Sebagaimana tercetak pada Warta PAK FMIPA USU Edisi Desember 2010
Perumpamaan pokok anggur yang benar ini disampaikan Yesus kepada murid-murid-NYa (minusYudas) pada suatu malam sebelum Paskah sehabis mereka makan bersama (Yoh 13:1-2). Yudas pada saat itu tidak ikut lagi karena ia meninggalkan mereka setelah diperingatkan oleh Yesus (lihat Yoh 13:30). Lokasi peristiwa ini tidak diketahui secara pasti, namun, jika mengacu pada Yoh 14:31, diperkirakan terjadi dalam perjalanan mereka dari ruang makan menuju (ada yang menafsirkan) taman Getsemani, tempat Yesus ditangkap. Tidak lama setelah peristiwa ini terjadi (mungkin dalam hitungan jam), Yesus ditangkap di taman itu. Jadi, bagian ini adalah satu dari beberapa pesan terakhir Yesus kepada murid-murid-Nya (Lih. Yoh 14: 30). Dan, pesan-pesan terakhir biasanya mengandung sesuatu yang sangat penting untuk diingat atau dilakukan oleh orang yang ditinggalkan. Apakah pesan terakhir Yesus ini juga demikian? Apa saja dan seberapa pentingkah pesan itu? Itulah beberapa pertanyaan yang akan dibahas dalam artikel ini.
Biasanya Yesus memulai perumpamaan (sebagian penafsir mengatakan ini bukan sebuah perumpamaan, melainkan sebuah ilustrasi) dengan kalimat seperti: “Hal kerajaan sorga itu seumpama….”, atau: “Adalah seorang….” Kali ini Yesus menggunakan cara yang agak berbeda. Dia memulainya dengan kalimat “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-kulah pengusahanya.” Masih berbeda dengan perumpamaan-perumpamaan lain yang biasanya dimulai dengan sebuah cerita kemudian dilanjutkan dengan artinya, perumpamaan ini menempatkan cerita dan artinya secara silih berganti. Mengapa Yesus memakai cara yang agak berbeda? Tidak diketahui dengan pasti. Namun, paling tidak ini bisa menunjukkan adanya kekhususan perumpamaan ini dibanding dengan perumpamaan yang lain, kekhususan yang sepertinya mengharapkan perhatian khusus juga dari kita.
Yesus mengatakan: “(1) Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-kulah pengusahanya. (2) Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah”. Yesus menggunakan beberapa kata benda dan kata kerja di sini, yaitu pokok anggur, pengusaha (tukang kebun), ranting, (ber) buah (banyak), dipotong dan dibersihkan. Saya yakin ucapan pembuka Yesus ini segera menghasilkan sebuah gambaran mental dalam diri para murid, yaitu gambaran sebuah kebun anggur dengan pokok-pokok anggurnya berikut seorang tukang kebun yang sedang merawat pokok anggur tersebut. Ini dimungkinkan karena mereka paham betul dengan kegiatan berkebun anggur; mereka hidup di daerah yang banyak ditumbuhi oleh pokok anggur dan di daerah yang penduduknya banyak berprofesi sebagai petani anggur. Lagipula, Tuhan telah seringkali menggunakan istilah pokok anggur dan petani anggur di Perjanjian Lama. Yesaya 5: 1- 7, misalnya, memaksudkan pokok anggur sebagai bangsa Israel dan Yeremia 2: 21 menyatakan bahwa Tuhan adalah Penanam pokok anggur. Jadi, ilustrasi tentang pokok anggur bukanlah hal yang baru bagi orang Israel, termasuk bagi murid-murid Yesus. Yang dapat membuat penasaran para murid pada titik ini agaknya adalah proses pertukaran (asosiasi) kata ranting. Yesus sudah menukarkan diri-Nya dengan pokok anggur dan Bapa dengan pengusahanya (tukang kebunnya). Lalu, bagaimana dengan ranting? Siapa atau apa yang akan diasosiasikan oleh Yesus dengan kata itu? Mengapa Yesus tidak segera mengasosiasikan kata itu?
