diambil dari http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de 29 Januari 2016
Orang Lanjut Usia yang Aktif dan Mandiri
Di Jerman, kira-kira setiap orang keempat berusia
di atas 60 tahun. Disebabkan oleh angka kelahiran yang sudah lama
bertingkat rendah dan oleh usia harapan hidup yang terus meningkat
sejajar dengan itu, masyarakat Jerman mempunyai segmen orang lanjut usia
terbesar ketiga di dunia setelah Jepang dan Italia. Cara hidup
dan gaya hidup mereka pun telah banyak berubah dan mengalami
diversifikasi selama beberapa dasawarsa terakhir ini. Mayoritas orang
lanjut usia kini tinggal sendiri, terlibat aktif dalam masyarakat,
memelihara kontak dengan anak-anak dan keluarga, dan biasanya juga cukup
sehat untuk terus menjalankan kehidupan secara mandiri dan mengisi
waktu secara aktif. Dari segi keuangan, keadaan generasi tua cukup aman.
Setelah reformasi sistem asuransi purnakarya pada tahun 1957, para
penerima uang purnakarya lambat laun mencapai partisipasi penuh dalam
kesejahteraan umum. Kemiskinan pada usia tua memang belum hilang sama
sekali, akan tetapi risiko untuk jatuh miskin lebih kecil dibandingkan
pada kelompok usia lainnya.
Kini jarang ada keluarga yang mencakup tiga generasi dan tinggal serumah, namun hubungan emosional antara anak dewasa dan orang tua serta antara kakek-nenek dan cucu seringkali sangat erat. Pemerintah Federal telah melancarkan proyek contoh untuk semakin mempererat dan memperkuat hubungan antargenerasi. Dalam rangka itu kini telah didirikan “rumah multigenerasi” di hampir setiap distrik dan kota besar di Jerman. Di seluruh Jerman terdapat 15.000 orang yang berkegiatan di ke-500 rumah multigenerasi bersubsidi itu yang berfungsi sebagai tempat informasi, jaringan dan rujukan bagi konsultasi keluarga, pemeliharaan kesehatan, penanggulangan krisis dan perencanaan bantuan.
Kini jarang ada keluarga yang mencakup tiga generasi dan tinggal serumah, namun hubungan emosional antara anak dewasa dan orang tua serta antara kakek-nenek dan cucu seringkali sangat erat. Pemerintah Federal telah melancarkan proyek contoh untuk semakin mempererat dan memperkuat hubungan antargenerasi. Dalam rangka itu kini telah didirikan “rumah multigenerasi” di hampir setiap distrik dan kota besar di Jerman. Di seluruh Jerman terdapat 15.000 orang yang berkegiatan di ke-500 rumah multigenerasi bersubsidi itu yang berfungsi sebagai tempat informasi, jaringan dan rujukan bagi konsultasi keluarga, pemeliharaan kesehatan, penanggulangan krisis dan perencanaan bantuan.
Tata Nilai dan Kualifikasi Kaum Muda
Bagi pemuda-pemudi, kelompok acuan sosial pokok –
selain klik-klik anak sebaya yang semakin penting artinya – adalah
keluarga. Belum pernah begitu banyak orang muda – hampir separuh jumlah
pemuda berumur 24 tahun dan 27 persen dari pemudi sebaya – masih tinggal
di rumah orang tua mereka. Hampir semua responden dari kelompok umur 12
sampai 29 tahun mengaku memiliki hubungan sangat baik dan penuh
kepercayaan dengan orang tua mereka.
Salah satu sebab orang muda kini berada lebih lama
di lingkungan keluarga adalah semakin banyaknya orang muda yang tinggal
semakin lama dalam sistem pendidikan. Tingkat kualifikasi
mereka meningkat secara nyata. Secara keseluruhan, 45 persen dari
lulusan (kelompok usia 18-20 tahun) berhak masuk perguruan tinggi. Lebih
dari dua pertiga di antara mereka mulai berkuliah dalam jangka waktu
tiga tahun. Sekitar sepersepuluh meninggalkan sistem pendidikan tanpa
merampungkan pendidikan kerja. Kelompok bermasalah terutama meliputi
orang muda yang berasal dari lapisan masyarakat berekonomi lemah dan
dari keluarga migran.
Pada bagan golongan politik kiri-kanan secara
tradisional, posisi generasi muda – seperti biasa – sedikit lebih kiri
daripada penduduk seluruhnya. Namun sangat jarang ada yang mengambil
pendirian politik yang ekstrem. Sebaliknya terdapat kesediaan yang
sangat tinggi untuk aktif sebagai sukarelawan dan dalam kegiatan sosial.
Sekitar tiga perempat dari semua orang muda aktif di bidang sosial dan
lingkungan hidup. Mereka bekerja secara sukarela untuk orang lanjut usia
yang memerlukan bantuan, untuk pelestarian lingkungan dan binatang,
untuk orang miskin, migran dan penyandang cacat.
Yang terus meningkat pula ialah jumlah laki-laki dan
perempuan muda yang memilih menjalani Masa Karya Sukarela di bidang
sosial atau ekologi selama setahun – pada tahun 2009 jumlahnya mencapai
6.720 orang. Terlepas dari itu berlaku wajib militer umum bagi pemuda
selama sembilan bulan (kemungkinan besar masa dinas itu akan
dipersingkat menjadi enam bulan mulai tahun 2011). Pada tahun 2009 ada
68.000 laki-laki muda yang mulai menjalani masa dinas pokok pada
Bundeswehr. Orang yang, berdasarkan alasan hati nurani, menolak
melakukan dinas dengan senjata dan diakui sebagai penolak wajib militer
harus melakukan Dinas Sipil selama sembilan bulan. Dinas Sipil itu
membuka kemungkinan untuk mencari pengalaman di berbagai lingkungan
kerja di bidang sosial dan pelestarian lingkungan. Pada tahun 2009
terdapat 90.500 pemuda yang direkrut untuk Dinas Sipil.
Perempuan dan Laki-Laki dalam Dunia Kerja
Sama halnya dengan keadaan di negara lain dengan
tatanan masyarakat modern, persamaan hak untuk kaum perempuan yang
dituntut oleh undang-undang dasar telah mengalami perkembangan cukup
jauh. Di bidang pendidikan misalnya, anak perempuan tidak saja dapat
mengejar ketertinggalan terhadap anak laki-laki, melainkan malah sudah
mendahului mereka. Di antara peserta ujian akhir gimnasium – yaitu
sekolah lanjutan taraf tertinggi – terdapat 56 persen perempuan; andil
perempuan muda pada jumlah mahasiswa baru di perguruan tinggi mencapai
50 persen. Empat puluh dua persen dari gelar doktor diraih oleh
perempuan.
Semakin banyak perempuan mencari nafkah dalam pekerjaan. Sebagai salah satu dampak undang-undang tahun 2008 yang mengatur tunjangan dalam hal perceraian, kegiatan kerja menjadi semakin penting bagi kaum perempuan – memang hampir 70 persen di antara mereka bekerja. Namun sedangkan kebanyakan laki-laki bekerja purnawaktu, perempuan sering bekerja paruh waktu, khususnya mereka yang anaknya belum masuk sekolah. Dalam hal upah dan gaji pun masih tetap ada perbedaan cukup besar antara laki-laki dan perempuan. Tingkat gaji rata-rata dari perempuan yang bekerja purnawaktu hanya senilai 77 persen dari imbalan kerja rata-rata rekan laki-lakinya, dalam kelompok penerima gaji tertinggi bahkan hanya 73 persen. Biarpun perempuan kini semakin sering meraih posisi pimpinan dalam dunia kerja, halangan yang mereka hadapi dalam meniti karier masih cukup besar juga. Contohnya, hampir separuh di antara para mahasiswa, tetapi hanya sepertiga di antara karyawan ilmiah dan 17 persen saja di antara para profesor adalah perempuan.
Salah satu faktor penghalang bagi kenaikan posisi dalam pekerjaan ialah, jaringan tempat asuhan anak balita masih perlu dioptimalkan, dibandingkan dengan keadaan di negara Eropa lainnya. Perubahan yang terjadi dalam hal pembagian kerja rumah tangga antara perempuan dan laki-laki masih relatif kecil juga. Walaupun 80 persen di antara para ayah menyatakan ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak mereka, tetapi kaum perempuan, termasuk mereka yang bekerja, menyediakan waktu untuk mengasuh anak dua kali lipat banyaknya. Boleh dikatakan yang memanfaatkan fasilitas cuti asuhan anak hingga kini hanya kaum perempuan saja. Namun sejak berlakunya aturan tunjangan orangtua, (lihat halaman 147) jumlah ayah yang cuti sementara dari tempat kerja untuk mengasuh bayinya meningkat menjadi hampir 16 persen lebih. Akan tetapi mayoritas para ayah tersebut (70 persen) memilih tinggal di rumah selama dua bulan saja.
Dibandingkan dengan penempatan posisi pimpinan di dunia usaha, perempuan sudah lebih mapan di dunia politik. Dalam kedua partai politik besar, SPD dan CDU, hampir setiap anggota ketiga atau keempat adalah perempuan. Perkembangan menarik terjadi dalam keanggotaan Bundestag: Pada tahun 1980 hanya delapan persen anggota parlemen adalah perempuan, kini hampir 33 persen. Sejak tahun 2005 Angela Merkel menjadi perempuan pertama yang menjabat Kanselir Federal Jerman.
