diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 17 Januari 2018 Diperbaharui: 11 Februari 2019 Hits: 2968
- Perayaan06 Februari
- Lahir23 Maret 1839
- Kota asalSalerno, Campagnia, Italia Selatan
- Wafat
- 6 February 1910
Sebab alamiah - Venerasi12 February 1976 oleh Paus Paulus VI (decree of heroic virtues)
- Beatifikasi7 Oktober 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II
- Kanonisasi
- 16 Oktober 2016 oleh Paus Fransiskus
Pasangan ini telah menikah selama tiga tahun namun belum juga memiliki keturunan. Karena itu pada tahun 1838 mereka memutuskan untuk berziarah ke Basilika Santo Alfonsus de Lugiori di kota Pagani, tempat relikwi Santo Alfonsus Maria de Lugiori disemayamkan. Setelah selesai berdoa dengan perantaraan Santo Alfonsus Liguori (saat itu masih bergelar Beato), seorang biarawan Redemptoris bernama Francesco Saverio Pecorelli,C.Ss.R mendekati pasangan peziarah ini dan berpesan: “Kalian akan memiliki seorang putra, kalian akan menamakannya Alfonsus. Ia akan menjadi seorang imam dan akan menjalani hidup seperti Beato Alfonsus”. Dan begitulah yang terjadi. Pada tanggal 23 Maret 1839 putra sulung mereka lahir dan dibabtis dengan nama Alfonsus Maria Fusco. Setelah itu pasangan petani saleh ini juga diberkati dengan kelahiran empat orang buah hati.
Alfonsus kecil dikenal sebagai pribadi yang lembut, menyenangkan, suka berdoa dan ringan tangan membantu orang-orang miskin. Di usia tujuh tahun ia mendapat dispensasi khusus untuk menerima Komuni pertama atas rekomendasi para katekis dan pastor paroki. Ketika berusia sebelas tahun ia mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang imam. Pada tanggal 5 November 1850 Alfonsus masuk Seminari Nocera dei Pagani. Selama 13 tahun ia belajar dengan tekun dan ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Salerno, Mgr.Anthony Salomone, pada tanggal 29 Mei 1863.
Pater Alfonsus segera dikenal akan semangat kerasulannya, kedisiplinannya dalam pelayanan liturgi dan ketekunannya memberikan pelayanan sakramen bagi umat, terutama sakramen tobat. Ia mengabdikan dirinya dengan sungguh-sungguh dan umat akan selalu mengenang gaya khotbahnya yang sederhana dan tajam.
Dalam kesehariannya, ia hanyalah seorang imam yang penuh semangat pelayanan, namun Alfonsus selalu membawa sebuah mimpi didalam hatinya. Pada suatu malam di tahun terakhirnya sebagai siswa seminari, ia bermimpi melihat Tuhan Yesus yang memintanya untuk mendirikan sebuah Institusi Susteran dan Panti Asuhan untuk anak-anak terlantar ketika ia telah menjadi seorang imam.
Pertemuannya dengan Maddalena Caputo, seorang calon postulan yang berkemauan keras, mendorong Alfonso untuk segera mewujudkan impiannya. Pada tanggal 25 September 1878, Maddalena Caputo membawa tiga wanita muda yang juga ingin menjalani hidup religius. Mereka menyatakan keinginan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan dan menjalani kehidupan yang kudus, berkaul kemiskinan, serta mengabdi pada karya cinta kasih khususnya merawat para yatim piatu dan anak-anak terlantar. Inilah awal berdirinya Susteran Santo Yohanes Pembabtis atau yang juga dikenal sebagai para Suster Baptistine.
Benih yang telah jatuh ke dalam hati keempat wanita yang murah hati ini lalu bertumbuh pesat. Tuhan memberkati benih-benih ini hingga menghasilkan buah berlimpah. Dalam waktu singkat para postulan baru dan anak-anak yatim-piatu mulai berdatangan.
Pater Alfonsus menuntun perkembangan Institusi ini dengan bijaksana. Dia menunjukkan kelembutan bagai seorang ayah bagi semua penghuni biara dan panti asuhan, khususnya bagi para yatim-piatu. Semakin hari, semakin banyak para yatim-piatu dan anak-anak terlantar yang berdatangan ke rumah penampungan suster Baptistine. Hingga suatu saat, para suster khawatir akan persediaan makanan bagi para penghuni Panti Asuhan yang sudah menipis. Alfonso menenangkan mereka dan berkata: "Jangan khawatir, saya akan menghadap Yesus sekarang dan Dialah yang akan mencemaskan kita!". Jawaban Yesus datang seketika. Di hari itu juga kereta kuda seorang donatur tiba di rumah biara dan membawa bahan makanan dalam jumlah besar.
Pater Alfonsus tidak meninggalkan banyak tulisan. Dia lebih banyak bersaksi melalui cara hidupnya yang kudus. Orang-orang yang mengenalnya menyatakan bahwa ia adalah seorang imam yang hidup sangat sederhana. Ia memiliki rasa cinta yang meluap-luap pada Sakramen Ekaristi dan Devosi yang mendalam pada Sengsara Yesus di salib dan Bunda Maria berduka-cita. Kepada para suster Baptistine ia sering berpesan: "Marilah kita menjadi orang-orang kudus, mengikuti Yesus dengan saksama. …. Jika kita hidup dalam kemiskinan, dalam kesucian dan dalam ketaatan, kita akan bersinar seperti bintang di langit".
Pada masa dimana pendidikan adalah hak istimewa bagi segelintir orang, Alfonso telah berjuang memberikan pendidikan yang baik bagi para yatim-piatu dan anak-anak terlantar. Ia berharap dengan memperoleh pendidikan, mereka dapat menjalani hidup yang lebih baik di kemudian hari.
Konggregasi Suster Baptistine terus berkembang. Dalam waktu singkat jumlah para suster dan anak yatim terus bertambah. Hal ini mendesak pater Alfonso untuk membuka beberapa biara dan panti asuhan baru; awalnya di wilayah Campania, lalu menyebar ke seluruh wilayah Italia.
Pada malam hari tanggal 5 Februari 1910, pater Alfonsus jatuh sakit. Keesokan harinya ia minta diberikan sakramen pengurapan orang sakit, lalu dengan suara gemetar, ia berdoa : "Tuhan, terima kasih, saya telah menjadi pelayan-Mu yang tidak berguna". Kemudian ia berpaling kepada para suster yang tengah menangis di sekeliling pembaringannya: "Dari surga aku tidak akan melupakan kalian, aku akan selalu berdoa untuk kalian". Dan hamba Tuhan ini menutup matanya untuk selama-lamanya.
Berita kematiannya menyebar dengan cepat. Umat mengabarkan berita kematiannya dengan berseru: "Bapa kaum miskin itu telah meninggal!!, Orang kudus itu telah meninggal!".
Hidupnya sebagai saksi Kristus telah menjadi inspirasi dan anugerah, terutama bagi kaum miskin dan suster-suster Baptistine yang kini telah menyebar dan berkarya di empat benua. Pada tanggal 7 Oktober 2001, Alfonsus di beatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Dalam Misa beatifikasinya paus menyatakan bahwa Beato Alfonsus Maria Fusco adalah teladan bagi para imam, model bagi para pendidik, dan pelindung bagi kaum miskin. Selanjutnya pada tanggal 16 Oktober 2016 ia dikanonisasi oleh Paus Fransiskus di Basilika Santo Petrus Roma.