diambil dari https://lifestyle.kompas.com/read/2019/09/01/211820820
Editor Bestari Kumala Dewi
KOMPAS.com - Orang lanjut usia atau lansia biasanya memiliki kebutuhan khusus yang berbeda.
Apalagi, tak sedikit diantara mereka yang memiliki masalah kesehatan, yang memengaruhi mental dan perilaku. Bahkan, tak jarang hal tersebut membuat mereka bersikap seperti anak kecil.
Gangguan kesehatan mental pada lansia, termasuk depresi dan kecemasan akan memengaruhi lansia dalam melakukan berbagai tugas fisik.
Kondisi tersebut tentu akan menghambat rutinitas sehari-hari
Menurut psikolog Sani B Hermawan Psi, pada lansia kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah sudah berkurang. Fungsi luhurnya (indikator kesehatan mental) menurun. Sehingga, mereka memang mengalami kemunduran dalam hidupnya.
“Bahkan dalam pemikiran sehari-hari juga menurun. Kalau yang sudah tua sekali biasanya pelupa, bicara juga sering diulang-ulang,” kata Sani kepada Kompas.com.
“Pada kasus yang lebih parah, buang air kecil tak lagi di toilet. Atau muncul halusinasi.”
Dibutuhkan kesabaran
Menurut studi klinis, ada korelasi antara penuaan dan penurunan kognitif. Bukti menunjukkan, bahwa sel induk saraf yang terletak di daerah otak tertentu memiliki peran utama dalam fungsi kognitif seperti memori, pembelajaran, dan perilaku emosional.
Sel-sel induk saraf ini lah yang kemudian menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk belajar serta kinerja memori.
“Para lansia biasanya long term memory-nya bagus, short term memory-nya menurun. Karena itu, banyak lansia yang senang sekali membahas masa-masa dulu. Karena adanya regresi di otaknya,” lanjut Sani.
Untuk menghadapi hal tersebut, lingkungan perlu memahami karakter lansia. Dengan memahami kondisi lansia, akan lebih mudah memberikan support.
“Kita harus menyadari bahwa itu bukan keinginan mereka para lansia bersikap demikian, tapi karena adanya kemunduran dari sisi psikologis, psikis, dan mental. Kalau kita tidak memahami itu, tentu yang ada hanya rasa kesal saat menghadapinya,” ujar psikolog yang juga Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani.
“Menghadapinya memang harus dengan kesabaran. Paling gampang anggap itu bagian dari ibadah. Tempatkan diri kita di posisinya. Kita juga tentu ingin di-support dalam kondisi demikian,” tambah Sani.
Stres pada lansia
Dalam situasi tertentu, stres dan kecemasan adalah pertahanan alami dan insting tubuh kita. Penyebab stres bisa dari faktor eksternal ataupun faktor internal.
Jadi, ketika ada tekanan, tubuh akan merasakan bahaya dan melepaskan hormon stres ke dalam aliran darah yang kemudian meningkatkan detak jantung, pernapasan, dan proses lain yang menyiapkan tubuh kita untuk merespons dengan cepat. Reaksi alami ini juga dikenal sebagai respons stres.
Menurut penelitian, aktivasi jangka panjang dari respons stres dapat mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit.
Tak hanya itu, hal tersebut juga bisa meningkatkan risiko masalah kesehatan fisik dan mental.
Stres dan kecemasan pada lansia erat kaitannya dengan masalah fisik, seperti kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari atau munculnya berbagai masalah kesehatan lain, seperti penyakit arteri koroner.
Tak hanya itu, stres juga dikaitkan dengan penyakit Alzhaimer, memburuknya kanker, diabetes, penyakit jantung dan radang sendi, nyeri kronis, dan perubahan kognitif, seperti menurunnya daya ingat jangka pendek.
Meski tampak sepele mengatasi atau mencegah stres bukanlah hal mudah. Namun, selama kita berusaha untuk menghadapinya, tentu tak ada usaha yang sia-sia.
Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah stres pada lansia adalah mendorong mereka berpartisipasi dalam kegiatan komunitas atau pertemuan sosial, misalnya arisan, reuni dengan teman-teman sekolah, atau menjadi volunteer kegiatan sosial.
Aktivitas-aktivitas itu akan menurunkan kadar hormon stres dalam tubuh, sehingga kualitas hidup bisa lebih baik.
Sani mengatakan, sangat penting membiarkan para lansia melakukan kegiatan yang mereka suka. Ada yang suka bersih-bersih rumah, ada yang suka masak, ada yang suka berkebun, bahkan ada yang mengurus cucu.
Meski kelihatannya melelahkan, berikan mereka ruang untuk melakukan itu.
“Paling tidak saat melakukan aktivitas yang mereka suka, secara emosi mereka akan merasa bahagia. Bisa juga ajak makan bersama di restoran, jika tidak suka, bisa makan bersama-sama di rumah. Yang penting menyenangkan hatinya,” jelas Sani.
Berjalan-jalan di taman atau di luar rumah penting juga dilakukan secara rutin, untuk meningkatkan sirkulasi darah yang baik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka.
Namun jika kondisi stres memburuk dan tak lagi bisa ditangani orang sekelilingnya, segera minta bantuan pada psikolog atau psikiater.
“Salah satu tanda lansia perlu dibawa ke psikolog kalau dia selalu murung, ada perubahan perilaku, suka nangis sendiri, ini perlu dicek. Untuk kondisi lebih parah yang membutuhkan obat penenang, bisa ke psikiater,” pungkas Sani.
0 comments:
Post a Comment