Didasarkan
pada tulisan Zachary Hayes, OFM tentang “Purgatory” dalam The New Dictionary of Theology.
Editors:
Joseph A. Komonchak, Mary Collins, dan Dermot A. Lane. Michael Glazier, Inc,
United States of America: 1987.
Di dalam
agama Roma Katolik salah satu pokok iman yang hidup adalah kepercayaan akan
adanya “api pencucian”. Terhadap pokok kepercayaan ini, umat biasa berdoa
dengan rumus “Semoga para saudara yang ada di api pencucian karena belas kasihan Allah mendapatkan kebahagiaan
kekal”. Untuk memahami salah satu pokok iman ini, di sini akan dipaparkan
sejarah, ayat-ayat Kitab Suci, ajaran Gereja resmi, dan beberapa pemahamannya.
Sejarah Api Penyucian
Ada yang
mengatakan bahwa istilah “api penyucian” sudah biasa pada zaman Bapa-Bapa
Gereja (akhir abad I hingga pertengahan abad VIII)*).
Tetapi hal ini menjadi permenungan khusus pada akhir abad XII. Api Penyucian
dimengerti sebagai “tempat” di antara neraka dan sorga. Pada abad XIII ini
menjadi bahan kuliah dan terkenal dengan para penulis seperti Caecar dari
Heisterbach dan Stephen dari Bourbon. Dalam perkembangannya, teologi akhir Abad
Pertengahan mencermati hubungan antara api pencucian, pengampunan, pengakuan dosa,
indulgensi dan “kekuatan kunci-kunci”.
Ajaran tentang
api penyucian ternyata menjadi pertentangan antara Gereja Roma Katolik dengan
Gereja Ortodoks/Timur, dan antara Gereja Roma Katolik dengan Gereja Protestan.
Ini semua berkaitan dengan paham tentang keselamatan. Gereja Roma Katolik menekankan gambaran-gambaran hukum, sementara
itu Gereja Ortodoks/Timur dalam harmoni kerohanian kontemplatif menekankan
pembersihan atau penyucian dengan istilah kematangan dan pertumbuhan. Ada pun
Gereja Protestan bersandar bahwa keselamatan itu hanya oleh rahmat sehingga doa
untuk orang meninggal tak ada maknanya sama sekali sebagaimana dilakukan oleh
Gereja Roma Katolik dan Gereja Ortodoks/Timur.
Ayat-Ayat Kitab Suci
Sebenarnya
di dalam Kitab Suci tidak ada rumusan jelas tentang ajaran api penyucian. Meskipun
demikian, walau tidak ada ajaran langsung untuk apa pencucian, ada beberapa
ayat yang dapat dipakai sebagai bantuan :
1. 2 Mak 12:38-46. Ketika umat dijajah oleh bangsa Yunani, tampillah Yudas Makabe memimpin
perlawanan. Ketika ada para pengikutnya tewas, Yudas menemukan bahwa di bawah
jubah mereka ada jimat dari berhala-berhala kota Yamnia (ay 40). Ini dilarang
dalam hukum Taurat. Namun Yudas percaya akan kebangkitan badan (ay 43-45),
sehingga ia mengajak umat mengumpulkan uang ke Yerusalem untuk mempersembahkan
korban penebus salah. Yang jelas Kitab Makabe termasuk yang tidak diterima oleh
Gereja Protestan sebagai bagian Kitab Suci.
2. Mat 5:26. Ini berkaitan dengan kata-kata Yesus tentang persembahan yang dilakukan
orang padahal sedang bermasalah dengan saudaranya (Mat 5:23-25). Yesus meminta
untuk meninggalkan persembahan itu dan berdamai lebih dahulu dengan saudaranya
agar tidak diserahkan kepada hakim. Dalam ayat 26 Yesus berkata: “Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau
membayar hutangmu sampai lunas.”
Secara duniawi pembayaran pelunasan hutang dapat dilakukan oleh orang lain
sebagai penebus. Tetapi, dalam Kitab Suci hutang juga menjadi istilah yang
menunjuk pada dosa. Maka, sebagaimana dicontohkan oleh Yudas Makabe, doa untuk
orang meninggal dapat ikut menebus kesalahan arwah yang belum dibersihkan.
