diambil dari http://www.mirifica.net by
A. Gianto
on
Jendela Alkitab, Mingguan
HINGGA kini ketiga Injil Sinoptik (Matius, Markus,
dan Lukas) memperkenalkan Yesus terutama lewat ajarannya,
tindakan-tindakannya menyembuhkan orang sakit, termasuk mengeluarkan roh
jahat, dan peristiwa perbanyakan roti. Orang mulai bertanya-tanya,
siapa sebenarnya dia itu dan bagaimana ia mampu mengerjakan semua itu.
Semakin disadari bahwa dia lain dari orang-orang luar biasa lainnya.
Siapakah dia sesungguhnya? Dalam Mat 16:13-20 (Injil hari Minggu Biasa
XXI tahun A), Petrus menyuarakan kesadaran para murid bahwa Yesus itu
Mesias, anak Allah yang hidup. Penegasan ini barulah satu sisi saja
dalam pewartaan mengenai siapa sebenarnya Yesus. Sisi yang lain
menyangkut perjalanan ke arah penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus
yang juga disampaikan ketiga Injil Sinoptik langsung sesudah penegasan
akan kemesiasan Yesus. Kali ini petikan Injil Matius mengajak pembaca
mendalami sisi yang pertama. Hari Minggu berikutnya akan didalami sisi
yang lain.
Apa Yang Hendak Disampaikan?
Ketika itu memang terdapat pelbagai perkiraan di masyarakat mengenai
siapa Yesus itu. Di Kaisaria Filipi para murid diajak Yesus berbicara
mengenai pelbagai pendapat mengenai dirinya. Sudah matang saatnya para
murid dituntun mengenali siapa dia itu sebenarnya. Mereka telah
mendengar ajarannya, telah melihat perbuatannya, dan menyaksikan
kekuatannya. Kini tibalah waktunya memahami siapa dia itu.
Tentu saja mulai disadari bahwa Yesus yang mempesona dan diikuti
banyak orang ini ialah dia yang resmi ditugasi Allah dan kedatangannya
yang dinanti-nantikan banyak orang. Dialah Mesias yang diharapkan
membangun kembali umat Allah seperti dahulu kala. Dialah yang bakal
memimpin orang banyak makin mendekat kepada Allah sendiri. Di dalam
kesadaran orang banyak, Mesias ini ialah keturunan Daud yang akan
mengawali zaman adil dan damai. Dalam keagamaan Yahudi, gagasan Mesias
seperti ini disatukan dengan pengertian “Anak Manusia”, seperti
terungkap dalam penglihatan Daniel (Dan 7:13). Gereja Awal juga percaya
bahwa Yesus ialah tokoh ini.
Keyakinan di atas mau tak mau berhadapan dengan kenyataan bahwa Yesus
akhirnya mengalami penderitaan, ditolak oleh para pemimpin masyarakat
Yahudi yang sah (“tetua, imam kepala dan ahli Taurat” ialah tiga macam
anggota di dalam Sanhedrin, badan resmi masyarakat Yahudi) sampai
dihukum mati di salib. Namun demikian, nanti dengan pelbagai cara para
murid Yesus juga mengalami kebangkitan Yesus pada hari ketiga. Dan
pengalaman inilah yang membuat mereka percaya bahwa Yesus itulah sungguh
Mesias.
Rumusan penegasan Petrus yang disampaikan secara sederhana tapi tegas
dalam Mrk 8:29 “Engkaulah Mesias” mengungkapkan pokok kepercayaan yang
tumbuh dalam Gereja Awal. Bukan tanpa arti bila dalam ketiga Injil
Sinoptik pemberitahuan pertama mengenai penderitaan, wafat dan
kebangkitan didahului dengan penegasan Petrus mengenai siapa sebenarnya
Yesus itu. Penegasan ini kemudian dipertajam rumusannya oleh Matius dan
Lukas dengan cara mereka masing-masing. Menurut Mat 16:16, Petrus
berkata, “Engkaulah Mesias, anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16).