Rasa penasaran murid-murid itu ternyata tidak segera dijawab oleh Yesus. Malahan, Yesus pindah ke topik ‘baru’ dengan mengatakan, “(3) Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. (4a) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu….” Meskipun tidak langsung memberikan jawaban atas rasa penasaran murid-murid-Nya, dalam kalimat ini Yesus secara perlahan membawa mereka kepada pengasosiasian ranting itu melalui penggunaan kata bersih. Kata bersih ini menggiring para murid untuk mengaitkan kalimat “ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya” (ayat 1)” dengan kalimat “kamu memang sudah bersih” (ayat 3). Sampai di sini, para murid mungkin sudah menduga bahwa Yesus akan mengasosiasikan ranting dengan diri mereka. Dugaan itu ternyata tidak meleset karena di ayat-ayat berikutnya Yesus membenarkan hal itu: “(4b) Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5a) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya….” Jelaslah sudah bagi para murid bahwa merekalah yang dimaksudkan Yesus sebagai ranting.
Apa yang menarik tentang ranting? Banyak sekali. Ranting memiliki kemiripan yang sempurna dengan pokok; sifat alamiahnya persis sama seperti pokok. Bedanya cuma pokok itu besar, kuat dan sumber kekuatan, sedangkan ranting itu kecil, lemah dan selalu butuh kekuatan dari pokok. Ranting itu ada untuk satu alasan saja, yaitu untuk menghasilkan (lebih tepatnya untuk tempat bergantung) buah. Keberhasilan sebuah ranting dilihat dari apakah ada buah atau tidak di ranting itu. Ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri. Ranting bergantung sepenuhnya kepada pokok; ia harus menyatu dengan pokok agar bertahan hidup dan menghasilkan buah.
Apa maknanya ini bagi kehidupan murid-murid, bagi orang percaya dan bagi kita? Artinya adalah kita memiliki kemiripan dengan Yesus yaitu ketika Ia meyelamatkan kita dan memberikan kepada kita Roh-Nya yang kudus. Maksudnya adalah kita harus menyadari bahwa kita adalah bagian dari sifat ilahi dan dipanggil untuk hidup seperti Kristus. Kita ada dan diselamatkan hanya untuk satu alasan, yaitu untuk menghasilkan buah; tidak ada alasan lain. Jika kita tidak menghasilkan buah, kita tidak berguna. Maknanya adalah Yesus itu kuat dan sumber kekuatan, sementara kita lemah dan selalu butuh kekuatan dari Dia. Kita tidak dapat berbuah dari diri kita sendiri; kita tidak dapat berbuat apa-apa tanpa tinggal di dalam Dia. Kita harus menyatu dengan Yesus agar buah dapat dihasilkan. Tujuan hidup yang dirancang Tuhan untuk kita adalah menjadi ranting yang menghasilkan buah, tidak lebih dan tidak kurang. Peran yang diminta dari kita hanyalah tetap tinggal di dalam Kristus.
Yesus juga mengatakan beberapa hal tentang ranting: ada ranting yang tidak berbuah, ada ranting yang berbuah (sedikit), dan ada ranting yang berbuah banyak. Perlakuan yang disiapkan oleh Bapa untuk ketiga jenis ranting itu berbeda-beda. Ranting yang tidak berbuah dipotong (dibuang) karena tidak ada gunanya. Ranting yang berbuah sedikit dibersihkan agar ia berbuah lebih banyak. Kepada ranting yang telah berbuah banyak dijanjikan bahwa apa saja yang dikehendakinya akan diterimanya.
Khusus tentang perlakuan membersihkan ranting yang berbuah sedikit, dalam tulisannya, The True Vine, Rev. Dr. Andrew Murray (1828-1917) mengatakan bahwa tukang kebun membersihkan ranting tidak hanya dari duri, rumput liar atau apa saja yang dapat menghalangi pertumbuhannya. Tetapi, ia juga akan memotong pucuk ranting yang panjangnya berlebih akibat proses dari tahun sebelumnya. Dengan kata lain, ia membuang sesuatu yang berasal dari dalam diri ranting itu sendiri; ia memotong sebagian dari ranting yang sehat! Alasannya sederhana saja, yaitu untuk menghemat bahan makanan. Pucuk-pucuk yang panjang itu akan menyerap lebih banyak makanan yang dipasok oleh pokok. Dengan dipotongnya ranting yang berlebih, diharapkan makanan akan lebih banyak tersalur untuk proses pembuatan buah yang akhirnya akan memungkinkan dihasilkannya buah yang lebih banyak. Dalam prakteknya di kebun, ranting-ranting itu sering kali harus dipotong sepanjang 20-30 cm sehingga hanya tersisa sekitar 3-6 cm ranting, cukup untuk menahan buah.
