Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, March 31, 2014

RAMA YADI KE BROMO


Pada jam 05.25 tanggal 29 Maret 2014 Rama Yadi mengirim SMS kepada Rama Bambang "Saya brangkat ke Malang" yang langsung dijawab oleh Rama Bambang "Kula sembahyangke kondisi oke, rama. Sugeng tindak pelayanan" (Saya doakan agar kondisi oke, rama. Selamat jalan pelayanan). Rama Yadi meneruskan "Matur nuwun" (Terima kasih) dan Rama Bambang "Sami2, rama" (Sama-sama, rama).

Itulah program yang sudah direncanakan sejak awal bulan Maret 2014. Rama Bambang tahu hal ini karena Bu Riwi pada waktu itu memberikan informasi bahwa untuk kelompok masaknya pada tanggal 28 dan 29 Maret 2014 akan lowong pagi dan sore. "Lingkungan kula badhe dhateng Bromo sareng Rama Yadi" (Lingkungan saya akan ke Bromo bersama Rama Yadi) kata-kata yang kurang lebih keluar dari penjelasan Bu Riwi lewat SMS. Rama Yadi memang beberapa kali mendampingi umat Lingkungan Jambusari kalau ada program bersama seperti ke Bali dan Nusakambangan. Tetapi untuk program ke Bromo yang direncanakan pada tanggal 28 dan 29 Maret ternyata diundur menjadi 29 dan 30 Maret. Sehari sebelum berangkat Rama Bambang yang diiyakan oleh Rama Agoeng meminta Rama Yadi membawa alat tensi yang ada di kamar makan Domus Pacis. Sebenarnya beliau sedang ada dalam proses perawatan dokter gigi dan dokter penyakit dalam. Tensinya kerap cukup tinggi. "Kula mboten badhe dumugi Bromo. Mboten wantun adhemipun. Kula dumugi Malang margi umat Lingkungan kedah wonten pelayanan misa" (Saya tidak akan sampai Bromo. Tidak berani dengan dinginnya. Saya hanya akan sampai Malang karena umat Lingkungan harus ada pelayanan misa) kata Rama Yadi pada waktu itu. Tetapi dari FB Bu Riwi ada gambar Rama Yadi dengan Bu Riwi dan ibu lain sedang beristirahat yang menurut tulisan bertempat di cafe Bromo. Pada pada sekitar jam 12.30 tanggal 30 Maret 2014 ada dalam perjalanan ke Suramadu, jembatan yang menghubungkan Surabaya dan Madura.

Pada jam 04.39 tanggal 31 Maret 2014 Rama Bambang mendengar sepeda motor masuk ruang dalam Domus Pacis. Ketika makan pagi Rama Yadi memang belum muncul tetapi Mas Kris, sambil menunjuk cangkir yang tertutup tisu di bagian Rama Yadi, berkata "Kala wau sampun ngunjuk" (Tadi sudah minum). Mbak Tari menambah "Kala jam 6" (Tadi jam 06.00). Tetapi ketika makan siang beliau sudah hadir. Rama Yadi tampak ceria bergembira. Beliau bercerita bahwa pada mula pertama menuju Tumpang, Malang Selatan, untuk misa di Gua Maria. Bersama romongan sebanyak 50an orang kemudian menuju Probolinggo di  salah satu hotel. Tengah malam sudah harus ke Bromo. Beliau juga sempat naik sampai bibir Gunung Bromo dengan naik kuda. Sesudah itu ke daerah produksi kulit sekitar Lapindo diteruskan ke Jembatan Suramadu. Dalam fungsi rohaninya Rama Yadi mengatakan dapat menghadirkan renungan-renungan sambil mengamati perjalanan. Misalnya ketika ada salah satu yang ingin membeli tape di salah satu tempat, ada pengurus yang menentang karena yang lainnya tak berminat. Rama Yadi kemudian meminta mikrofone dan berkata "Negara kita bhineka tunggal ika. Menghormati kemacamragaman dan bukan keseragaman. Kita dapat bepergian inipun karena ambil bagian perorangan."