Matius menambahkan “anak Allah yang hidup” untuk menggarisbawahi
bahwa Allah sendirilah yang memilih Yesus sebagai pewarta kehadiran-Nya
di dunia. Matius juga bermaksud menjelaskan bahwa Mesias yang
dinanti-nantikan ini bukanlah pemimpin politik atau penguasa yang bakal
membangun kembali kejayaan Israel dengan kekuatan militer. Maklum di
kalangan Yahudi harapan akan Mesias politik ini amat kuat. Persoalan ini
tidak amat terasa dalam lingkungan Lukas yang bukan berasal dari
kalangan Yahudi. Mereka lebih berminat memahami apakah kuasa dan
kekuatan Yesus itu memang sungguh berasal dari Allah sendiri. Karena itu
ditandaskan dalam Luk 9:20 bahwa Mesias tadi “dari Allah”. Maksudnya,
Yesus datang dari Dia. Allah sendiri bertindak dalam diri Yesus untuk
membebaskan manusia dari kuasa-kuasa jahat, dari penyakit, dari
kekersangan batin. Menurut Lukas inilah yang membuat Yesus betul-betul
menjadi Mesias bagi semua orang.
Apa Arti “Anak Manusia”?
Ketika Yesus menanyai murid-muridnya apa kata orang mengenai siapa
“Anak Manusia” tampil jawaban yang bermacam-macam. Ungkapan “Anak
Manusia” dipakai merujuk pada diri Yesus. Dalam kesadaran orang Yahudi
pada zaman Yesus, ada kaitan antara tokoh yang dinanti-nantikan
datangnya sebagai Mesias dengan penglihatan dalam Dan 7:13 yang
menggambarkan tokoh yang mirip manusia (“tokoh “seperti anak manusia”)
yang datang mengarah menuju kepada Yang Mahakuasa dan mendapat kuasa di
bumi dan di langit dari-Nya.
Dengan memakai ungkapan itu Yesus hendak menampilkan dirinya yang
sesungguhnya. Ia tidak bertanya mengenai apa kata orang mengenai
ajarannya, mengenai tindakannya, mengenai kelakuannya. Ia ingin
mendengar bagaimana orang menerapkan siapa tokoh yang terarah kepada
Yang Mahakuasa itu, siapa “Anak Manusia” tadi. Para murid diajak
menengarai pelbagai pandangan yang ada mengenai dirinya: ia seperti
Yohanes Pembaptis, tokoh spiritual yang masih segar dalam ingatan orang,
juga bisa dibandingkan dengan Elia, seorang nabi besar yang diceritakan
telah naik ke langit dan tentunya akan kembali diutus Allah mendatangi
umat pada saat-saat mereka membutuhkan dampingan dan arahan, atau
seperti nabi Yeremia yang dikenal tak jemu-jemunya memperingatkan umat
dan para pemimpin agar tetap setia pada Allah di tengah penderitaan dan
mengajarkan kerohanian yang sejati dan bukan praktek luar-luar saja.
“Bagi Kalian, Siapa Aku Ini?”
Pendapat-pendapat itu tidak bisa dikatakan meleset. Walaupun
demikian, ada pemahaman yang dapat lebih menolong. Yesus menanyai Petrus
dengan ungkapan yang berbeda, “Tetapi apa katamu, siapakah aku ini?”
Tidak lagi ditanyakan apa kata orang, melainkan apa katamu. Juga tidak
lagi dipakai sebutan “Anak Manusia”, melainkan “aku”. Petrus kini tampil
sebagai wakil para murid yang kemudian mempersaksikan Yesus Kristus dan
meneruskan wartanya. Pertanyaan Yesus kepadanya bukan pertanyaan kepada
individu Petrus saja. Setelah menanyai para murid, pada ay. 15
disebutkan Yesus bertanya kepada “mereka” – yakni para murid tadi.