3. Mat 12:32. Ini masuk dalam pengalaman Yesus ketika mengusir setan dituduh oleh orang
Farisi bekerjasama dengan Beelzebul, penghulu setan (Mat 12:22-37). Di sini
Yesus mengatakan bahwa segala dosa akan diampuni kecuali hujat pada Roh Kudus.
Dalam ayat 32 Yesus mengatakan: “Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang
Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak
akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.”
Maka ada dosa yang masih dapat diampuni ketika orang sudah ada di akhirat.
Merujuk ke peristiwa Yudas Makabe, doa untuk orang yang sudah meninggal ada
maknanya.
4. 1 Kor 3:11-15. Paulus melukiskan bahwa setiap orang secara individual dalam perbuatannya
ikut ambil bagian membangun diri sebagai bait Allah (1 Kor 3:16). Semua harus
melandaskan diri pada Yesus Kristus (ay 11). Apa pun yang dilakukan di dunia
akan nampak pada hari Tuhan yang tampak “dengan api” (ay 13). Api digambarkan
sebagai ujian apakah pekerjaan orang di dunia tahan uji. Ada pekerjaan yang
akan terbakar karena tidak baik, tetapi yang bersangkutan akan diselamatkan.
Doa bagi orang-orang di api pencucian mengharapkan belas kasih Allah, agar bila
ada yang terbakar, pembakarannya cepat selesai sehingga cepat mendapatkan
anugrah sorga.
Ajaran Resmi Gereja
Api
penyucian masuk dalam ajaran resmi Gereja mulai dengan Kosili Lion pada tahun
1274, yang kemudian ditekankan lagi dalam Konsili Florentin tahun 1439 dan
Konsili Trente tahun 1563. Konsili Vatikan II juga memasukkan ajaran tentang
api pencucian dalam Dokumen Lumen Gentium tentang Eskatologi atau kehadiran
Tuhan Yesus kedua kali. Hal ini dikukuhkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1968
dalam Doa Aku Percaya dan dalam Surat Jawaban Soal Akhir Zaman pada tahun 1979.
Sebetulnya ajaran resmi Gereja Katolik Roma mendasarkan diri pada Konsili
Trente dengan dua pokok :
1. Api penyucian itu sungguh ada.
2. Orang-orang yang berada di api penyucian dapat dibatu dengan doa dan
perbuatan-perbuatan baik dari umat, terutama dalam Korban Ekaristi.
Yang harus
dihindari adalah kecenderungan pemberhalaan, takhayul, dan penyalahgunaan untuk
cari uang.
Refleksi Iman
Uraian
dalam ajaran resmi tentang api penyucian memang hanya sedikit. Tetapi ini
justru menjadi kesempatan untuk berekfleksi secara leluasa terhadap ajaran
tersebut. Dari pendapat para ahli, ada beberapa hal yang dapat menjadi
pertimbangan:
- Ajaran tentang api penyucian berkaitan dengan aspek perjumpaan dengan Allah pada saat kematian.
- Ajaran tentang api penyucian terjadi pada kepenuhan dalam pengalaman kematian.
- Ajaran tentang api penyucian masuk dalam puncak keputusan seseorang dalam kematian yang terlaksana pada tahap-tahap manusiawi perorangan.
Dalam
hal ini Kardinal Ratzinger mengatakan tidak mungkin membuat gambaran saat
perjumpaan itu dalam kategori-kategori temporal dan badaniah.
Pemikiran-pemikiran modern mengaitkan ajaran tentang api pencucian sebagai soal
kematangan rohani dari pada sebagai soal membayar denda dosa.
Puren, 14 Oktober 2011
D. Bambang Sutrisno, Pr.
*) Ada tiga
bagian besar masa Zaman Bapa-Bapa Gereja: 1) Bapa-Bapa Apostolik, terdiri dari
tokoh-tokoh yang dekat dengan zaman para rasul (hingga pertengahan abad II); 2)
Para Apologis atau pembela iman (hingga sebelum tahun 360an); 3) Zaman Emas,
zaman munculnya pemberi solusi soal-soal iman Kristiani khususnya teologi
triniter dan Kristologi.
0 comments:
Post a Comment