"Nika, rama, pun dha montong, ta?" (Itu, rama, sudah pada menonjol buahnya, ta?) kata Rama Agoeng kepada Rama Bambang sambil jari tangannya menunjuk pohon pisang yang keluar buahnya. "Wah, ketoke lumayan kathah jumlah wohe" (Wah, tampaknya lumayan jumlah sisir buahnya) Rama Bambang menanggapi yang langsung datang penjelasan lain dari Rama Agoeng "Enten lima las wit sing pun metu wohe" (Sudah ada lima belas pohon yang keluar buahnya). Di kebun Domus Pacis memang ada banyak pohon pisangnya baik pisang ambon, pisang kepok, maupun pisang raja. Rama Agoeng masih memberikan beberapa penjelasan "Niki tesih awon. Kudune saben sauwit anake siji mawon. Niki anake tesih kathah. Yen mung siji wohe isa gedhe-gedhe" (Ini masih buruk. Seharusnya satu pohon cukup dengan satu anak pohon. Ini masih banyak anak untuk satu pohon. Kalau hanya dengan satu anak, buahnya akan dapat besar-besar).
Omong-omong antara Rama Agoeng dan Rama Bambang yang terjadi pada Sabtu sore 1 Maret 2014 terpotong dengan lewatnya Mas Heru yang menjadi tenaga kebun dan ternak Domus. Melihat Mas Heru Rama Agoeng berseru "Mas, pripun nek wite gaharu ditandur?" (Mas, bagaimana kalau sekarang menanam pohon gaharu?). "Siap, rama" kata Mas Heru yang diteruskan oleh Rama Agoeng "Nek ngaten sakniki gawe lobang-lobang, dinehi lemi, terus ngge nanem" (Kalau begitu sekarang kita buat lobang-lobang, dikasih pupuk humus, terus untuk menanam). Mas Heru mengambil biopori untuk membuat lobang di tanah yang sudah mengeras. Sementara di tanah yang tidak keras yang sudah ada banyak tanaman jahe dan pisang, Mas Heru dan Rama Agoeng cukup memakai cethok (sekop kecil). Yahya, anak Mas Heru, bertugas mengambil bibit-bibit gaharu dan tanah lemi dengan truk kecil mainannya. Melihat berbagai pohon yang ada di kebun Domus Pacis, di benak Rama Bambang terbayang penjualan buah-buah dan beberapa lembar uang yang akan diterima sebagai tambahan kas Komunitas Rama Domus Pacis.
0 comments:
Post a Comment