diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 4597 Diterbitkan: 15 Desember 2013 Diperbaharui: 31 Mei 2014
- Perayaan06 April
- LahirTahun 1192
- Kota asalRetinnes, Liège, Belgia
- Wafat5 April 1258 of natural causes
- BeatifikasiTahun 1869 oleh Paus Pius IX
St. Yuliana dilahirkan pada tahun 1192 di Retinnes, dekat Liège, Belgia. Ketika usianya lima tahun, kedua orangtuanya meninggal dunia dan ia bersama saudarinya - Agnes - diserahkan dalam asuhan Suster-suster Agustinian di Biara Gunung Cornillon. St. Yuliana mengalami kemajuan pesat. Ia suka sekali membaca tulisan-tulisan St. Agustinus dan St. Bernardus. Ia juga memiliki kasih yang berkobar kepada Santa Perawan Maria dan Sengsara Yesus, tetapi, teristimewa ia sangat mengasihi Yesus dalam Sakramen Mahakudus. St. Yuliana menerima jubahnya pada tahun 1206, saat usianya tigabelas tahun. Ia bertekad untuk membaktikan hidupnya demi melayani mereka yang sakit, teristimewa para penderita kusta yang dirawat di rumah sakit biara.
Ketika usianya enambelas tahun, St. Yuliana mulai mendapatkan anugerah penglihatan. Ia melihat bulan di langit; dan walau bulan bersinar terang gemilang, namun terdapat suatu noda hitam padanya! St. Yuliana tidak terbiasa melihat hal-hal yang demikian. Ia pikir, penglihatan tersebut hanyalah imajinasinya belaka, jadi ia berusaha melupakannya. Tetapi, penglihatan itu datang dan datang lagi. Merasa bahwa penglihatan tersebut berasal dari Tuhan, ia menceritakannya kepada Superior, Sr. Sapientia, namun tidak mendapatkan tafsirannya.
Akhirnya setelah lama berdoa dan bermatiraga, Yesus Sendiri menjelaskan makna penglihatan. Ia berkata :
“Engkau gelisah karena penglihatan itu. Sesungguhnya, Aku menghendaki agar ditetapkan suatu hari raya istimewa bagi Gereja Pejuang, sebab perayaan ini teramat penting, yaitu Hari Raya Sakramen dari Altar yang Mahamulia dan Mahakudus. Pada masa sekarang, perayaan akan Misteri ini hanya dilakukan pada hari Kamis Putih. Tetapi, pada hari itu, teristimewa Sengsara dan Wafat-Ku yang direnungkan. Sebab itu, Aku menghendaki suatu hari lain dikhususkan, di mana Sakramen Mahakudus dari Altar akan dirayakan oleh segenap umat Kristiani! Alasan pertama mengapa Aku menghendaki hari raya khusus ini adalah agar iman akan Sakramen Mahakudus diperteguh, terutama apabila orang-orang jahat menyerang misteri ini di kemudian hari. Alasan kedua adalah agar umat beriman diperkuat dalam mencapai kesempurnaan melalui kasih mendalam dan sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus. Alasan ketiga adalah agar supaya dengan hari raya ini dan dengan cinta kasih yang ditujukan kepada Sakramen dari Altar, silih dilakukan bagi penghinaan dan kurangnya rasa hormat terhadap Sakramen Mahakudus.”
Yesus juga menjelaskan bahwa bulan melambangkan Gereja yang begitu terang gemilang dengan berbagai macam perayaan. Noda hitam menunjukkan bahwa ada yang kurang, yaitu perayaan demi menghormati Sakramen Mahakudus secara khusus. Tuhan Yesus memberinya misi agar hari raya istimewa ini dirayakan oleh Gereja. Tetapi, St. Yuliana adalah seorang biarawati yang sangat sederhana, dan ia gemetar membayangkan misi yang harus diembannya. Selama bertahun-tahun St. Yuliana memendam rahasia ini. Ia melewatkan tahun-tahun yang berlalu dengan berdoa dan bermatiraga, menanti Tuhan memberinya perintah yang lebih tegas untuk memulai misinya.