Sabda Hidup


Selasa, 01 April 2014
Nonius Alvares Pereira
warna liturgi Ungu
Bacaan:
Yeh. 47:1-9,12; Mzm. 46:2-3,5-6,8-9; Yoh. 5:1-16

Yohanes 5:1-16:
1 Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. 2 Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya 3 dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. 4 Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. 5 Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. 6 Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" 7 Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." 8 Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." 9 Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. 10 Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: "Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." 11 Akan tetapi ia menjawab mereka: "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah." 12 Mereka bertanya kepadanya: "Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?" 13 Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. 14 Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." 15 Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. 16 Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.


Renungan:
Siapa orang yang suka dengan sakit? Tentu anda menjawab tidak suka. Sakit satu dua hari saja sering sudah membuat rasa tidak nyaman. Makin lama sakit diderita makin tidak sabar untuk mendapatkan kesembuhan. Kadang orang tergoda mencari jalan pintas agar segera terbebaskan dari penderitaan sakit.
Dalam Injil dikisahkan orang menderita sakit selama 38 tahun. Ia setia menunggu kesempatan mendapatkan kesembuhan dari mukjijat kolam Betesda. Kondisinya membuatnya selalu kalah cepat dibanding dengan yang lain. Mungkin kala itu belum ada budaya antre, atau mungkin orang sengaja berebut supaya segera mendapatkan kesembuhan.
Ketekunan menantikan kesempatan mendapat sembuh menggerakkan hati Yesus untuk menolong orang itu. Yesus pun memulai tindakan itu dengan bertanya terlebih dulu, "Maukah Engkau sembuh?" (Yoh 5:6). Kisahnya semakin mengerakkan hati Yesus untuk menolong walau harus melanggar kebiasaan di hari sabat. Yesus pun menyuruhnya mengangkat tilamnya dan ia pun menuruti perintah Yesus dan sembuh. Maka rasanya kalau ingin sembuh kita pun perlu "mengangkat tilam" kita dan percaya Tuhan menolong kita. Kesembuhan dari sakit sangat ditentukan oleh sikap dan tindakan kita sebagai orang yang mau sembuh. Keyakinan dan kemauan sembuh menjadi elemen penting bagi kesembuhan kita selain obat dan perawatan dari mereka yang berkompeten.
 
Kontemplasi:

Pejamkan matamu sejenak. Ingatlah salah satu pengalaman sakit yang melelahkanmu dan bagaimana anda bisa lepas dari suasana tersebut.

Refleksi:
Tulislah pengalaman kontemplasimu.

Doa:
Tuhan anugerahkanlah kesembuhan pada saudara-saudariku yang telah lama menderita sakit. Amin.

Perutusan:
Aku akan menguatkan mereka yang lagi menderita sakit berkepanjangan.

Sunday, March 30, 2014

TETAP MENJADI URUSAN UMAT


Pada jam 16.30 Kamis 27 Maret 2014 bel kamar tamu berbunyi. Ternyata Bu Ratmi atau biasa dipanggil Bu Madi datang dan langsung menuju ruang pertemuan. "Iki takgawakke criping nggo klethikan" (Saya bawakan ciki ubi kayu untuk snak) katanya kepada Rama Bambang yang menyiapkan laptop dan LCD. Pada waktu itu ada pertemuan para koordinator relawan-relawati penyediaan masakan Domus Pacis. Dan sebelum jam 17.00 masuk pula di ruang pertemuan Bu Wulan, Bu Rini, Bu Tatik, Bu Riwi, dan Bu Ninik. Bahkan salah satu relawati, Bu Ratih dari Klepu jaringan rela masak Bu Rini, diajak bergabung bersama suaminya yang sore itu mengantar masakan. Pada sore itu Bu Ratih mendapatkan giliran menyediakan sayur dan lauk. Rama Agoeng, Rama Yadi, Rama Harto, dan Rama Bambang adalah penghuni Domus yang ikut dalam pertemuan. Rama Tri Wahyono yang sedang di meja makan kembali ke kamarnya diantar oleh Rama Agoeng.

