“Ini gimana, ta? Kok tak pakai tanda
salib?” seorang imam berbisik kepada teman imam yang duduk di sampingnya ketika
sedang mengikuti Misa Harian. Imam yang memimpin ketika memulai langsung
memberikan pengantar dan langsung masuk ke “Saya mengaku ...” Sebenarnya
jalannya Misa banyak tersendat. Dan ketika sampai pada ritus penutup tanpa
berkat sang pemimpin mengatakan “Marilah kita pergi, kita diutus”. Dalam
suasana seperti itu imam yang berbisik itu berkali-kali menggerutu. Dan apa
yang dikatakan temannya? “Ecclesia
supllet”, yang artinya Gereja melengkapi. Di dalam Hukum Gereja Katolik itu
berarti kesalahan bahkan dosa seorang imam tidak membuat pelayanan sakramen
tidak sah.
Peristiwa di atas terjadi di antara rama
tua yang tinggal di rumah tua. Memang, ada rama yang sebenarnya sudah mengalami
banyak disorientasi sehingga kalau memimpin misa selalu ada kekurangan bahkan
secara liturgis kesalahan. Yang lucu adalah yang kerap gelisah karena ada kesalahan
dalam Misa. Pada suatu hari dia mendapatkan giliran memimpin misa. Pada saat
memimpin dia marah karena merasa terganganggu oleh ulah salah satu teman imam.
Teman itu setiap kali mengangkat lengan hanya sampai bahu. “Ada apa?” sang
pemimpin Misa tanya. Tetapi teman imam hanya mengangkat lengan sampai bahu. Dia
tidak mengatakan apapun. Maklumlah, kondisinya membuat dia tidak mampu bersuara
dengan volume memadahi. Ulahnya berhenti kala mendapatkan bisikan “Ecclesia supplet” dari imam yang sama
seperti di atas.
Imam, yang selalu menenangkan
teman-teman yang gelisah melihat kekeliruan dalam Misa dengan jurus “Ecclesia supplet”, memang masih segar
dalam memimpin misa walau sudah masuk golongan lansia. Tetapi pada suatu saat ketika makan
bersama dia berkata “Mengapa tadi tidak ada Doa Syukur Agung dalam Misa? Sesudah
Kudus-kudus langsung Bapa Kami”. Salah satu imam yang sulit berbicara berkata “Soale njenengan wau saré” (Masalahnya,
tadi Anda tertidur). Kemudian terdengarlah suara salah seorang teman imam “Ec-cle-sia Sup-plet”.
0 comments:
Post a Comment