"Awake dhewe layat mboten?" (Kita melayat tidak?) tanya Rm. Agoeng di meja makan pagi itu. Karena tak ada jawaban dari para rama lain, Rm.Bambang berkomentar "Suk mawon nek pas pengetan napa?" (Apakah tidak baik besok kalau pas hari peringatan?). Tetapi pada sekitar jam 10.00 Mas Handoko, salah satu relawan Domus, datang ke kamar Rm. Bambang dan bertanya "Layat mboten?" (Apakah akan melayat?). Dari sini disepakati untuk pergi ke rumah orang tua Pak Heru sesudah makan siang. Mendengar rencana ini Rm. Agoeng menyatakan untuk ikut serta. Bu Rini yang sudah pulang dari Parangtritis pun menyatakan ikut. Demikian pula Bu Mumun. Dengan demikian Rm. Agoeng dan Rm. Bambang sesudah makan siang menuju Ceper, tempat Pak Heru, dengan mobil Gran Max yang disopiri oleh Mas Handoko. Tiga tibu relawati (Bu Sri, Bu Mumun, dan Bu Rini) juga ada bersama. Sesampai di rumah Pak Heru jenasah memang sudah dikuburkan. Tetapi rombongan kecil ini dapat berjumpa dengan ibu pak Heru dan kedua kakak Pak Heru beserta para istrinya. Karena lewat kota Klaten, rombongan ini mampir ke Pak dan Bu Tukiman, ayah-ibu Rm. Agoeng, karena Rm. Agoeng meminta Mas Aris, adiknya, untuk memijat Rm. Bambang. Ternyata sesudah selesai, Bu Rini juga minta giliran dipijat karena tangan yang kalau diangkat sakit.
Pages
▼
Monday, December 7, 2015
Untung Ada Yang Mudah Siap
"Awake dhewe layat mboten?" (Kita melayat tidak?) tanya Rm. Agoeng di meja makan pagi itu. Karena tak ada jawaban dari para rama lain, Rm.Bambang berkomentar "Suk mawon nek pas pengetan napa?" (Apakah tidak baik besok kalau pas hari peringatan?). Tetapi pada sekitar jam 10.00 Mas Handoko, salah satu relawan Domus, datang ke kamar Rm. Bambang dan bertanya "Layat mboten?" (Apakah akan melayat?). Dari sini disepakati untuk pergi ke rumah orang tua Pak Heru sesudah makan siang. Mendengar rencana ini Rm. Agoeng menyatakan untuk ikut serta. Bu Rini yang sudah pulang dari Parangtritis pun menyatakan ikut. Demikian pula Bu Mumun. Dengan demikian Rm. Agoeng dan Rm. Bambang sesudah makan siang menuju Ceper, tempat Pak Heru, dengan mobil Gran Max yang disopiri oleh Mas Handoko. Tiga tibu relawati (Bu Sri, Bu Mumun, dan Bu Rini) juga ada bersama. Sesampai di rumah Pak Heru jenasah memang sudah dikuburkan. Tetapi rombongan kecil ini dapat berjumpa dengan ibu pak Heru dan kedua kakak Pak Heru beserta para istrinya. Karena lewat kota Klaten, rombongan ini mampir ke Pak dan Bu Tukiman, ayah-ibu Rm. Agoeng, karena Rm. Agoeng meminta Mas Aris, adiknya, untuk memijat Rm. Bambang. Ternyata sesudah selesai, Bu Rini juga minta giliran dipijat karena tangan yang kalau diangkat sakit.
No comments:
Post a Comment