Sesudah dibuka oleh Rama Yadi, pertemuan itu dimulai dengan melihat jadual Januari-April 2014. Di situ ada beberapa orang yang bergantian hari dan jam. Ada juga yang baru karena ada anggota rela masak lain yang mengundurkan diri. Tetapi perjalanan penyediaan masakan Domus Pacis tetap lancar. Beberapa yang berhalangan selalu memberi informasi lebih dahulu. Kemudian Rama Agoeng melontarkan pertanyaan "Bagaimana perasaan ibu-ibu dengan kegiatan paguyuban rela masak di Domus Pacis." Bu Ninik menyahut lebih dahulu "Bagaimanapun saya merasa senang dapat ikut ambil bagian. Sebetulnya kalau hanya untuk mengumpulkan dana uang, ada banyak sekali yang mau ikut bergabung. Tetapi karena Rama Bambang ngotot menerima jatah dari Keuskupan dan menyediakan masakannya, yang menyediakan diri berkurang. Tetapi itupun masih banyak yang ingin ikut namun hingga saat ini belum ada lowongan jadwal. Maka, bila ada yang berhalangan, terutama untuk siang dan sore, ada orang-orang yang siap menggantikannya." Bu Rini juga mengiyakan bahwa sebenarnya kalau hanya memberikan bantuan uang, dulu ada banyak yang mau memberi. Bu Tatik, Bu Ratmi, Bu Riwi, dan Bu Wulan juga senada dengan pembicara sebelumnya bahwa mereka yang menyediakan diri menjalaninya dengan senang hati. Bu Ratih pun ikut berbicara bahwa dengan ikut menyediakan masakan "Saya baru tahu bahwa ada rama-rama yang sudah seperti di Domus Pacis. Sebelumnya saya hanya mengenal rama-rama itu seperti yang berkarya di paroki yang saling berganti." Rama Yadi mengetengahkan tanggapannya atas perkataan ibu-ibu "Saya sungguh merasa kembali menjadi bagian dari umat sesudah bertahun-tahun berada dalam keadaan kekurangan di Domus Pacis." "Saya sungguh merasa senang dan berterima kasih" kata Rama Harto.

Ternyata kegiatan rela masak untuk Domus Pacis tidak memberati umat. Kalau ada yang menjadi repot dan mengundurkan diri, ada banyak yang siap menggantikannya. Mereka melakukannya dengan rela hati. Bahkan ketika Rama Agoeng menanyakan besarnya jatah uang yang dari Keuskupan, para koordinator yang hadir mengatakan tidak menjadi soal. Ketika ada usulan apakah jadual tidak empat bulanan tetapi untuk seterusnya, pertemuan itu mengatakan pokoknya ada perjumpaan para koordinator secara berkala. Sesudah pertemuan 27 Maret ini, akan ada pertemuan lagi besok 8 April 2014 untuk memantapkan jadual berikutnya dan membicarakan kunjungan untuk keluarga relawan masak yang tinggal jauh dari Domus Pacis/Paroki Pringwulung. Rencana kunjungan ini berasa dari usulan Bu Ninik. Semangat warga Katolik ikut mengurus kehidupan rama-rama Domus Pacis tampaknya juga tercermin dalam kata-kata Pak Darsono, Ketua Lingkungan Fransiskus Assisi Puren, ketika Rama Bambang pada Jumat 28 Maret 2014 menitipkan uang masak April 2014 untuk bu Wulan "Kula remen sanget kathah warga ingkang tumut nyedhiani masakan kangge Domus Pacis. Rama-rama menika tetep urusan umat. Mboten wonten pensiun kangge rama-rama" (Saya amat senang banyak warga terlibat ikut menyediakan masakan untuk Domus Pacis. Rama-rama tetap menjadi urusan umat. Tidak ada pensiun untuk para rama).

Sabda Hidup


Senin, 31 Maret 2014
Hari Biasa Pekan IV Prapaskah
warna liturgi Ungu
Bacaan:
Yes. 65:17-21; Mzm. 30:2,4,5-6,11-12a,13b; Yoh. 4:43-54

Yohanes 4:43-54:
43 Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, 44 sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. 45 Maka setelah ia tiba di Galilea, orang-orang Galileapun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiripun turut ke pesta itu. 46 Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. 47 Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. 48 Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." 49 Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." 50 Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. 51 Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. 52 Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang." 53 Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya. 54 Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.