Terjemahan LAI “apa katamu” tidak amat jelas. Memang dalam bahasa
Indonesia “-mu” bisa berarti tunggal bisa pula jamak. Teks asli dalam
bahasa Yunani memakai kata “kalian” yang hanya bisa berarti jamak. Maka
pertanyaan tadi jelas ditujukan kepada para murid, begitu juga menurut
Injil Markus dan Lukas. Dalam situasi itulah Petrus tampil mewakili para
murid. Oleh karena itu, tak usah ditafsirkan bahwa di sini ada imbauan
untuk menumbuhkan jawaban iman yang digarap secara pribadi, bukan
rumus-rumus yang siap pakai saja. Memang iman yang dewasa dan kuat juga
semakin pribadi sifatnya. Tetapi tanya jawab dengan Petrus ini bukan ke
sana arahnya.
Jawaban Petrus juga mencerminkan pemahaman para murid. Memang
kemudian Matius secara khusus menyoroti Petrus. Setelah penegasan tadi,
pada ay. 17, Matius menambahkan episode Yesus menyebut Petrus berbahagia
karena pengetahuan tadi didapat bukan dari manusia melainkan dari Bapa
di surga. Kemudian dalam dua ayat berikutnya Simon disebut Yesus sebagai
batu karang dasar Gereja dibangun yang tak bakal terkalahkan oleh maut,
ia juga disebut pemegang kunci surga (Mat 16:18-19). Tambahan ini tidak
ada dalam Injil lain.
Batu Karang Dan Kunci Kerajaan Surga
Batu karang menjadi tempat berlindung dari hempasan ombak dan tempat
berpegang agar tak hanyut oleh arus-arus ganas. Dengan menyebut Petrus
sebagai batu karang, Yunaninya “petra”, ditandaskan bahwa ia bertugas
melindungi umat yang dibangun Yesus dari marabahaya yang selalu
menghunjam. Dikatakan juga bahwa alam maut (Yunaninya “hades”, Ibraninya
“syeol”) takkan bisa menguasainya, maksudnya takkan dapat mematikan
kumpulan orang yang percaya tadi.
Orang dulu membayangkan jalan ke alam maut sebagai lubang yang
menganga lebar. Seperti liang lahat yang besar. Semua orang mati pasti
akan ke sana dan tak ada jalan kembali. Satu-satunya cara untuk mencegah
agar orang tidak tersedot ke dalamnya ialah dengan menyumbatnya dengan
batu besar yang tidak bakal tertelan dan tak tergoyah. Petrus
digambarkan sebagai tempat Yesus mendirikan umat yang takkan terkuasai
alam maut.
Gambaran di atas dapat membantu mengerti mengapa kepada Petrus
diberikan kunci Kerajaan Surga. Bukannya ia dipilih menjadi orang yang
menentukan siapa boleh masuk siapa tidak, melainkan sebagai yang
bertugas menahan agar kekuatan-kekuatan maut tidak memasuki Kerajaan
Surga! Ia mengunci jalan ke surga dari pengaruh yang jahat. Apa yang
diikatnya di bumi, yang tetap dikunci di bumi, yakni jalan ke alam maut
akan tetap terikat dan tidak akan bisa merambat ke surga. Tak ada jalan
ke surga bagi daya-daya maut. Apa yang dilepaskannya di bumi, yakni
manusia yang bila dibiarkan sendirian akan menjadi mangsa lubang syeol
menganga tadi. Tidak amat membantu bila kata-kata itu ditafsirkan
sebagai penugasan Petrus menjadi “juru kunci gerbang surga” menentukan
siapa orang diperkenankan masuk dan dibiarkan di luar tidak peka
konteks. Malah tafsiran itu akan membuat warta Injil Matius kurang
terasa.
Bisakah gagasan kunci Kerajaan Surga dipakai sebagai dasar bagi
wibawa takhta apostolik Paus penerus Petrus? Tentu saja, asal dilandasi
dengan pengertian di atas. Bukan dalam arti juru kunci gerbang ke arah
keselamatan, membuka atau menutup akses ke surga, melainkan sebagai
penangkal kekuatan-kekuatan alam maut. Pernyataan itu memuat penugasan
melindungi umat, bukan pemberian kuasa menghakimi.
Salam asyik dari Refter Kanisius,
A. Gianto
Kredit Foto: https://www.google.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment