diambil dari https://lifestyle.kompas.com/jeo
BAHAGIA tidak berarti berlimpah harta. Namun, terlunta-lunta pada masa tua juga jelas tidak bahagia. Ini terlepas dari konsep bersyukur atau tidak ya.
Pun, sehat fisik tak jadi jaminan bahagia. Meski, menua dengan kondisi fisik tak prima—apalagi tanpa ada dukungan sosial dan layanan kesehatan memadai—pasti bakal menyulitkan diri dan orang-orang di sekitar.
Buat orang Indonesia, dua paragraf di atas adalah tantangan besar. Padahal, itu juga baru simplifikasi alias penyederhanaan persoalan total.
Kenapa?
Secara demografi, postur penduduk Indonesia akan makin menua. Artinya, beberapa tahun lagi, jumlah warga negara senior alias para lanjut lansia (lansia) akan lebih banyak dibandingkan penduduk berusia produktif.
Situasi seperti yang diperkirakan bakal terjadi di Indonesia, sudah lebih dulu dialami Jepang. Jumlah lansia meningkat, angka harapan hidup bertambah, sementara angka kelahiran malah turun.
Gambaran kondisi Jepang saat ini dapat dilihat pada infografik di bawah ini:
Apa masalahnya?
Jajak pendapat Litbang Kompas pada awal Juli 2019 mendapati, lebih dari 44 persen responden menyatakan orangtua mereka tak punya cukup aset dan biaya untuk membiayai hari tuanya. Itu termasuk ketiadaan perencanaan keuangan hari tua.
Baca juga: Resep Kebahagiaan: Jiwa dan Raga di Usia yang Sama
Tidak heran kalau dalam keseharian kita mendapati banyak orangtua yang terpaksa masih harus bekerja. Entah karena tak mau merepoti anak-anaknya atau malah tak punya anak dan keluarga.
Ini juga dilematis. Usia bikin kondisi fisik tak selalu prima juga. Sudah begitu, tidak banyak lapangan pekerjaan yang memang secara khusus dirancang bagi para lansia.
Terlebih lagi, karakter umum warga lansia Indonesia adalah independen. Sungkan merepotkan anak-anaknya sendiri apalagi jadi beban.
Ada yang ngotot bekerja atau sebaliknya menurunkan gaya hidup dan konsumsi.
Terus kenapa?
Inilah yang kemudian memunculkan istilah generasi sandwich. Kita-kita yang muda ini, kalau pakai bahasa millenial, harus menanggung pula kehidupan para orang tua.
Sudah harus menyusuri jalan untuk kejayaan diri—yang lebih seringnya berjibaku memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari—, masih pula kudu menanggung hidup kerabat atau orangtua.
Data terkini, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), setiap 100 orang Indonesia berusia produktif harus menanggung pula 15 lansia.
Tantangan generasi sandwich juga cuma tak masalah keuangan. Ada seni tersendiri menghadapi lansia yang pada satu sisi tak mau merepotkan tetapi kondisi sudah berbeda. Bagi yang tak memahami, ini juga bisa bikin stres.
Nah, saat populasi menua, yang muda ini juga menua tanpa diikuti gelombang baru anak muda dalam jumlah sama apalagi lebih banyak.
Alhasil, tanpa persiapan sejak muda, masa tua bisa jadi persoalan tersendiri. Persiapan itu tak cuma soal keuangan, tetapi juga terkait kebugaran dan kesehatan mental.
Fakta mendapati 25 persen lansia masuk kategori frail atau sakit sehingga tak bisa lagi melakukan aktivitas seperti sebelumnya. Lalu, 61,6 persen punya satu atau dua penyakit tapi masih dapat beraktivitas.
Baca juga: Hanya 13,2 Persen Lansia di Indonesia yang Sehat
Meski demikian, masa tua leha-leha juga bukan waktu buat leha-leha semata. Kemunduran fisik malah bisa lebih nyata tanpa ada aktivitas yang juga terencana.
Simak pembahasan lengkap terkait aspek kesehatan lansia, dari fisik sampai psikis, di artikel JEO Tips Bugar Lansia, yang Anak Muda Perlu Bersiap Juga.
0 comments:
Post a Comment