Renungan:
Suatu hari di suatu tempat di pasar malam ada sekelompok orang sedang asyik bermain dadu. Mata mereka asyik tertuju pada dadu itu. Suara gemuruh tong setan, suara keras sonund pentas dangdut tak mengusik mereka pada dadu-dadu yang dilempar si bandar. Di lain peristiwa seorang pastor mendapat keluhan dari seorang umat tentang anak yang ribut kala misa.
Dua kisah menggambarkan bagi saya bahwa fokus seseorang akan menentukan sikap orang tersebut. Si pemain dadu sungguh fokus dengan permainannya sehingga suara-suara di sekitarnya tidak mengusiknya. Sebaliknya si umat yang mengeluh merasa sangat terganggu dengan suara si anak karena dia sendiri tidak berfokus pada Tuhan yang disembah dalam Ekaristi. Maka yang ada di luar dirinya sangat menentukan disposisi batinnya dan dia tidak mendapat yang semestinya dia dapat.
Orang-orang Galilea mengalami siapa Yesus dan tindakan-tindakanNya. Maka "orang-orang Galileapun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu" (Yoh 4:45). Mereka tidak peduli tetangga sukunya menolak Yesus. Dalam diri mereka Yesus sungguh sangat berarti. Karena itu merekapun mendapatkan banyak rahmat ditinggali dan tinggal bersama Yesus.
 
Kontemplasi:
Pejamkan matamu sejenak. Ingatlah pengalaman-pengalaman doamu kala di sekitarmu hening, gaduh dan juga dalam keributan.

Refleksi:
Apakah pengalamanmu bersatu dengan Yesus masih sangat ditentukan oleh suasana di sekitar anda atau anda sungguh sudah fokus tinggal bersamaNya, mengapa?

Doa:
Ya Yesus semoga aku tetap yakin bahwa Engkaulah Tuhanku walau di sekitarku banyak kegaduhan yang mempertanyakan, mengolok-olok bahkan menolakMu. Amin.

Perutusan:
Aku makin mantap memilih Yesus karena pilihanku dan tidak terpengaruh oleh kegaduhan ketidakhormatan dan penolakan kepadaNya.

Saturday, March 29, 2014

DIIKAT DENGAN TALI??


"Mau bengi kesasar pa, kang" (Tadi malam tersesat ya, mas?) tanya Rama Agoeng kepada Rama Tri Wahyono ketika makan pagi Jumat 28 Maret 2014. "Iyaaaa. Mau bengi metu kamar terus arep bali malah keblasuk-blasuk" (Iyaaa. Tadi malam saya keluar dari kamar tetapi ketika akan kembali malah keliru jalan) jawab Rama Tri yang disambung oleh Rama Yadi "Kok ora bengok-bengok ngundang pramurukti?" (Mengapa tidak berteriak-teriak memanggil pramurukti?). Rama Tri berkata "Aku wis bengok-bengok ngundang Mas Kris" (Aku sudah berseru-seru memanggil Mas Kris). Tetapi Rama Agoeng menyahut "Ning suaramu mau bengi lirih" (Tetapi tadi malam volume suaramu amat kecil) yang dibenarkan sendiri oleh Rama Tri "Iya, mau bengi aku ora isa nyuwara sero" (Benar, aku tadi malam tidak dapat bersuara keras).


