Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, October 21, 2013

CANDU DOMUS?


Bila otak tidak tahu, itu disuruh bertanya.
Bila rasa tidak cocok, itu disuruh terbuka.
Bila tak dapat kerjakan, itu disuruh berlatih.
Bawa, bawa dalam doa kita.

Itulah nyanyian pendahuluan yang dilatihkan oleh Rama Bambang disertai dengan gerakan-gerakan yang membuat rombongan ibu-ibu amat bergairah. Mereka menyanyikan dengan gerakan-gerakan seperti anak-anak TK dengan penuh semangat. Ini terjadi pada hari Minggu 20 Oktober 2013. Rombongan Ibu-Ibu Paroki (IIP) Medari mengadakan kunjungan ke Domus Pacis dan minta misa. Mereka sudah berdatangan antara jam 09.15-09.30. "Lho, ibu-ibune ana sing ra gelungan lan malah brengosan, ta?" (Lho, ibu-ibu ada yang tidak bersanggul dan bahkan pakai kumis, ta?) seru Rama Bambang yang membuat para tamu tertawa terbahak-bahak. Apalagi dalam pendahuluan sekitar 30an menit Rama Bambang memulai dengan kata-kata "Para ibu sungguhan dan para ibu yang mungkin pernah operasi kelamin ......", semua yang hadir mengakak tertawa terkekeh-kekeh. Semua ini terjadi karena dari 60an orang tamu, 10an orang terdiri dari bapak-bapak. Yang jelas pengantar berisi perkenalan tentang Komunitas Rama Domus Pacis dari orang-orang, kesibukan, dan mengapa suasananya banyak keriangan. Lagu di atas adalah pegangan yang diambil dari pengalaman untuk menjaga agar tidak pikun. Kalau tak tahu harus belajar dengan bertanya pada orang atau buku atau artikel. Kalau tak cocok berjuang untuk terbuka. Kalau tak dapat mengerjakan, ini adalah panggilan untuk berlatih. Dan semua selalu dibawa menjadi isi doa. Bahwa gerakan-gerakan juga amat membuat tertawa karena ketika menyanyikan kata "Bila tak dapat kerjakan" semua bergerak menirukan tangan Rama Harto yang tremor selalu bergerak-gerak.

Jam 10.00 misa dimulai dan ternyata kelompok kor dari Sleman mengiringi dengan persiapan yang matang. Bapak Iryanbowo mengiringi dengan ritm keyboard yang amat apik. Ibu Retno, salah satu anggota Tim Kerja IIP Medari, memberikan pengantar sesudah tanda salib dan salam dari Rama Bambang yang memimpin misa. Sesudah bacaan-bacaan Kitab Suci, Rama Bambang membuka pembicaraan bagaimana kita dapat menjalani ketekunan doa terus-menerus dalam hidup sehari-hari sesuai isi Injil. Banyak tanggapan dari para peserta misa. Kemudian Rama Harto diminta oleh Rama Bambang memberikan pokok-pokok agar orang memiliki kebiasaan hati berdoa sesuai dengan situasi hidup masing-masing. Rama Harto memberikan patokan: 1) membiasakan mawas diri; 2) membawa semua dalam relung hati; 3) dengan mendengarkan suara hati sama dengan mendengarkan suara Allah. Dari sini terjadilah tanya jawab yang bagus sekali antara para peserta misa dengan Rama Harto. Tentu saja salah satu ibu memegang microphone untuk Rama Harto, dan Rama Bambang kadang merumuskan inti dari penjelasan Rama Harto. Dari pembicaraan ini Rama Bambang kemudian memasukkan proses "menua" yang barangkali dapat menjadi pembelajaran di Domus Pacis. Setiap orang selalu menuju ke ketuaan. Soalnya ketuaannya akan menjadi kehidupan terang atau kegelapan. Semua tergantung pada keberadaan diri masing-masing. Pembicaraan dengan Rama Harto dapat membantu untuk membangun masa tua yang menggembirakan. Tetapi dalam hal ini muncul soal besar dalam kehidupan umum. Ini tantangan bagi kaum muda dan yang masih segar. Kalau mereka menyepelekan kaum tua, hidup akan kehilangan tradisi dan akan mengalami berbagai bencana jiwani. Rama Bambang membacakan kata-kata Henri Nouwen "Orang muda manakah yang mempunyai keberanian untuk maju ke depan dalam masyarakatnya dan mewartakan bahwa dengan mengasingkan orang-orang usia lanjut akan menghilangkan tradisi dan sederetan bencana akan terjadi?"

Sesudah rekoleksi yang dikemas dalam misa selesai pada jam 12.30, Rama Bambang meminta Bu Yeti, dirigen kor, untuk memimpin doa makan. Ternyata doanya bagus sekali sehingga Rama Bambang berkata "Telung taun meneh Yeti dadi prodiakon paroki, ya?" (Tiga tahun lagi Bu Yeti jadi prodiakon paroki, ya?) Ternyata Bu Yeti dengan lengan terangkat dan tangan terkepal berseru "Yes! Siap!" Semua tertawa dan ada yang nyeletuk "Ra entuk ro bojone" (Dilarang oleh suaminya). Rama Bambang menyahut "Nek Pak Subi nglarang, Yeti kudu sembahyang nyuwun ben Gusti mateni" (Kalau Pak Subi si suami melarang, Yeti harus berdoa minta agar Tuhan membunuhnya). Orang-orang termasuk Pak Subi tertawa terbahak-bahak. Makan bersama pun berjalan penuh keakraban dengan canda ria. Rama Tri Wahyono dilayani khusus sementara itu Rama Harto ada yang menyuapi. Rama Yadi, yang datang ketika misa sudah masuk pada tahap rekoleksi pengganti khotbah, seperti mengadakan reuni dengan para tamu. Dulu Rama Yadi memang pernah menjadi pastor paroki Medari. Bahkan Mas Bowo sang organis mengalami latihan musik pertama dengan diajari gitar oleh Rama Yadi ketika masih SD. Ketika koordinator mengajak pulang, karena masih ada program ke kuburan Rama-rama Praja di Kentungan, ternyata para anggota rombongan sulit beranjak. "Le bali engko wae" (Pulangnya nanti saja) salah satu berseru. Bahkan ketika kebanyakan sudah keluar dari gedung Domus, beberapa tetap duduk-duduk di teras dan tidak ikut ke Kentungan. Ternyata banyak yang menikmati suasana Domus Pacis. Bahkan Bu Rini, salah satu penggerak IIP Medari, memberi info bawa pada malam hari menerima telepon dari dua ibu. Mereka minta di ajak kalau Bu Rini ke Domus karena mereka tahu kalau Bu Rini adalah salah satu relawati Domus. Rama Bambang hanya berkata dalam hati "Aja-aja Domus wis dadi narkoba" (Jangan-jangan Domus jadi seperti narkotika dan obat terlarang) ha ha ha .......

0 comments:

Post a Comment