Pelajaran ini sangat berharga bukan? Tidak hanya dosa yang dimaksudkan Tuhan untuk dibersihkan dari dalam diri kita, tetapi juga termasuk kegitan kerohanian yang tidak lagi produktif. Maksudnya adalah kita harus berkembang dengan karunia-karunia yang telah diberikan oleh Tuhan. Kita tidak boleh berhenti dan berpuas diri dengan buah-buah tahun lalu. Kita diingatkan untuk tidak terlena dengan ‘panjang dan sehatnya ranting’ kita karena ternyata itu bisa menghalangi kita berbuah banyak. Berilah diri dibersihkan oleh Firman Tuhan sebab firman Tuhanlah yang mampu membersihkan kita, seperti kata Yesus, “(3) Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.”
Yesus berkata, “(5b) Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. (6) Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” Di sini Yesus berbicara tentang (ber) buah dan prasyarat untuk berbuah banyak. Apakah buah itu? Seberapa banyak buah yang dimaksud? Apa maksudnya tinggal di dalam Kristus? Buah adalah sesuatu yang dihasilkan (ditahan) oleh ranting. Buah itu enak rasanya, bergizi dan menyehatkan. Buah itu dapat menyembuhkan penyakit bahkan menyelamatkan nyawa orang. Buah bukan untuk digunakan oleh pokok atau ranting, melainkan untuk dikumpulkan dan dibawa oleh pemiliknya, yang selanjutnya untuk dinikmati oleh orang lain yang membutuhkan.
Apa artinya ini dalam kehidupan kita dan bagaimana kita bisa menunjukkan buah? Jika kita lanjutkan membaca Firman Tuhan pada Yohanes 15 : 9 -17, Yesus dengan gamblang memberikan perintah untuk saling mengasihi. Cara penyampaiannya yang mirip sekali dengan perumpamaan tentang pokok anggur yang disampaikan Yesus sebelumnya, membawa kita kepada penafsiran bahwa buah yang dimaksud Yesus di sini adalah (salah satunya) kasih. Jadi, Kita diperintahkan untuk saling mengasihi dan membagikan kasih itu kepada orang yang membutuhkan. Dalam usaha menafsirkan Firman Tuhan, Lutheran berprinsip bahwa kita harus menggunakan Firman Tuhan untuk menafsirkan Firman Tuhan. Ini berarti, kita dapat menafsirkan kata buah ini dengan buah-buah Roh yang terdapat dalam Galatia 5: 22-23, yaitu sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Karunia, bakat atau talenta yang diberikan Tuhan kepada kita secara individu juga dapat termasuk ke dalam kategori buah ini.
Banyak orang yang tersesat secara rohani dan akan segera mati jika mereka tidak mendapat buah anggur surgawi. Dari kita diharapkan dihasilkan buah anggur surgawi untuk Bapa berikan kepada mereka. Keselamatan yang telah dianugerahkan kepada kita tidak ditujukan untuk kita konsumsi sendiri, tetapi untuk kita bagikan kepada orang lain selama kita hidup di bumi ini. Seberapa banyak buah yang diharapkan dari kita? Alkitab berbahasa Inggeris versi King James menerjemahkan berbuah banyak dengan much fruit, bukan many fruits. Ini berarti kata banyak mengacu kepada kualitasdan bukan kuantitas. Kualitas buah kita harus tinggi dan memberi pengaruh yang luas terhadap lingkungan sekitar kita. Kita diingatkan untuk tidak menghitung dan berpuas diri dengan jumlahkarunia yang dianugerahkan kepada kita, tetapi diperintahkan untuk mengoptimalkan karunia apapun yang telah dipercayakan kepada kita. Dengan begitulah kita menjadi berbuah banyak.
Tinggal di dalam Kristus adalah syarat yang harus dipenuhi oleh ranting agar ia menghasilkan buah yang banyak. Tanpa tinggal di dalam Kristus, sampai kapanpun ranting tidak akan pernah berbuah! Frase barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia mengandung arti bahwa Yesus akan tinggal di dalam kita hanya jika kita tinggal di dalam Yesus. Hukum “jika A maka B” berlaku pada frase ini. Jika kita tinggal di dalam Dia, maka Dia di dalam kita. Selain itu, tinggallah di dalam Aku adalah sebuah perintah, bukan ajakan atau saran. Ini berarti kita wajib mematuhinya dan kita berdosa jika kita mengabaikannya.
