Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, April 16, 2017

Bukan Pesta Perkawinan


Itu adalah hari Kamis 13 April 2017. Kecuali Rm. Tri Wahyono yang memang dilayani di kamar, kelima rama yang pada umumnya berkursi roda (Rm. Yadi, Rm. Harto, Rm. Gito, dan Rm. Bambang) berjajar siap berkonselebrasi memimpin misa yang segera dimulai pada jam 10.00 pagi di Ruang Barnabas, tempat serba guna Domus Pacis. Ternyata Rm. Hadi, Minister Domus yang sebelumnya sudah pamit tidak ikut misa, datang berjubah dan ikut jadi selebran. Peserta misa sungguh berjejal karena banyak yang tidak kebagian kursi. Misa itu memang menjadi tampak istimewa bagi Domus Pacis. Ada imam-imam yang tampak hadir ikut misa seperti Rm. Kris dan Rm. Slamet dari Klaten, Rm. Boni dari Kentungan, Rm. Purwatmo yang jadi rektor Domus, Rm. Supriyanto dari Nanggulan, Rm. Heru dari Bintaran, Rm. Budi dari Paroki Kalasan, dan Rm. Banar dari Universitas Sanata Dharma. Katanya ada rama-rama lain yang tidak begitu diingat oleh Rm. Bambang. Bahkan Mgr. Rob Rubiyatmoko, Uskup Agung terpilih, juga duduk di tengah umat sebagai peserta misa. Ada juga suster-suster yang duduk tersebar. Di antara banyak yang hadir ada juga sementara ibu yang berjilbab. Kabarnya ada beberapa komunitas seni juga datang. Sebenarnya tamu-tamu sudah mulai berdatangan sejak sekitar jam 07.00 pagi tetapi kemudian berpamitan. Bahkan banyak tamu katolik yang juga pamit tidak ikut misa karena bertugas menyiapkan perayaan Kamis Putih pada sore hari. Salah satu yang hadir dan kemudian berpamitan adalah Rm. Agoeng yang sedang berada di Paroki Karanganyar membantu Tri Hari Suci. Beliau menyempatkan diri kembali ke Domus Pacis bahkan dengan mengajak kedua orang tua dan saudara-saudarinya. Rm. Jaka juga sudah bersiap menyopiri mobil UNIO untuk acara sesudah misa.

Pada hari itu Domus Pacis memang mengalami kesibukan mendadak. Ini dimulai dari Rm. Bambang yang berusaha menelpon Mbak Tari pada jam beberapa menit sesudah tengah malam. Ketika telepon tak diangkat, dia keluar kamar dan kebetulan Pak Tukiran yang sedang piket sedang keluar. Rm. Bambang berkata "Mas, ibu pun seda mentas mawon. Mangke dibekta teng Domus. Sakniki nembe teng Panti Rapih disuceni lan didandosi. Njenengan nggigah Mas Heru kalih Mbak Tari nyiapke Ruang Barnabas. Mobil-mobil dipindah" (Mas, baru saja ibu dipanggil Tuhan. Nanti dibawa di Domus Pacis. Sekarang berada di RS Panti Rapih untuk dimandikan dan didandani dalam peti mati. Tolong bangunkan Mas Heru dan Mbak Tari untuk menyiapkan Ruang Domus. Mobil-mobil dipindah). Ketika jam hampir menunjuk angka 12.00 tengah malam Rm. Bambang memang mendapatkan kabar lewat telepon dari adik angkatnya bahwa Ibu Maria Magdalena Rubinem, ibu yang membesarkannya, telah menghembuskan nafas terakhir. Kondisi sakit yang begitu parah di usia 91 tahun telah membuat Rm. Bambang menyiapkan diri. Karena sudah tak memiliki apa-apa, Rm. Agoeng yang disetujui oleh Komunitas Rama Domus Pacis meminta disemayamkan di Domus Pacis apabila Tuhan memanggilnya.