Pada tahun 1230, St Yuliana dipilih sebagai Moeder Superior Biara Agustinian. Segera sesudah pengangkatannya, penglihatan tentang bulan dengan noda hitam datang kembali. Moeder Yuliana memutuskan untuk menceritakan rahasianya kepada seseorang yang dapat memberinya nasehat bijak.
Ada seorang rohaniwan dari Lausanne yang baik dan saleh di Liège bernama Yohanes. Ia memiliki cinta yang berkobar kepada Ekaristi Kudus. St. Yuliana mempercayakan penglihatannya kepada imam kudus ini sembari mohon untuk membicarakannya dengan para teolog bijak lainnya. Pastor Yohanes segera menceritakannya kepada beberapa teolog terpandang. Mereka menyukai gagasan hari raya baru demi menghormati Sakramen Mahakudus. Banyak uskup juga merestuinya.
Roger, pembesar yang bertanggung jawab atas biara, merasa sebal dengan kesalehan dan kekudusan St. Yuliana. Roger adalah seorang yang licik, yang memperoleh jabatan melalui persekongkolan dan suap. Ia menuduh St. Yuliana menggelapkan dana biara. Ia bahkan menghasut penduduk kota agar menuntut Moeder Yuliana diusir dari kota mereka. St. Yuliana melarikan diri ke tempat Beata Eva dari Liège, lalu ke sebuah rumah yang disediakan oleh Yohanes dari Lausanne. Uskup Robert de Thorate dari Liège memerintahkan agar kasus ini diperiksa, dan terbukti bahwa tuduhan-tuduhan itu palsu. St. Yuliana yang tak bersalah dikembalikan ke posisinya semula di biara, sementara Roger dipecat dari jabatannya.
St. Yuliana mengajukan gagasan hari raya demi menghormati Sakramen Mahakudus ke hadapan Uskup Robert de Thorete, kepada Dominikan Hugh yang terpandang - yang kelak menjadi duta paus di Nederland, dan kepada Jacques Pantaléon - Diakon Agung Liège, yang kelak menjadi Paus Urbanus IV. Bapa Uskup sungguh terkesan akan gagasan yang diajukan St. Yuliana, dan karena para uskup berhak menetapkan pesta-pesta di keuskupan mereka, maka ia mengadakan Sinode pada tahun 1246 dan menginstruksikan kepada segenap imam, baik projo maupun biarawan, agar mulai tahun berikutnya merayakan Pesta Sakramen Mahakudus. Sungguh sayang, uskup yang baik ini wafat tak lama kemudian, pada tanggal 16 Oktober 1246, sebelum sempat menyaksikan instruksinya dilaksanakan.
Hari Raya Sakramen Mahakudus untuk pertama kalinya dirayakan oleh para imam dan segenap umat beriman di Gereja St. Martin, Liège. Seorang biarawan muda bernama Yohanes diminta untuk menuliskan beberapa doa Ofisi baru untuk hari raya ini. Doa-doa Ofisi tulisannya didaraskan di Gereja St. Martin selama bertahun-tahun hingga saat St. Thomas Aquinas menuliskan Ofisinya yang terkenal.
Setelah Uskup Liège wafat, pada tahun 1247, Roger kembali berkuasa. Sekali lagi ia berhasil mengusir St. Yuliana. Biarawati kudus ini melarikan diri dan diterima di Biara Salzinnes di Namur. Henry II dari Luxembourg menyerang Namur dan membakar habis Biara Salzinnes. St. Yuliana melarikan diri lagi dan diterima di Biara Suster-suster Cistercian di Fosses. Ia melewatkan tahun-tahun terakhir hidupnya di Fosses sebagai seorang pertapa miskin dengan kesehatan yang rapuh hingga wafat pada tanggal 5 April 1258. St. Yuliana dimakamkan di Villiers.