Rama Tri memang sudah kerap kehilangan pengalamatan arah. Penglihatan yang sudah surut membuat beliau harus digandeng atau dipapah untuk berjalan. Tetapi Rama Tri kerap nekad berjalan sendiri dari kamar tidur menuju kamar makan dan sebaliknya. Kadang memang sering berjalan ke lain arah sehingga yang melihat harus mengawasinya. Beliau masih mempunyai semangat ingin tidak merepotkan orang lain. Rama Yadi pagi itu menyampaikan salah satu pengalamannya "Sawijining dinten kula weruh Rama Tri mlampah. Medal saking kamar tidur terus mlebu kamar makan terus medal malih. Mlampah kaya ajeng medal teng kebon. Ning liwat lawang liya mlebu kamar makan melih. Kula mung ngawasi diam-diam. Dheweke nuju tabung air mineral. Terus 'brug' nabrak sesuatu. Nah, kula nembe taken arep neng ngendi terus kula tuntun sanadyan kula ngangge kursi rodha" (Pada suatu hari saya melihat Rama Tri berjalan. Dia keluar dari kamar tidur lalu masuk kamar makan lalu keluar lagi. Dia berjalan seperti mau ke kebun. Tetapi lewat pintu lain dia masuk kamar makan lagi. Saya hanya mengikuti dengan diam-diam. Dia seperti mau menuju tabung air mineral. Dan 'brug' sepertinya Rama Tri menabrak sesuatu. Nah, saya baru bertanya akan kemana dan kemudian dengan berkursi roda dia saya tuntun).

Dari situ kemudian terjadi diskusi antara rama Agoeng dan Rama Yadi bagaimana menyiapkan beberapa hal agar Rama Tri tidak keliru jalan. "Wau dalu teng kamar makan cucul-cucul kaos terus ajeng tilem teng meja" (Tadi malam di kamar makan beliau melepas pakaiannya dan akan tidur di meja) kata Rama Agoeng yang diiyakan oleh rama Tri. "Pripun umpama saben dalu Rama Tri ditaleni ngangge tampar seka makare. Ben neng ngendi wau isa bali kamar" (Bagaimana kalau setiap malam Rama Tri diikat dengan seutas tali dari kamarnya. Biarlah kemana pun tetap dapat kembali ke kamarnya) usul Rama yadi yang ditanggapi oleh Rama Bambang "Ben kaya pitik sing durung omah?" (Biar seperti seekor ayam yang belum biasa di rumahnya?) sehingga membuat semua tertawa. Rama Yadi memberikan argumen "Kaya teng guwa nek obor mati ora bakal kesasar merga awake wis ditalen seka njaba. Mula isa mlaku turut tali" (Seperti berjalan dalam gua kalau obor padam tetapi tidak tersesat karena tubuh sudah diikat dengan tali dari luar. Maka dapat berjalan dan tidak tersesat).

Lamunan Pekan Prapaskah IV



Minggu, 30 Maret 2014

Yohanes 9:1.6-9.13-17.34-38

9:1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
9:6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi
9:7 dan berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.
9:8 Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: “Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?”
9:9 Ada yang berkata: “Benar, dialah ini.” Ada pula yang berkata: “Bukan, tetapi ia serupa dengan dia.” Orang itu sendiri berkata: “Benar, akulah itu.”
9:13 Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi.
9:14 Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat.
9:15 Karena itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: “Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.”
9:16 Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Sebagian pula berkata: “Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?” Maka timbullah pertentangan di antara mereka.
9:17 Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: “Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?” Jawabnya: “Ia adalah seorang nabi.”
9:34 Jawab mereka: “Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?” Lalu mereka mengusir dia ke luar.
9:35 Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?”
9:36 Jawabnya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.”
9:37 Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!”
9:38 Katanya: “Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya.

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, dalam hidup keagamaan orang biasa mengejar hidup suci dan berjuang menyingkir dari dosa. Kesetiaan menjalani tatacara dan aturan agama biasa menjadi bukti kesungguhan orang mendekatkan diri kepada Tuhan.
  • Tampaknya, keteledoran dalam menjalani hal-hal wajib dalam hidup keagamaan menjadi pertanda ketidaksungguhan orang tidak setia kepada Allah yang berakibat dosa yang membawa buah penderitaan. Yang dengan sengaja tidak mengindahkan hal wajib keagamaan dinyatakan hidup dalam kesesatan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa yang paling pokok dalam hal-hal wajib keagamaan adalah merasakan adanya pekerjaan ilahi yang selalu membawa kebaikan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan terbuka pada kebaikan walau menghadapi perilaku yang berbeda dari perilaku yang biasa terjadi dalam upaya menjaga kebaikan.
Ah, merubah kebiasaan bentuk kebaikan memang harus dicegah.