Alkitab berbahasa Inggeris versi King James menggunakan frase if a man abide not in me di ayat 6 (Alkitab berbahasa Indonesia menggunakan frase barangsiapa tidak tinggal di dalam aku). Selain dengan terjemahan barangsiapa tidak tinggal di dalam aku, frase itu juga dapat diterjemahkan dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu barangsiapa tinggal tidak di dalam Aku. Terlihatkah beda arti keduanya? Terjemahan yang kedua ini membantu kita mengerti bahwa ada keadaan dimana kita tinggal diam di dalam sesuatu yang lain selain Kristus. Di jaman ini, mungkin kita bisa melihat dengan jelas bagaimana orang percaya tidak lagi tinggal di dalam Kristus, tetapi tinggal di dalam ‘pokok’ yang lain seperti uang/harta, jabatan/karir, status sosial, dll. Orang yang demikian dipastikan oleh Yesus tidak akan didiami-Nya dan dijamin akan tidak berbuah, dibuang, kering dan dibakar. Kedua terjemahan di atas memperkaya pengertian kita akan ayat ini. Kita diperintahkan untuk mempercayai dan mematuhi Tuhan (tinggal di dalam Tuhan) dan diperintahkan untuk tidak menyandarkan diri pada ilah-ilah lain (tinggal tidak di dalam Aku). Kita mesti bergantung dan bersandar kepada Tuhan saja, dan bukan yang lain. Hanya ketika ini dilakukan, maka keadaan Aku di dalam kamu terpenuhi. Banyak orang percaya berseru-seru agar mereka dipenuhi oleh Allah namun tetap saja gagal karena mereka tidak berhasil memelihara keadaan tinggal di dalam Kristus. Abide in me berarti tinggal, diam dan bertahan di dalam Tuhan.
Yesus mengatakan, “(7) Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan Firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Ini adalah sebuah jaminan surgawi yang sering kita abaikan dan tidak kita percayai. Di sini, sekali lagi Yesus menggunakan hukum “Jika A maka B”, hukum yang mengisyaratkan sebuah keniscayaan. Ada kepastian di dalamnya. Urutannya adalah sebagai berikut: “kamu tinggal di dalam Aku” maka “firman-Ku tinggal di dalam kamu’ maka “kamu akan menerima apa yang kamu kehendaki”. Jadi, apabila kita ingin apa saja yang kita kehendaki dikabulkan oleh Tuhan, syaratnya hanya satu, yaitu Tuhan harus dalam keadaan tinggal di dalam kita. Untuk membuat Tuhan dalam keadaan tinggal di dalam kita, syaratnya juga hanya satu, yaitu kita harus dalam keadaan tinggal di dalam Dia. Sederhana sekali konsepnya bukan?
Mudah dipahami konsepnya, tetapi sulit sekali mematuhinya. Itulah kita. Mungkin kita perlu belajar dari anak-anak kecil dalam hal kepatuhan ini. Mereka cenderung patuh oleh karena satu hal: kesederhanaan berpikir. Mungkin inilah sebabnya mengapa Yesus suka kepada anak-anak kecil. Mereka bertanya, bertanya lagi, bertanya terus kepada orang tua mereka dan mereka mengerti. Ketika mereka mengerti, mereka kemudian patuh. Itulah kesederhanaan. Tidak ada kerumitan berpikir. Mereka berpikir keras untuk mengerti jawaban orang tuanya (yang biasanya tidak mampu memberikan jawaban sederhana sehingga mereka anak-anak harus bertanya berulang-ulang), tetapi mereka tidak berpikir rumit. Kita sebaiknya selalu bercermin kepada anak-anak kecil itu: berpikir keras tetapi tidak berpikir rumit.
Jadi, jika urutan di atas telah terpenuhi (kita tinggal di dalam Tuhan à Tuhan tinggal di dalam kita), maka kita akan menerima dari Tuhan apa saja yang kita kehendaki. Namun, jangan sampai kita keliru tentang jaminan Tuhan ini. Kata apa saja harus dipahami secara hati-hati. Ketika Tuhan tinggal di dalam diri seseorang karena dia telah tinggal di dalam Tuhan, maka ketika itulah kerjasama antara Roh Tuhan dan rohnya dimungkinkan terjadi. Kerjasama itu akan melahirkan keinginan atau kehendak yang baru dalam diri orang itu. Kehendak yang baru ini tidak lagi ditujukan demi kesenangan pribadi dan kedagingannya, tetapi berupa keinginan untuk kesenangan Tuhan. Pada keadaan demikian, permohonan yang terucap dari diri seseorang adalah keinginan agar Tuhan menambahkan berkat-berkat dan karunia-karunia (jasmani dan rohani) yang diperlukan untuk memungkinkan dia menjadi orang yang berbuah banyak. Permintaan yang demikianlah yang dijamin oleh Tuhan untuk dikabulkan ketika Dia berkata dalam ayat 7: ‘apa saja yang kamu kehendaki’. Ini jugalah alasannya mengapa Yesus tidak berhenti di ayat 7, tetapi meneruskan pengajarannya dengan ayat 8, “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” Seseorang yang tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam dia akan selalu rindu untuk memuliakan Bapa dan menunjukkan status kemuridannya melalui berbuah banyak. Kerinduan yang kuat untuk bisa berbuah banyak inilah yang selalu menjadi dasar permintaan-permintaannya.