Tampaknya St. Yuliana telah gagal dalam misinya; tetapi sesungguhnya tidak demikian. Misi yang diembannya terus berlanjut seturut misteri penyelenggaraan ilahi. Beata Eva, seorang biarawati pertapa dari St. Martin, melanjutkan apa yang telah dirintis St. Yuliana. B Eva ingat akan Diakon Agung dari Liège yang kini telah menjadi Paus Urbanus IV. Ia membujuk Uskup Henry Guelders dari Liège dan beberapa orang berpengaruh lainnya untuk menulis kepada Bapa Suci, mendesaknya menetapkan Hari Raya Corpus Christi (demi menghormati Sakramen Mahakudus) bagi Gereja semesta. Tetapi, Paus Urbanus, yang menyukai gagasan ini, sedang menghadapi berbagai kesulitan politik. Beberapa tahun lewat sebelum ia dapat memberikan perhatian penuh pada masalah ini.
Problem politik menyebabkan Bapa Suci harus mengungsi ke Orvieto. Sementara ia tinggal di sana, paus mendengar tentang Mukjizat Sakramen Mahakudus di Bolsena, suatu kota kecil tak jauh dari Orvieto. Bapa suci menginstruksikan akar dilakukan penyelidikan seksama terhadap mukjizat dan ia begitu terpesona ketika pengujian membuktikan bahwa mukjizat tersebut otentik. Segera ia memaklumkan agar suatu prosesi syukur yang istimewa dilangsungkan di Orvieto.
Lebih lanjut, Paus Urbanus IV meminta St. Thomas Aquinas untuk menuliskan teks-teks liturgi, doa, dan madah pujian yang sesuai bagi hari raya agung tersebut. Dipenuhi rahmat Tuhan, St. Thomas menghasilkan karya-karya yang dipandang sebagai masterpiece dalam Liturgi Katolik. Di antaranya adalah “Lauda Sion”, “Pange Lingua”, “O Salutaris”, dan “Tantum Ergo” yang masih didoakan serta dimadahkan hingga kini dalam Perayaan Ekaristi Kudus, Adorasi, Pentahtaan maupun Perarakan Sakramen Mahakudus. St. Thomas kemudian memohon kepada Paus Urbanus untuk segera memaklumkan Hari Raya Sakramen Mahakudus agar dirayakan di segenap Gereja Katolik di seluruh dunia.
Setahun kemudian, Paus Urbanus IV menerbitkan Bulla Transiturus pada tanggal 8 September 1264, di mana setelah mengagungkan kasih Juruselamat kita dalam Ekaristi Kudus, ia memaklumkan agar Hari Raya Corpus Christi dirayakan setiap tahun pada hari Kamis sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Bapa Suci juga memberikan banyak indulgensi bagi segenap umat beriman yang ambil bagian baik dalam Misa Kudus maupun Ofisi pada hari raya yang mengagumkan ini.
Wafat Paus Urbanus IV pada tanggal 2 Oktober 1264, tak lama sesudah diterbitkannya Bulla Transiturus, tampaknya menghambat penyebarluasan perayaan Corpus Christi. Di kemudian hari, Paus Klemens V (1305-1314) memberikan perhatiannya pada masalah ini dan dalam Konsili Vienne tahun 1311 ia menginstruksikan agar Hari Raya Corpus Christi dirayakan kembali. Paus Klemens menerbitkan suatu dekrit baru yang menegaskan dekrit yang dikeluarkan Paus Urbanus IV. Dalam masa Paus Yohanes XXII (1316-1334) - penerus Paus Klemens V - hari raya ini dirayakan dengan perarakan meriah dan pentahtaan Sakramen Mahakudus dalam monstrans.
Sejak tahun 1970, Hari Raya Corpus Christi atau Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dirayakan pada hari Minggu sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus.
0 comments:
Post a Comment