dari: www.psychologymania.com
Adanya
stigma penurunan kemandian lansia (lanjut usia) selalu dikaitkan dengan
bertambahnya usia. Ketergantungan lansia (lanjut usia) atau
berkurangnya kemandirian lansia terjadi ketika mereka mengalami
menurunnya fungsi luhur/pikun atau mengidap berbagai penyakit.
Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan dibebankan
kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto 2002). Anak wanita pada
umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau merawat mereka
ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra dirinya
yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsure
“sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia
tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota . Mereka
mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang
terakhir adalah panti werdha.
Kemandirian
lansia akan berbeda-beda. Lanjut usia yang mempunyai tingkat
kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia yang secara fisik
kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika
cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut
usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya
tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah
terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan
pemenuhan hayat hidupnya.
Kemandirian lansia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental.
Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil
kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 ( Hardywinoto :1999) yang
menyatakan bahwa mental yang sehat/mental health mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: (1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif
dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk (2) Memperoleh
kepuasan dari perjuangannya (3) Merasa lebih puas untuk memberi daripada
menerima (4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5)
Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk
hari depan (7) Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang
kreatif dan konstruktif (8) Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
Selain
itu kemandirian lansia (lanjut usia) dapat dilihat dari kualitas hidup.
Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)
menurut Setiati (2000) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS
standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian,
buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi
aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon,
dan menggunakan uang.
Salah
satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya
(self actualized ) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada
lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada
potensi-potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan
pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri menurut Koswara
(1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan,
goncangan-goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan
ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (6)
aktif dan (5) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat
menghindari diri dari penghormatan, status, prestise dan popularitas
kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting
dibandingkan dengan pertumbuhan diri.
Poerwadi
mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya
sendiri (2001 : 34). Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan
dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta
pertolongan atau tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut
usia berarti jika mereka menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja
walaupun jauh dari anak cucu.
0 comments:
Post a Comment