Semakin banyak perempuan mencari nafkah dalam pekerjaan. Sebagai salah satu dampak undang-undang tahun 2008 yang mengatur tunjangan dalam hal perceraian, kegiatan kerja menjadi semakin penting bagi kaum perempuan – memang hampir 70 persen di antara mereka bekerja. Namun sedangkan kebanyakan laki-laki bekerja purnawaktu, perempuan sering bekerja paruh waktu, khususnya mereka yang anaknya belum masuk sekolah. Dalam hal upah dan gaji pun masih tetap ada perbedaan cukup besar antara laki-laki dan perempuan. Tingkat gaji rata-rata dari perempuan yang bekerja purnawaktu hanya senilai 77 persen dari imbalan kerja rata-rata rekan laki-lakinya, dalam kelompok penerima gaji tertinggi bahkan hanya 73 persen. Biarpun perempuan kini semakin sering meraih posisi pimpinan dalam dunia kerja, halangan yang mereka hadapi dalam meniti karier masih cukup besar juga. Contohnya, hampir separuh di antara para mahasiswa, tetapi hanya sepertiga di antara karyawan ilmiah dan 17 persen saja di antara para profesor adalah perempuan.
Salah satu faktor penghalang bagi kenaikan posisi dalam pekerjaan ialah, jaringan tempat asuhan anak balita masih perlu dioptimalkan, dibandingkan dengan keadaan di negara Eropa lainnya. Perubahan yang terjadi dalam hal pembagian kerja rumah tangga antara perempuan dan laki-laki masih relatif kecil juga. Walaupun 80 persen di antara para ayah menyatakan ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak mereka, tetapi kaum perempuan, termasuk mereka yang bekerja, menyediakan waktu untuk mengasuh anak dua kali lipat banyaknya. Boleh dikatakan yang memanfaatkan fasilitas cuti asuhan anak hingga kini hanya kaum perempuan saja. Namun sejak berlakunya aturan tunjangan orangtua, (lihat halaman 147) jumlah ayah yang cuti sementara dari tempat kerja untuk mengasuh bayinya meningkat menjadi hampir 16 persen lebih. Akan tetapi mayoritas para ayah tersebut (70 persen) memilih tinggal di rumah selama dua bulan saja.
Dibandingkan dengan penempatan posisi pimpinan di dunia usaha, perempuan sudah lebih mapan di dunia politik. Dalam kedua partai politik besar, SPD dan CDU, hampir setiap anggota ketiga atau keempat adalah perempuan. Perkembangan menarik terjadi dalam keanggotaan Bundestag: Pada tahun 1980 hanya delapan persen anggota parlemen adalah perempuan, kini hampir 33 persen. Sejak tahun 2005 Angela Merkel menjadi perempuan pertama yang menjabat Kanselir Federal Jerman.
Tuntutan akan Mutu Hidup Berpasangan Meningkat
Bukan hanya cara hidup, sistem nilai dan
pendirian pokok di bidang moral pun bergeser terus. Kesetiaan terhadap
pasangan memang tetap dinilai penting. Akan tetapi norma hidup bersama
sampai mati sudah melonggar. Pada tahun 2008 misalnya, usia perkawinan
rata-rata pada waktu perceraian berjumlah 14,1 tahun. Sebaliknya
tuntutan akan mutu hidup berpasangan telah meningkat. Hal itu menjadi
salah satu penyebab bagi fakta bahwa hampir setiap perkawinan ketiga
yang diikat selama beberapa tahun terakhir ini diceraikan lagi. Yang
meningkat juga dalam rangka perkembangan tersebut ialah jumlah pasangan
yang hidup bersama tanpa menikah. Begitu pula jumlah orang sejenis
kelamin yang hidup berpasangan meningkat secara berarti. Menurut
undang-undang yang disahkan pada tahun 2001, orang seperti itu dapat
hidup bersama dalam status yang terdaftar di catatan sipil.
Khususnya di kalangan muda atau di antara orang yang gagal dalam perkawinan digemari “perkawinan tanpa surat
nikah”. Akibatnya, semakin banyak anak lahir di luar perkawinan: Hampir sepertiga dari angka kelahiran termasuk kategori itu. Dampak perubahan tersebut terlihat dalam bertambahnya jumlah “keluarga patchwork” serta orang tua tunggal: Sekitar seperlima dari semua keluarga dengan anak dikepalai oleh orang tua tunggal, umumnya seorang ibu.
Keadaan dalam keluarga serta model pendidikan yang dianut pun mengalami perkembangan. Hubungan antara orang tua dan anak sering kali baik sekali. Yang menjadi ciri hubungan tersebut umumnya bukan lagi pola pendidikan tradisional seperti kepatuhan dan ketergantungan, melainkan kesediaan berdialog, persamaan hak, perhatian, dukungan dan asuhan yang berorientasi kemandirian.
Khususnya di kalangan muda atau di antara orang yang gagal dalam perkawinan digemari “perkawinan tanpa surat
nikah”. Akibatnya, semakin banyak anak lahir di luar perkawinan: Hampir sepertiga dari angka kelahiran termasuk kategori itu. Dampak perubahan tersebut terlihat dalam bertambahnya jumlah “keluarga patchwork” serta orang tua tunggal: Sekitar seperlima dari semua keluarga dengan anak dikepalai oleh orang tua tunggal, umumnya seorang ibu.
Keadaan dalam keluarga serta model pendidikan yang dianut pun mengalami perkembangan. Hubungan antara orang tua dan anak sering kali baik sekali. Yang menjadi ciri hubungan tersebut umumnya bukan lagi pola pendidikan tradisional seperti kepatuhan dan ketergantungan, melainkan kesediaan berdialog, persamaan hak, perhatian, dukungan dan asuhan yang berorientasi kemandirian.
Keluarga Sebagai Lembaga Kemasyarakatan Penting
Dalam kehidupan di abad ke-21 pun, yang ditandai
oleh individualisasi dan mobilisasi, keluargalah yang tetap mempunyai
arti pokok bagi manusia. Keluarga tetap tergolong institusi sosial
terpenting. Untuk hampir 90 persen penduduk Jerman, keluarga memegang
tempat utama dalam prioritas pribadi. Di kalangan kaum muda pun,
keluarga dihargai tinggi: Dalam kelompok umur 12 sampai 25 tahun, 72
persen berpendapat bahwa keluarga diperlukan untuk hidup berbahagia.
Namun anggapan mengenai wujud keluarga, dan juga struktur keluarga itu sendiri telah mengalami perubahan besar berkenaan dengan pergantian sosial. Dahulu dalam keluarga tradisional golongan menengah, pasangan suami-istri yang hidup dalam perkawinan seumur hidup mengasuh beberapa
anak dengan pembagian peran yang tegas: Sang ayah bekerja untuk mencari nafkah, sang ibu mengurus rumah tangga. Pembagian tugas menurut “model pencari nafkah” ini masih tetap berlaku – misalnya di lapisan bawah masyarakat, di kalangan migran, atau untuk waktu terbatas selama anak-anak masih kecil. Namun model bentuk keluarga itu tidak lagi merupakan cara hidup yang diikuti kebanyakan orang.
Bentuk kehidupan bersama kian beragam. Sekarang orang jauh lebih bebas untuk memilih di antara berbagai bentuk keluarga, atau untuk hidup tanpa keluarga sama sekali. Perkembangan ini untuk sebagian besar terkait dengan persamaan hak dan dengan peran perempuan yang telah berubah: Kini sekitar 65 persen ibu-ibu bekerja, sedangkan keluarga menjadi lebih kecil. Lebih sering terdapat keluarga dengan anak tunggal daripada keluarga dengan tiga anak atau lebih. Yang terbanyak adalah keluarga dengan dua anak. Semakin sering orang hidup tanpa anak, sebagai pasangan atau sendirian. Pada tahun 2008, setiap perempuan kelima dalam kelompok usia 40-44 tahun tidak mempunyai anak.
Namun anggapan mengenai wujud keluarga, dan juga struktur keluarga itu sendiri telah mengalami perubahan besar berkenaan dengan pergantian sosial. Dahulu dalam keluarga tradisional golongan menengah, pasangan suami-istri yang hidup dalam perkawinan seumur hidup mengasuh beberapa
anak dengan pembagian peran yang tegas: Sang ayah bekerja untuk mencari nafkah, sang ibu mengurus rumah tangga. Pembagian tugas menurut “model pencari nafkah” ini masih tetap berlaku – misalnya di lapisan bawah masyarakat, di kalangan migran, atau untuk waktu terbatas selama anak-anak masih kecil. Namun model bentuk keluarga itu tidak lagi merupakan cara hidup yang diikuti kebanyakan orang.
Bentuk kehidupan bersama kian beragam. Sekarang orang jauh lebih bebas untuk memilih di antara berbagai bentuk keluarga, atau untuk hidup tanpa keluarga sama sekali. Perkembangan ini untuk sebagian besar terkait dengan persamaan hak dan dengan peran perempuan yang telah berubah: Kini sekitar 65 persen ibu-ibu bekerja, sedangkan keluarga menjadi lebih kecil. Lebih sering terdapat keluarga dengan anak tunggal daripada keluarga dengan tiga anak atau lebih. Yang terbanyak adalah keluarga dengan dua anak. Semakin sering orang hidup tanpa anak, sebagai pasangan atau sendirian. Pada tahun 2008, setiap perempuan kelima dalam kelompok usia 40-44 tahun tidak mempunyai anak.