Friday, March 28, 2014

TERAKHIR 31 MARET LHOOO ...


Tanggal 6 April 2014 adalah hari Minggu Pertama. Untuk tahun ini tanggal 6 April termasuk minggu sibuk karena menjadi hari-hari khusus mempersiapkan Perayaan Paskah 2014. Dapat dimaklumi kalau ada kelompok-kelompok yang biasa datang dalam Novena Ekaristi Seminar di Domus Pacis untuk bulan April 2014 tidak mengikuti seperti kelompok dari Paroki Administratif Bayat. Ketidakhadiran juga dap
at terjadi karena penggerak dengan mobilnya yang biasa membawa teman-temannya sudah memiliki program yang tidak dapat ditinggalkan seperti Bapak L Sutikno dari Muntilan. Pak Tikno sedang menjalani kuliah lagi. Bahwa pada Novena tahap pertama Maret 2014 yang hadir menyentuh angka 300, hal ini dikarenakan pembicara menggerakkan teman-teman jaringannya untuk ikut hadir.

Dalam keadaan normal tingkat kehadiran program Novena Ekaristi Seminar Domus Pacis ada di antara 175-225 orang. Tanpa mengesampingkan pendaftar perorangan, penggerak-penggerak kelompok amat berperanan terhadap kehadiran mayoritas peserta. Dari catatan hingga Jumat 28 Maret 2014 jumlah pendaftar yang masuk ada 214 orang. Bu Mumun, Bu Laksono, Pak Loly, Bu Titik menjadi penghimpun pendaftar kelompok dari Paroki Pringwulung dimana Komunitas Domus Pacis menjadi bagiannya. Penggerak dari luar Paroki Pringwulung adalah Bu Ndari (Pringgolayan), Bu Riwi (Minomartani), Bu Nanik (Imogiri), Bu Theo (Ignatius Magelang), Pak Miyoto dan Bu Rini (Medari), Bu Daliyo (Gondang), Pak Murhadi (Babadan), dan Bu Taryo (Babarsari). Hari akhir pendaftaran adalah Senin 31 Maret 2014. Pendaftaran menjadi hal yang amat penting karena ada kaitannya dengan penyediaan konsumsi. Jumlah dan asal pendaftar dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

ASAL PESERTA
JUMLAH
01.  Paroki Ignatius Magelang
7 orang
02.  Paroki Minomartani
10 orang
03.  Paroki Babadan
11 orang
04.  Wanita Katolik RI Depok
6 orang
05.  Wilayah Imogiri, Paroki Bantul
7 orang
06.  Paroki Baciro
6 orang
07.  Paroki Pugeran
4 orang
08.  Lingkunganungan Sendowo, Kotabaru
5 orang
09.  Paroki Babarsari
14 orang
10.  Paroki Medari
34 orang
11.  Paroki Administratif Pringgolayan
14 orang
12.  Paroki Gondang
5 orang
13.  Paroki Banyutemumpang, Wilayah Blabag
2 orang
LUAR PRINGWULUNG
125 orang
01.  Lingkungan Sto Mikael
6 orang
02.  Lingkungan Sto Yosef
7 orang
03.  Lingkungan Sto Mateus
10 orang
04.  Lingkungan Sto Stanislaus
3 orang
05.  Lingkungan Sto Bonaventura
2 orang
06.  Lingkungan Colombo
3 orang
07.  Lingkungan Sto Yusup, Mrican Selatan
3 orang
08.  Lingkungan Sto Pilipus Kuningan
7 orang
09.  Lingkungan Deresan
 9 orang
10.  Lingkungan Kepuh-Iromejan
2 orang
11.  Lingkungan Sto Fransiscus Assisi
11 orang
12.  Lingkungan Sta Theresia Pringgolayan
3 orang
13.  Lingkungan Sto Fransiscus Xaverius
11 orang
14.  Lingkungan Sto Agustinus
12 orang
PRINGWULUNG
89 orang
SEMUA 
214 orang