Catatan Blog Domus:
Sekalipun masih berada dalam Masa APP 2014
barangkali baik kalau berantisipasi pada tema seminggu sebelum Perayaan Pentakosta.
Siapa tahu dalam masa pra-Paskah, terutama untuk kaum tua pada umumnya,
makin memperdalam atau memulai budaya perjumpaan masa kini agar makin Injili.
Refleksi atas pesan Sri Paus Fransiskus untuk Minggu Komunikasi ke-48
Pengantar
Hari
Minggu Komunikasi Sedunia lahir berdasarkan anjuran Konsili Vatikan II
(Inter Mirifica). Dirayakan di sebagian besar negara di seluruh dunia
pada hari Minggu sebelum Hari Raya Pentakosta. Paus Fransiskus
mengeluarkan pesan perdana untuk Minggu Komunikasi Sedunia yang ke-48
bertajuk “Komunikasi: Budaya Perjumpaan yang Sejati” yang diumumkan pada
Peringatan Santo Fransiskus dari Sales, pelindung Komunikasi Sosial.
Dunia modern yang kontras
Bapa
Suci memulai pesannya dengan sebuah refleksi yang mendalam tentang
dunia. Paus melihat dunia saat ini semakin “dekat”. Hal ini bisa
disebabkan oleh pesatnya perkembangan transportasi dan juga karena
kemajuan media komunikasi. Hanya dengan satu “klik” manusia bisa saling
menyapa sahabatnya yang tinggal di benua lain.
Di
sisi lain, Paus juga menyadari bahwa saat ini terbentang jurang pemisah
antara mereka yang hidup berkelimpahan dengan mereka yang menderita
kelaparan, antara mereka yang hidup dalam gemerlapnya cahaya lampu
dengan mereka yang melewati malam tanpa cahaya lampu.
Pengalaman
seperti itu ada di sekitar kita, bahkan mungkin kita termasuk berada di
salah satu dari dua sisi kehidupan yang ektrim itu. Karena kita sering
melihatnya, bahkan juga pelakunya, warna kehidupan seperti itu tidak
lagi dianggap sebagai persoalan. Maka boleh dibilang bahwa dunia modern
saat ini semakin “terbelakang” dimana orang hidup makin ekslusif,
menutup mata terhadap penderitaan sesamanya.
Citarasa kebersamaan
Berhadapan
dengan realitas kehidupan seperti itu, Sri Paus memberi harapan pada
media sosial. Media sosial diharapkan mampu menciptakan citarasa
kebersamaan, menumbuhkan semangat solidaritas. Dinding-dinding
kesenjangan dirobohkan dengan menciptakan situasi komunikasi saling
mendengarkan dan berani belajar dari kebenaran yang dimiliki pihak lain.
Itu berarti, dalam komunikasi kita tidak hanya memberi pendapat, tetapi juga menerima pendapat yang berbeda.
Secara
khusus, Bapa Suci memberikan perhatian pada internet, wahana komunikasi
yang bisa menciptakan “ruang publik”, yang memungkinkan terjadinya
perjumpaan antar pribadi dan munculnya solidaritas bersama.
Sri
Paus juga mengakui bahwa penyebaran informasi kadang melampaui
batas-batas kemampuan manusia untuk berefleksi dan menilai. Hal ini bisa
menghalangi ekspresi diri yang lebih seimbang. Ragam pendapat yang
dipublikasikan bisa bermanfaat, tetapi juga dapat membuat orang
membentengi diri di belakang kebenaran informasi yang masih diragukan
validitasnya.
Bagaimana
supaya wahana komunikasi melalui internet bisa membantu kita bertumbuh
dalam nilai kemanusiaan dan mengembangkan citarasa saling pengertian?
Menurut
Bapa Suci, dibutuhkan “sikap batin” yang hening untuk mempertimbangkan
banyak hal dan memutuskan sesuatu secara tepat dan benar. Terbuka dan
tulus menerima orang lain apa adanya.
Rumah Bersama
Pemanfaatan
media komunikasi bukan hanya sebatas komunikasi melalui kabel, tetapi
wahana yang menghubungkan antara pribadi menjadi sebuah komunitas
kebersamaan. Perjumpaan pribadi ini menjadi aspek penting dalam
komunikasi yang dibangun di atas rasa saling percaya.
Paus
Fransiskus yang memiliki semangat pembaharuan dalam karya pastoral
Gereja, menghendaki agar Gereja Katolik menjadi Gereja yang terbuka
terhadap perkembangan termasuk terhadap dunia digital. Gereja perlu
masuk di dalamnya untuk menjumpai manusia dengan aneka persoalan yang
perlu di dengar dan ditanggapi.
Keterbukaan
Gereja dalam tampilannya baik terhadap realitas semerawutnya kehidupan
manusia di dunia nyata maupun di dunia digital menunjukkan wajah baru
dari Gereja sebagai “rumah” untuk semua orang. Gereja saat ini ditantang
menjadi Gereja yang tanggap dengan situasi sosial, memiliki hati untuk
terlibat dan melebur diri dalam perjumpaan dengan mereka yang terhimpit
dengan pelbagai problem kehidupan.
Dalam
zaman modern kita saat ini, sebuah budaya baru sedang berkembang pesat
berkat teknologi, dan komunikasi dalam arti tertentu “diperkuat” dan
“berkelanjutan”. Kita dipanggil untuk “menemukan kembali, melalui
sarana komunikasi sosial serta melalui kontak pribadi, keindahan yang
berada pada intisari keberadaan dan pengembaraan kita, keindahan iman
dan keindahan perjumpaan dengan Kristus”. (Amanat Paus Fransiskus kepada para peserta Musyawarah Paripurna Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, 21 September 2013).
Lebih lanjut Bapa Suci memberikan harapan “untuk
mendayagunakan teknologi modern dan jejaring sosial sedemikian rupa
sehingga mengungkapkan suatu kehadiran yang mendengarkan, mempercakapkan
dan mendorong”. Seturut konteks ini, masing-masing kita harus
menerima tantangan untuk menjadi pribadi sejati dengan memberi kesaksian
tentang berbagai nilai, identitas kristiani, pengalaman budaya, yang
diungkapkan dengan bahasa baru dan dengan berbagi kepada orang lain.
Kecakapan
berkomunikasi merupakan intisari dari apa artinya menjadi manusia.
Dalam dan melalui komunikasi itulah kita mampu bertemu dan berjumpa
dengan orang lain pada suatu tatanan yang sarat makna, menyingkapkan
siapa diri kita, apa yang kita pikirkan dan yakini, bagaimana kita ingin
hidup. Barangkali yang lebih penting lagi, bagaimana kita dapat
mengenal orang-orang bersama siapa kita dipanggil untuk hidup?
Komunikasi semacam itu menuntut kejujuran, penghormatan timbal balik dan komitmen untuk belajar satu dari yang lain.
Amanat
untuk Hari Komunikasi Sedunia Tahun 2014 menggali potensi komunikasi,
terutama dalam sebuah dunia yang berjejaring dan terhubung, guna membawa
orang lebih dekat satu sama lain dan untuk bekerja sama dalam tugas
membangun sebuah dunia yang lebih berkeadilan. Senada dengan ide dari
para pendahuluanya, Paus Fransiskus memberi apresiasi akan kematangan
Gereja dalam menyikapi perkembangan isu-isu di bidang komunikasi.
Penutup
Dalam
amanat ini, tampak jelas kemunculan citra sebuah Gereja yang ingin
berkomunikasi, yang ingin masuk ke dalam dialog dengan kaum lelaki dan
perempuan dewasa ini, lantaran menyadari peran yang telah dipercayakan
kepadanya dalam konteks ini. Sri paus telah berulang kali menyinggung
tema budaya perjumpaan, seraya mengundang Gereja dan para anggotanya
untuk menghadapi berbagai dimensi dan kebutuhan khusus bagi budaya ini.
Dalam teks amanat ini dua gelombang panjang yang luas dapat diamati.
Bagian
pertama amanat diarahkan kepada jagat komunikasi dalam konteks awam,
dimana Sri Paus menyajikan refleksi-refleksi yang berguna bagi mereka
yang belum mengambil pilihan religius dalam hidup mereka, namun demikian
tetap dipanggil untuk melihat atau sudah menyadari nilai keinsanian
yang mendalam dari jagat komunikasi.
Namun,
saat menyapa para murid Tuhan maka amanat ini memperlihatkan nada,
kedalaman serta frekuensinya yang khas, sembari mengedepankan rujukan
kepada perumpamaan tentang orang Samaria yang baik. Itu sangat
menggugah emosi, karena hal itu membantu kita untuk memahami komunikasi
dalam kerangka kedekatan dengan orang lain.
Dari
perspektif itu, maka muncullah sebuah tantangan bagi kita semua yang
senantiasa terus berjuang untuk menjadi murid Tuhan. Yakni, bagaimana
bisa mendayagunakan keberadaan jejaring digital ini menjadi wahana yang
kaya demi pengembangan kemanusiaan. Itu karena jejaring ini bukanlah
tentang kabel, melainkan menyangkut orang.
RD. Kamilus
Catatan maksud logo:
1. Sekumpulan orang menggambarkan komunitas manusia
2. Handphone atau alat komunikasi manggambarkan sumber informasi pada masa kini
3. Cangkir Koran menggambarkan arus informasi yang melingkupi umat manusia
Maka logo ini menggambarkan teknologi komunikasi dan arus informasi
membungkus manusia. Sekumpulan manusia itu lalu menyerap dan menyaring
segala arus informasi dan membuahkan tema Hari Komsos ini.
0 comments:
Post a Comment