diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 27472 Diterbitkan: 01 Mei 2014 Diperbaharui: 27 Ockober 2019
- Perayaan5 September
- Lahir26 Agustus 1910
- Kota asalSkopje – Albania, Kerajaan Ottoman, (Sekarang Republik Macedonia)
- Wilayah karyaIndia
- Wafat5 September 1997 di Calcutta, West Bengal, India - Sebab alamiah
- Venerasi20 December 2002 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II
- Beatifikasi19 Oktober 2003 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II
- Kanonisasi4 September 2016 oleh Paus Fransiskus
Kehidupan awal
Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup mawar" atau "bunga kecil" di Albania) lahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di di Skopje – Albania Kerajaan Ottoman, (Sekarang menjadi negara Republik Macedonia). Meskipun lahir pada tanggal 26 Agustus, ia menganggap 27 Agustus, hari ia dibaptis menjadi "ulang tahun"nya. Dia adalah anak bungsu dari sebuah keluarga di Shkodër, Albania, lahir dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya meninggal pada tahun 1919 ketika ia baru berusia delapan tahun. Setelah kematian ayahnya, ibunya membesarkannya sebagai seorang Katolik Roma yang saleh.
Sejak kecil Agnes sudah terpesona oleh cerita-cerita dari kehidupan misionaris dan pelayanan mereka di Benggala India. Pada usia 12 tahun, ia sudah merasa yakin akan pilihan hidupnya dan memutuskan untuk menjadi seorang biarawati. Pada usia delapan belas tahun, bulan September 1928, Agnes masuk Biara Suster-suster Loreto di Irlandia. Ia memilih nama Suster Maria Teresa sebagai kenangan akan Santa Theresia Lisieux. Namun karena salah satu biarawati disitu sudah memilih nama itu, maka Agnes memilih menggunakan ejaan Spanyol: Teresa.
Bulan Desember 1928, Sr Teresa berangkat ke India dan tiba di Kalkuta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan Kaul Pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr Teresa ditugaskan untuk mengajar di sekolah putri St Maria, Calcutta. Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan Kaul Kekalnya, dan menjadi “pengantin Yesus” untuk “selama-lamanya”. Sejak saat itu ia dipanggil Ibu Teresa. Ia tetap mengajar di sekolah St Maria dan pada tahun 1944 diangkat sebagai kepala sekolah.
Meskipun Teresa menikmati mengajar di sekolah, ia semakin terganggu oleh kemiskinan di sekitarnya. Kelaparan di Benggala 1943 membawa penderitaan dan kematian ke kota serta kekerasan sektarian antara umat Hindu dan Muslim pada bulan Agustus 1946 membuat kota itu hidup dalam keputusasaan dan ketakutan.
Konggregasi Misionaris Cinta Kasih
Pada tanggal 10 September 1946, Teresa mengalami "panggilan" saat bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya.
"Saya meninggalkan biara dan membantu orang miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini adalah sebuah perintah. Kegagalan akan mematahkan iman."
Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari Calcutta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Ibu Teresa menerima “inspirasi”, “panggilan dalam panggilan”-nya. Pada hari itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan cinta kasih dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya. Ibu Teresa lalu mengadopsi kewarganegaraan India dan menghabiskan beberapa bulan di Patna untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus.
Pada tanggal 21 Desember untuk pertama kalinya Ibu Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi keluarga-keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC. Setiap hari Ibu Teresa memulai hari barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Yesus dalam “mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”.
Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi seorang, para pengikutnya yang pertama. Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang yang "termiskin di antara kaum miskin". Teresa menulis dalam buku hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami keraguan, kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis dalam buku hariannya:
“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang penggoda... Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”.
Teresa mendapatkan izin dari Vatikan pada tanggal 7 Oktober 1950 untuk memulai sebuah kongregasi, yang kemudian menjadi Konggregasi Misionaris Cinta Kasih yang mempunyai misi untuk merawat orang–orang "yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan wabah kelaparan.
Pada tahun 1952, Ibu Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh pemerintah kota Kalkuta. Dengan bantuan para pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka masing-masing; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Sakramen minyak suci. "Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang hidupnya diperlakukan seperti binatang, mati seperti malaikat - dicintai dan diinginkan."
Ibu Teresa segera menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang menderita penyakit kusta, dan menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar (Kota Kedamaian). Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan beberapa klinik kusta yang terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan obat-obatan, perban dan makanan. Ibu Teresa merasa perlu untuk membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955, ia membuka Nirmala Shisu Bhavan, sebagai rumah perlindungan bagi para yatim piatu dan remaja tunawisma.
Pada tahun 1960-an, Konggregasi ini telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Ibu Teresa kemudian memperluas pelayanan konggregasinya di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster. Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970, konggregasi ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara baik di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 2007, Anggota Konggregasi Misionaris Cinta Kasih telah berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 5.000 biarawati di seluruh dunia, menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di 120 negara.
Melayani Dunia
Pada tahun 1982 saat puncak Pengepungan Beirut, Ibu Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina. Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia melakukan perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para pasien muda.
Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an, ia memperluas pelayanannya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya menolak Misionaris Cinta Kasih. Ia selalu tidak terpengaruh dengan kritik terhadap pendiriannya dalam melawan aborsi dan perceraian serta mengatakan, "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa, Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri." Ia mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah Gempa bumi Spitak 1988 dan bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri.
Ibu Teresa bepergian untuk membantu dan melayani penderita kelaparan di Ethiopia, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa di Armenia. Pada tahun 1991, Ibu Teresa kembali untuk pertama kalinya ke tanah airnya dan membuka Konggregasi Bruder Misionaris Cinta Kasih di Tirana, Albania.
Pada tahun 1996, ia menjalankan 517 misi di lebih dari 100 negara. Selama bertahun-tahun kemudian, Ibu Teresa mengembangkan Misionaris Cinta Kasih untuk melayani yang "termiskin dari yang miskin" di 450 pusat di seluruh dunia. Rumah Misionaris Cinta Kasih pertama yang ada di Amerika Serikat didirikan di South Bronx, New York. Pada tahun 1984, Konggregasi ini telah menjalankan 19 pusat pelayanan di seluruh Amerika Serikat.
Akhir Pelayanan
Ibu Teresa menderita serangan jantung ketika di Roma pada tahun 1983, saat mengunjungi Paus Yohanes Paulus II. Setelah serangan kedua pada tahun 1989, ia terpaksa harus memakai alat pacu jantung buatan. Pada tahun 1991, setelah berjuang melawan pneumonia saat ia berada di Meksiko, ia menderita masalah jantung lebih lanjut. Ibu Teresa menawarkan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih, tetapi para biarawati konggregasi dalam sebuah pemungutan suara yang rahasia, memilihnya untuk tetap menjabat. Ibu Teresa sepakat untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai kepala konggregasi.
Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun mengalami gangguan penyakit yang cukup parah, Ibu Teresa tetap mengendalikan kongregasinya serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada tahun 1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung dalam 610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia. Pada bulan Maret 1997, Ibu Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.
Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, hidup Ibu Teresa di dunia ini berakhir. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St. Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari berbagai kalangan dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk menyampaikan penghormatan terakhir mereka.
Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak dalam kereta yang sama yang dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi and Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Calcutta sebelum akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta kasih.
Ibu Teresa mewariskan teladan iman Kristiani yang kokoh, harapan yang tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa. Jawabannya atas panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku,” menjadikannya sebagai seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”, dan sebagai simbol cinta kasih kristiani di dunia ini.
0 comments:
Post a Comment