dari http://sosbud.kompasiana.com
30 November 2011
Menurut data WHO usia 60 tahun adalah batasan usia minimal bagi seseorang untuk disebut sebagai seorang yang berusia lanjut (baca: lansia). Bagi saya pribadi, orang-orang yang sudah masuk dalam tahapan lansia secara sehat dan normal itu merupakan prestasi tersendiri buat mereka karena mengingat ada begitu banyak faktor yang bisa menghambat seseorang untuk masuk dalam ‘zona’ usia lansia secara sehat dan normal. Sehat dan normal itu dalam arti sehat fisik dan tidak mengalami gangguan dalam pikiran. Saya mengutip sebuah teori perkembangan psikososial dari Eric Erickson, seseorang pada usia lanjut Ego Integrity seharusnya sudah terbentuk. Sebaliknya, bila ia merasa gagal di masa lalu, ia akan merasa kecewa. Kekecewaan inilah yang akan membuat orang tidak siap dengan masa lansianya.
Ada ilmu sosial tentang lansia (age stratification)
yang memiliki teori sebagai berikut: setiap tingkatan usia mempunyai
peran dan ekspektasi berbeda. Sambil menanggapi setiap perubahan
lingkungan, orang harus berubah menuju ke tingkat usia yang lebih
lanjut. Bagi orang yang bekerja, ketika sudah berumur 60 tahun biasanya
dia diwajibkan untuk pensiun. Ada orang yang menolak pensiun, ada orang
yang menyambut baik pensiun. Ada orang yang tidak bahagia pada masa
pensiun dan ada yang menikmati masa pensiun.
Sekarang bagaimana dengan lansia yang tinggal
di Indonesia dan dikatakan masih kental dengan budaya timur. Bagi
masyarakat timur ada pesan tak tertulis yang harus diingat bahwa Lansia
harus dihormati karena pengetahuan dan pengalamannya. Lihatlah
tokoh-tokoh yang ada di cerita Tiongkok maupun India. Mereka merupakan
tokoh berwibawa dan dianggap bijaksana dalam hidup bermasyarakat.
Beberapa tokoh nasional di negara ini adalah mereka yang berusia lansia
namun memiliki figur yang kuat dalam masyarakat dan dianggap sebagai
pemelihara kesatuan.
Ada budaya Jawa bahwa peran lansia dinyatakan dalam 3 ur:
- Tutur
: pengetahuan. Orang lansia digambarkan sebagai orang yang penuh dengan
pengetahuan dan tahu segala macam asam garam kehidupan
- Wuwur:
Uang. Mereka yang sudah lansia tidak lagi memperhitungkan masalah uang.
Uang bagi mereka hanya sebagai sarana bukan tujuan yang harus dicari.
Aktualisasi diri sebagai lansia yang ari bijaksana itu menjadi harapan
mereka
- Sembur:
Moral. Dengan banyak kejadian yang telah dialami mereka, banyak cerita
moral yang bisa dipetik serta dibagikan kepada kaum muda. Mereka adalah
gudang pengalaman moral.
Selain itu norma dan nilai sosial di
Indonesia yang memiliki nilai tradisonal kuat masih menempatkan lansia
pada kedudukan yang lebih tinggi, sebagai sumber nasehat dan restu,
sangat dihormati dalam upacara maupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun
seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi, norma dan nilai ini mulai
luntur sehingga orang lansia tidak lagi dianggap sebagai sumber
informasi dan rasa hormat terhadap mereka juga semakin terkikis.
Ada lima tipe psikologik lansia yang saya kutip dari pernyataan dr Satya Joewana Sp KJ.
1. Tipe
Konstruktif: Tipe ini adalah tipe lansia yang mempunyai integritas
baik, dapat menikmati hidup, toleransi tinggi, humoristic, fleksibel dan
tahu diri.
2. Tipe
Ketergantungan: Diterima dalam masyarakat tetapi pasif, tidak
berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif, senang dengan
pensiun, banyak makan dan minum, tak suka kerja, dan senang diajak
berlibur
3. Tipe
defensif: menolak bantuan, emosional, memegang teguh pada kebiasaannya,
kompulsif, takut menjadi tua, dan tak menyukai masa pensiun
4. Tipe
bermusuhan: Menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, banyak
mengeluh, agresif, curiga, takut mati, iri pada yang muda, senang
mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan.
5. Tipe
membenci/menyalahkan diri: Kritis terhadap diri sendiri, tak punya
ambisi, penurunan kondisi sosio-ekonomik, perkawinan yang tak bahagia,
tetapi menerima terhadap proses menua dan tidak iri terhadap yang muda,
dan kematian sebagai kejadian yang membebaskan dari penderitaan.
Bagi sebagian pengamat sosial, lansia
adalah golongan minoritas dan rentan mengalami diskriminasi serta
kekerasan. Isolasi sosial dan gangguan mental (seperti Dementia atau
penyakit Alzheimer’s) merupakan dua faktor yang dapat membuat orang tua
lebih rentan terhadap kekerasan. Lansia dianggap terlalu lamban, daya
reaksinya lambat, kesigapan bertindak dan cara berpikir menjadi lamban.
Inilah yang menyuburkan kesan bahwa lansia adalah beban masyarakat.
Lansia seperti orang dewasa
lainnya bila bisa menerima dirinya dengan baik, tahu posisinya dan mampu
berkomunikasi dengan lingkungan, akan dapat menjalani kehidupan di usia
senja dengan baik. Mereka juga dapat mengaktualisasikan diri dengan
menyalurkan bakat dan ide, serta mengamalkan pengalamannya kepada orang
lain. Mereka bisa menjadi penasihat handal dalam perusahaan dan walau
kekuatan fisik mereka berkurang tapi mereka dewasa dalam berpikir dan
bertindak.
Artikel ini tidak bermaksud untuk
mengagungkan orang lansia. Tulisan ini hanya ingin mengajak setiap
pembaca bahwa lansia juga memiliki peran yang strategis dalam
bermasyarakat termasuk dalam keluarga. Sebagai orang yang lebih muda
alangkah baiknya kita menghormati mereka sebagai pribadi yang
membutuhkan perhatian lebih namun tidak berlebihan. Itu bisa dimulai
dari diri kita sendiri. Suatu saat nanti kita akan menjadi sama seperti
mereka, menjadi lansia. Tentunya kita menginginkan supaya setiap anak,
menantu dan cucu-cucu bisa menghormati dan keberadaan kita sebagai
lansia. Peliharalah lansia dengan baik dan biarkan mereka berperan di
dalam masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka.
Sumber: materi pembelajaran national counseling dan healing conference