Sebagai penutup, perumpamaan ini begitu sederhana tetapi sangat kaya makna. Rahasia bertumbuh secara rohani dan hidup bahagia ada di dalam perikop ini. Kata kuncinya menurut saya adalah pada kata ranting dan tinggal di dalam Kristus. Kata ranting menjelaskan alasan dan tujuan kita diciptakan dan diselamatkan oleh Tuhan. Steven R. Covey dalam bukunya “The 7 Habits of Highly Effective People” dan Rick Warren dalam bukunya “The Purpose Driven Life” mengatakan bahwa tujuan hidup harus dimiliki oleh seseorang untuk kehidupan yang berarti dan efektif dan bahwa setiap sikap atau tindakan seseorang ditentukan oleh tujuan hidupnya. Tujuan hiduplah yang menggerakkan seseorang. Yesus mengetahui ini dan oleh karenanya Dia ingin kita memiliki tujuan hidup yang benar. Yesus menegaskan bahwa tujuan hidup yang dirancangkan untuk kita sejak semula adalah seperti tujuan sebuah ranting pokok anggur yaitu untuk menghasilkan buah anggur. Dia tidak merancangkan tujuan lain selain hal itu. Jadi, apabila kita menemukan dalam diri kita tujuan hidup lain selain dari tujuan sebuah ranting, maka dipastikan itu adalah tujuan ‘jadi-jadian’ yang merasuki kita secara diam-diam. Sebaiknya kita waspada akan hal ini.
Tinggal di dalam Kristus adalah satu-satunya cara agar kita terbebas dari tujuan hidup yang salah dan menghasilkan buah yang banyak. Tuhan Yesus memberikan satu tip ampuh agar kita dapat senatiasa tinggal di dalam Kristus. Apakah itu? Coba dengarkan ucapan Yesus ini baik-baik:“Tinggallah di dalam Aku”. Kedengarannya aneh? Ya, itulah tip mujarab dari Yesus. Masak sih, tip untuk tinggal didalam Tuhan adalah tinggal di dalam Tuhan? Memang begitulah. Yesus sendiri yang mengucapkan hal itu dan ucapan Yesus selalu benar. Apabila kita ingin tetap tinggal di dalam rumah, jangan keluar, tetapi tinggal dan bertahanlah di dalam rumah. Pintu rumah tidak akan dikunci, tetapi kita bisa tidak keluar dari rumah kalau kita memang memutuskan untuk tidak keluar. Kita akan tetap tinggal di dalam Kristus jika kita memutuskan tinggal di dalam Kristus. Tinggallah di dalam Aku bermakna putuskanlah untuk tinggal dan bertahan di dalam Kristus.
Akhirnya, Saya ingin mengutip teori motivasi klasik yang menyatakan bahwa manusia secara naluriah bertindak untuk menghindari penderitaan dan mendapatkan kenikmatan. Dari pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan seseorang, kita dapat mengetahui apa yang menjadi kenikmatan yang dikejarnya dan apa yang menjadi penderitaan yang dihindarinya. Kenikmatan dan penderitaan sewaktu kita masih hidup di bawah kuasa daging haruslah berbeda dengan kenikmatan serta penderitaan setelah kita hidup di dalam Roh, karena Roh berbeda dari daging. Rasul Paulus mengalami hal tersebut sehingga sesuatu yang dulu dianggapnya berharga, sekarang (setelah ditangkap Tuhan) dianggapnya sampah, dan sesuatu yang dulunya dianggapnya penderitaan, sekarang malah dianggapnya kebahagiaan.
Ijinkan saya menutup tulisan ini dengan sebuah ajakan sederhana: Jadilah ranting! Tinggallah di dalam Kristus!