Monday, October 2, 2017
Mgr. Rubi Masih Seperti Rm. Rubi Dulu
"Monsinyur, biasanipun sing rawuh mung telung atus seketan, lho" (Monsinyur, biasanya yang datang hanya 350an orang, lho) kata Rm. Bambang kepada Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Semarang, yang duduk di bagian terdepan sebelah selatan altar. Rm. Bambang lalu berkata kepada para peserta acara "Iki merga kuwi, ta?" (Ini semua karena itu, ta?) sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Mgr. Rubi sehingga para peserta tertawa terbahak-bahak. Sebenarnya beberapa kelompok pendaftar telah berpamitan karena ada acara. Dengan demikian jumlah pendaftar hanya akan berkisar 380 orang. Akan tetapi dari 425 buah kursi yang disediakan yang kosong tak ada 10. Padahal, kata Mas Handoko, salah satu relawan Domus Pacis, ada juga beberapa peserta yang berdiri karena terlambat datang. Orang-orang kembali tertawa ngakak ketika Rm. Bambang bilang kepada Mgr. Rubi "Jan-jane sing mboten biasa dados peserta niku mangke mesthi ajeng selvi-selvian kalih njenengan" (Sebetulnya yang tak biasa datang itu nanti pasti akan berfoto ria selvian dengan Anda).
Itu adalah suasana ketika Novena Domus hari Minggu 1 Oktober 2017 dibuka. Pada hari itu yang hadir menyumbang pembicaraan dalam rangka pendampingan kaum tua dan lansia adalah Mgr. Rubi. Beliau hadir dengan mengetengahkan wawasan untuk tema GAMBIRA NADYAN RA MUDHENG PERKEMBANGAN GREJA (Gembira walau tak paham akan perkembangan Gereja). Suasana pembicaraan sungguh segar peuh humor. Mgr. Rubi memang seorang pembicara yang mampu tampil merakyat. Beliau kalau berbicara di muka umat selalu dengan bahasa lugas campur humor-humor. Beliau mengetengahkan tentang pastoral atau penggembalaan yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Setiap orang beriman dalam Gereja terpanggil untuk terlibat dalam tritugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja. Memang kaum tertahbis memiliki tugas khusus. Untuk masa kini, dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK), orang harus memanfaatkan informasi, tekhnologi, dan komunikasi untuk warta kebaikan. Sekalipun sudah tua harus berani terbuka dan belajar semampunya.
Mgr. Rubi menyampaikan pembicaraan selama 1 jam. Satu jam berikutnya beliau menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari para peserta. Beberapa hal yang ditanggapi adalah: 1) cara bersikap dan berperilaku terhadap warga yang meninggalkan Gereja; 2) peranan Roh Kudus dalam masing-masing warga; 3) sikap menghadapi situasi politik masa kini; 4) praktek tanda salib; 5) kesulitan mengajak warga terlibat dalam Gereja. Uskup memang menjadi daya tarik khusus sehingga ketika misa yang beliau pimpin selesai, para peserta antri memberi salam dan tak lupa berfoto bersama juga. Bahkan ketika selesai makan siang dan akan meneruskan perjalanan ke Paroki Jombor, bapak Uskup masih harus melayani foto bersama dengan para relawan-relawati. "Pripun novenane?" (Bagaimana acara novenanya?) Rm. Agoeng, yang pernah tinggal di Domus Pacis dan kini menjadi Pastor Paroki Wates, bertanya lewat SMS yang dijawab oleh Rm. Bambang "Gayeng. Mgr. Rubi taksih kados Rama Rubi riyin" (Meriah. Mgr. Rubi masih seperti Rm. Rubi dahulu).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment