itu. Dalam kondisi seperti itu Ia tetap mampu membuka pikiran mereka dan memberikan perumpamaan sederhana yang mampu membalikkan serangan yang ditujukan kepadaNya.

Kontemplasi:
Bacalah teks Injil hari ini. Bayangkan dirimu berada dalam cerita itu. Rasakan suasana yang berkembang di sana.

Refleksi:
Apa yang kaulakukan kala menghadapi orang yang iri padamu?

Doa:
Ya Yesus, ajarilah aku mengontrol segala emosiku. Biarlah segala perkara menjadi bahan pengajaran bagi hidupku. Amin.

Perutusan:
Aku akan melatih kepekaanku menangkap pembelajaran atas segala perkara yang melingkupiku.

Saturday, January 25, 2014

PARADE ULANG TAHUN



Sabtu pagi sampai siang 25 Januari 2014 ternyata hari sibuk dan girang gairah Domus Pacis. Beberapa orang anggota Legio Maria, yang biasa mengadakan jumpa sidang di Domus, duduk-duduk di depan kamar Rama Harto. Mereka menunggu giliran menghadap Rama Harto yang masih menerima beberapa tamu di kamarnya. Ketika orang-orang Legio itu masuk, ternyata datang pula rombongan besar ibu-ibu dan bapak-bapak dari Paroki Administratif Pelem Dukuh yang masih dalam naungan Paroki Nanggulan, Kulon Progo. Mbak Tari dan Mas Santosa harus sibuk menambah jumlah kursi karena semua berada di kamar Rama Harto yang jadi  penuh sesak. "Kok ya ora neng ruang pertemuan wae ben isa ora suk-sukan? Ah, kuwi kersane Rama Harto" (Mengapa tidak di ruang pertemuan saja agar tidak penuh sesak? Ah, itu kehendak Rama Harto) kata Rama Bambang dalam hati. Mungkin Rama Harto ingin menikmati ulang tahun imamatnya dengan cara itu.

Rama Bambang masuk kamar dan tiduran. Ketika sedang enak menikmati tayangan TV dengan berbaring di tempat tidur, tiba-tiba ada yang masuk kamar. "Rama kula saksedherek pun dhateng" (Rama, saya dan keluarga sudah datang) suara seorang perempuan. Ternyata itu suara Mbak Erna dari Prambanan dengan menggendong anak kecilnya. "Oh iya, ana rombongan keluarga arep teka" (Oh ya, ada rombongan keluarga akan berkunjung) dengung hati Rama Bambang. Ketika Rama Bambang keluar kamar, beberapa orang sudah masuk Domus Pacis dengan mengusung beberapa dos. Rama Bambang mengontak Rama Yadi tetapi tak ada jawaban dari telepon HP. Tamu-tamu ini diajak masuk kamar makan oleh Rama Bambang. "Rama Yadi tindak napa?" (Apakah Rama Yadi pergi?) kata Rama Bambang kepada Mbak Tari. Mbak Tari kemudian keluar menengok kamar Rama Yadi dan ternyata datang kembali sudah mendorong Rama Yadi dengan kursi rodanya. Inilah rombongan Mbak Erna dengan kakak-kakaknya yang merayakan ulang tahun ke 79 ibunya, yaitu Ibu E. Hartowiyono.

Sebenarnya kunjungan keluarga Bu Hartowiyono adalah untuk semua rama Domus Pacis. Tetapi hanya Rama Yadi dan Rama Bambang yang menyambut. Rama Agoeng dan Rama Tri Wahyono sedang menghadiri tahbisan Diakon di Seminari Tinggi Kentungan. Rama Harjaya dan Rama Jaka seperti biasa berada di kamarnya. Rama Harto sedang sibuk berulang tahun imamat bersama para tamunya. Tetapi suasana kamar makan juga amat meriah dengan gelak tawa. Rama Yadi yang pernah berkarya di Kalasan sudah amat mengenal keluarga ini. Ketika diminta nasihat untuk Bu Hartowiyono, Rama Yadi pun berbicara banyak tentang orang berusia tua. "Rama Bambang badhe nambah?" (Apakah Rama Bambang akan menambah?) tanya Rama Yadi kepada Rama Bambang ketika mengakhiri kata-kata petuahnya. Rama Bambang menjawab "Mboten, rama. Kula nunut pangandikanipun rama mawon" (Tidak, rama. Saya numpang saja pada apa yang dikatakan oleh rama). Yang jelas Rama Yadi tampak ceria sekali dan terus mengisi kunjungan ini dengan kelakar-kelakarnya sambil mengingat kembali kisah-kisah lama bersama salah satu putra Bu Harto. Rama Bambang mengikuti suasana ini dengan gembira dan hanya sekali berucap resmi kepada Bu Harto "Ibu sampun kagungan wayah pinten?" (Ibu sudah punya berapa cucu?) yang mendapat jawaban beliau "Nembe kalih likur, rama" (Baru dua puluh dua, rama) dan diteruskan Rama Bambang "Yen mekaten dhawun para putra supados nambah produksi tambahan bayi" (Kalau begitu perintahkan anak-anak memproduksi tambahan bayi) yang mendapat sambutan tawa meriah.

Ketika keluarga Bu Hartowiyono sudah meninggalkan Domus Pacis, Rama Bambang mengajak Mbak Tari membuka oleh-olehnya. Yang jelas tampak isinya adalah buah-buahan dalam dua kemasan parcel. Sedang yang di dalam dos-dos, sesudah dibuka, berisi piring, sendok, gelas, beras, minyak goreng dan perlengkapan masak lain. "Wah, lumayan, rama. Piring lan gelas niki migunani banget. Domus pancen betah tambahan" (Wah, lumayan, rama. Piring dan gelas ini amat berguna. Domus memang membutuhkan tambahan) kata Mbak tari. Dalam hati Rama Bambang hanya bersyukur karena ketika Mbak Erna bertanya lewat telepon "Rama, besok ingin dioleh-olehi apa?" dijawab "Piring ro gelas sakeklasmu" (Piring dan gelas sebanyak keiklasanmu).

TIBA DI RUMAH (Sajian 6)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis ole bahwa Engkau menantiku dan akan menyambutku pulang ke rumah ketika aku betrteh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Sungai Yang Gemercik

Doa dari dalam hati ["Tuhan Yesus Kristus, ampunilah aku"] ... adalah benar-benar seperti gemerciknya sungai yang terus-menerus di bawah banyaknya gelombang hidup setiap harinya dan membuka kesempatan untuk hidup di dunia ini tanpa menjadi bagian daripadanya dan untuk menjangkau Allah kita dari pusat keheningan kita.

Doa dari hati pertama-tama mengharuskan kita untuk membuat Allah satu-satunya yang kita pikirkan. Itu berarti bahwa kita harus menyingkirkan semua gangguan, perhatian, kekuatiran, dan pemikiran, dan mengisi pikiran hanya untuk Allah. Doa Yesus, atau bentuk doa apapun, dimaksudkan untuk membantu secara halus mengosongkan pikiran kita dari semuanya yang bukan Allah, serta meluangkan seluruh ruang untuk-Nya saja. Namun itu belum semuanya. Doa kita menjadi doa dari hati bilamana kita telah melokalisir, di dalam pusat keberadaan batiniah kita, suatu ruang kosong di dalam mana pikiran kita yang dipenuhi Allah dapat turun dan menghilang, serta di mana pembedaan antara berpikir dan merasa, mengetahui dan mengalami, ide-ide dan emosi-emosi ditransendensikan, dan di mana Allah dapat menjadi Tuan Rumah kita. "Kerajaan Allah ada di antara kamu" (Lukas 17:21), kata Yesus. Doa dari hati mencamkan kata-kata ini dengan serius. Jikalau kita mengosongkan pikiran kita dari segala pemikiran serta mengosongkan hati kita dari segala pengalaman, kita dapat mempersiapkan, di dalam pusat keberadaan batin kita yang terdalam, rumah bagi Allah yang ingin tinggal di dalam kita.
dari Reaching Out

Lamunan Pekan Biasa III


Minggu, 26 Januari 2014

Matius 4:12-17
 
4:12 Tetapi waktu Yesus mendengar, bahwa Yohanes telah ditangkap, menyingkirlah Ia ke Galilea.
4:13 Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali,
4:14 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya:
4:15 "Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain, --
4:16 bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang."
4:17 Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, untuk go publick orang biasa pergi ke pusat-pusat pemerintahan dan masuk di kalangan kaum terpandang baik di masyaakat. Dalam lingkungan seperti ini orang dapat meraih status ketokohan.
  • Tampaknya, untuk mempromosikan karyanya orang biasa mendekat ke orang-orang besar dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Orang akan menampilkan kebaikannya dengan berjuang agar tidak dipandang masuk golongan kaum bernoda.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa kesejatian kerja seseorang adalah perjuangannya membawa orang-orang tak paham jadi paham dan orang-orang salah kebijakan berada di tempat bermartabat. Dalam yang ilahi tokoh pejuang sejati akan tertuntun oleh gema relung hatinya lebih berada di kalangan kaum bodoh, keliru, bahkan salah jalan.
Ah, berada di kalangan kaum gelap hanya mencemarkan diri.

INGIN LIHAT NYATANYA


Waktu itu sedang makan siang, Kamis 23 Januari 2014. Mbak Tari berkata kepada Rama Agoeng "Rama, wau wonten tamu madosi rama saking Sala. Margi rama nembe tindak, lajeng criyos badhe medal rumiyin. Mangke wangsul malih" (Rama, tadi ada tamu mencari rama dari Sala. Karena rama baru pergi, tamu itu lalu juga akan keluar dulu. Nanti akan kembali lagi). "Oooo, niku tamu kangge sadaya rama kok" (Oooo, itu tamu untuk semua rama, kok) kata Rama Agoeng. Tiba-tiba bel tamu berbunyi. "Mesthi kae" (Pastilah itu tamunya) kata Rama Bambang. Mbak Tari keluar membukakan pintu kamar tamu. Dan benar ada sepasang suami istri dengan dua anaknya yang masih kecil-kecil.

Itulah keluarga Bapak Budi. Rama Agoeng mengenal mereka ketika mengisi Persekutuan Doa (PD) Kasih di Purbayan, Sala. Sang istri berkata "Kami suka membaca Blog Domus yang ceritanya sering lucu-lucu seperti anjing yang menyergap ayam. Kami berkunjung karena ingin melihat langsung rama-rama yang biasa ada di gambar Blog." Rama Yadi menyahut "Ingin melihat seperti apa nyatanya, ya?" "Iya, rama" kata sang suami yang langsung disambung Rama Yadi "Ya seperti ini, sudah expired semua" yang membuat semua tertawa. Sang istri bertanya "Yang Rama Harto dan Rama Tri mana?". Rama Agoeng kemudian memperkenalkan satu persatu: Rama Harto, Rama Yadi, Rama, Tri Wahyono, dan Rama Bambang yang kesemuanya ada di kamar makan. Sedang Rama Harjaya dan Rama Harjoyo hanya diceriterakan. "Tetapi mengapa Rama Bambang jarang muncul dalam gambar?" tanya sang istri yang dijawab oleh Rama Agoeng "Rama Bambang itu yang setiap hari menuliskan". Rama Bambang pun menambah "Dan yang mengambil foto ha ha ha ....." Ketika para tamu sudah pulang, Rama Harto berkata kepada Rama Bambang "Mung maca kok terus kepingin mriki, nggih?" (Hanya membaca kok kemudian ingin berkunjung, ya?) yang disambung langsung oleh Rama Bambang "Umumne pengunjung kelompok lan perorangan nika nggih katah sing merga maca Blog Domus" (Pengunjung kelompok dan perorangan pada umumnya juga karena banyak yang membaca Blog Domus).

Friday, January 24, 2014

TIBA DI RUMAH (Sajian 5)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akayang tak bisan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis ole bahwa Engkau menantiku dan akan menyambutku pulang ke rumah ketika aku betrteh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Roh dan Allah

Doa hesychast, yang membimbing ke dalam ketenangan di mana jiwa dapat berdiam dengan Allah, adalah doa dari dalam hati. Bagi kita yang begitu terorientasi dengan pikiran, menjadi teristimewa penting untuk belajar berdoa dengan dan dari dalam hati. Para Bapa Padang Gurun dapat menunjukkan kepada kita caranya. Meskipun mereka tidak memberikan teori berdoa apapun, cerita-cerita kongkrit dan nasihat mereka memberikan batu-batu dengan apa penulis ortodoks lalu membangun spiritualitas yang sangat mengagumkan. Penulis-penulis spiritual dari Gunung Sinai, Gunung Athos, dan para startsi (orang tua-tua suci - Google) dari Rusia abad kesembilan-belas, semuanya berakar dalam tradisi gurun. Kita menemukan perumusan terbaik dari doa dari dalam hati di dalam kata-kata mistikus Rusia, Theophan Yang Mengasingkan Diri: "Berdoa adalah turun dengan pikiran menuju ke dalam hati, dan di sana berhadapan dengan wajah Tuhan, yang selalu hadir, yang melihat segala sesuatu di dalam diri anda". Sepanjang berabad-abad pemahaman doa ini menjadi pusat dari hesychasme. Berdoa adalah berdiri di hadapan kehadiran Allah dengan pikiran di dalam hati; yaitu di titik keberadaan kita di mana tidak ada pembagian atau pembedaan dan di mana kita sepenuhnya adalah satu. Di sana Roh Allah berdiam dan di sana perjumpaan besar terjadi. Hati berbicara kepada hati, karena di sana kita berdiri di hadapan wajah Allah, yang melihat segala sesuatu di dalam diri kita.
dari The Way of the Heart