Penyelenggaraan segala urusan demi jenasah ibunda Rm. Bambang itu sungguh diwarnai oleh suasana persaudaraan dan persahabatan karena penghayatan iman. Mas Handoko sudah berada di kamar Rm. Bambang sebelum jam 01.00 dinihari disusul oleh Bu Titik dan Mbak Tatik. Pada jam 04.00 Bu Rini juga sudah muncul. Mereka langsung mengatur banyak hal dari konsumsi, urusan kuburan, penambahan kursi, dan hal-hal lain dibutuhkan. Pembagian tugas imam dalam misa juga berjalan secara spontan. Tidak ada MC dan tak ada penata sebelumnya. Rm. Hadi, yang berada di kiri Rm. Bambang, diminta oleh Rm. Bambang "Kowe sisan ngacarani" (Kamu yang jadi pengacara). Rm. Bambang meminta Rm. Yadi yang memberkati jenasah. Sesudah komuni Rm. Bambang membisiki Rm. Hadi "Jarene ana komunitas seni. Mbokmenawa ana sing arep ngendika aturana. Bar kuwi Mgr. Rubi ya diaturi ngendika" (Katanya ana komunitas seni datang. Barangkali kali ada yang akan menyampaikan kata-kata, persilakan. Mgr. Rubi juga dimohon kata-katanya). Tetapi yang kemudian maju berbicara adalah Mgr. Rubi. Kata-kata Mgr. banyak membuat para pelayat tertawa, karena pembicaraan beliau dikaitkan dengan peran Bu Rubinem dalam "membuat normal" Rm. Bambang.

Rm. Bambang dalam misa memilih Injil Yoh 14:1-6. Dia menekankan Bu Rubinem telah berada dalam Yesus sebagai jalan, kebenaran dan hidup. Beliau menjadi pendamping Rm. Bambang yang ketika remaja mengalami masalah terutama dalam menghayati hidup berkeluarga. Dia tak pernah melihat ibu kandungnya sejak usia 1 tahun. Pengalaman dengan ibu tiri, membuat Rm. Bambang selalu terhalang untuk berhubungan dengan keluarga ibu kandung. Dari sini dia menjadi remaja yang bermasalah. Tetapi dengan Bu Rubinem sebagai ibu tiri yang menjadi Katolik, dia dipaksa dan diantar untuk mencari ibu kandungnya dan kemudian menjadi akrab dengan sanak keluarga ibu kandung. Bersama Bu Rubinem dia juga tertarik untuk masuk seminari. Ini semua disharingkan pada homili dalam suasana penuh syukur yang membuat para pelayat ikut larut dalam sukacita iman yang kerap terungkap dalam tawa. Dalam sharing itu para pelayat tertawa terbahak-bahak ketika Rm. Bambang menyinggung kata-kata Yesus "Jangan gelisah". Dalam peristiwa menanggung penyelenggaraan jenasah ibunya, ternyata Rm. Bambang mengalami kegelisahan tertentu. Ketika ikut pembicaraan Bu Titik, Bu Tatik, Bu Rini, dan Mas Handoko pada dini hari, Rm. Bambang melihat Bu Titik selalu memencet HP. Ternyata dia mengirim berita lelayu ke banyak kenalan. Dengan pertimbangan bahwa jumlah roti yang akan dibeli, Rm. Bambang berkata pada Bu Titik "E, kowe ngabar-ngabarken sedane ibu ya?" (Kamu mengirimkan banyak berita tentang kematian bu ya?) yang dijawab "Lha ya jelas. Kan kudu dha ngerti" (Jelas. Kan harus pada tahu). Rm. Bambang mencela "Engko nek sing teka akeh banget, piye?" (Nanti bagaimana kalau yang datang banyak sekali) yang langsung ditanggapi oleh Bu Titik "Ya apik ta?" (Itu baik, kan?). Rm. Bambang lalu bilang "Dhuwitku ki terbatas. Piye nek suguhane kurang?" (Uangku hanya terbatas. Bagaimana kalau banyak yang tak mendapatkan konsumsi?). Ternyata kata-kata Rm. Bambang ini membuat tertawa terbahak-bahak Mas Handoko, Bu Rini, Bu Tatik, dan Bu Titik. Mas Handokopun berkata "Nik sripahan, rama. Dede pesta perkawinan" (Ini peristiwa lelayu, rama. Bukan pesta perkawinan).

0 comments:

Post a Comment