Dari Delapan Pertemuan
Program
Novena Domus Pacis tahun 2017 menghadirkan tema besar untuk membangun dan
mengembangkan jiwa gembira atau sukacita di kalangan kaum usia lanjut. Untuk
setiap pertemuan judul topik pembicaraan didahului dengan sekitar kata “segar”
atau “ceria” atau “gembira” atau “keren”. Sesudah kata-kata itu ada kata
“walaupun” mengikutinya. Rumusan beda hanya terjadi pada pertemuan bulan Juni
yang berjudul “Kolot ning ora alot” (Kolot
tetapi tidak menyulitkan) yang ternyata juga bernuansa keceriaan. Suasana ceria
itu diharapkan terjadi ketika mengalami situasi atau kondisi yang tidak enak:
keadaan punya penyakit (Maret), keruwetan hidup (April), tidak paham omongan
kaum muda (Mei), tidak paham akan kemajuan zaman (Juni), hidup dalam
kesendirian (Juli), keadaan harta menyusut (Agustus), tanpa kedudukan sosial
(September), ketidak pahaman terhadap perkembangan hidup menggereja (Oktober).
Berhadapan
dengan soal-soal yang dibicarakan, agar tetap gembira dan ceria ada beberapa
kata kuci yang muncul seperti “jangan takut”, “temukan makna”, “terima sebagai
bagian hidup”, “siap berhadapan dengan yang dapat diatasi”, “tidak putus asa”,
“berani bilang tidak”, “tak cari enak”, “siap pada yang terbatas”. Kata-kata
itu ternyata mendorong kaum usia lanjut untuk mengolah kedalaman batin. Olah
kedalaman batin barangkali memang menjadi dinamika diri untuk menjalani amanat
Tuhan Yesus “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Mat 26:41)
Hati Pusat Kehidupan
Tindakan
berjaga-jaga sebagai olah kedalaman batin amat lekat dengan soal menata hati, maka disebut per-hati-an. Ada yang memberi informasi
bahwa “Kata “hati” adalah
salah satu kata yang paling sering dipergunakan dalam Alkitab. Sesungguhnya, kata
ini muncul 876 kali di Alkitab .....” (lihat https://www.jba.gr/Bahasa). Yang jelas
perintah mengasih kepada Allah amat berkaitan dengan “hati”: “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Mat 22:37) Allah memang
melihat manusia dalam hatinya sebagaimana firman “Bukan yang dilihat manusia
yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Sam 16:17)
Hati
memang menjadi amat sentral dalam kehidupan orang. “Demikian juga “hati rohani”
kita (dalam bahasa Indonesia, kata heart secara harfiah berarti jantung,
tetapi dalam konteks Alkitab berarti hati. –red). Dalam Alkitab, kata
hati mewakili pusat emosi, pikiran, dan nalar kita. Hati adalah “pusat
komando” dari hidup kita.” (lihat https://santapanrohani.org/2014/05/06) Bagi orang
Kristiani “hati rohani” adalah penghayatan beriman kepada Allah dalam Kristus.
Dalam hal ini Bunda Maria adalah model utama untuk beriman. Dalam menghayati
imannya, berhadapan dengan berbagai kenyataan hidup, “Maria menyimpan segala
perkara itu di dalam hatinya dan
merenungkannya.” (Luk 2:19) Renungan sebagai usaha memperdalam iman bukanlah
sekedar kegiatan otak. Renungan juga terjadi dalam dinamika kegiatan hati.
Berhadapan dengan kehidupan sehari-hari orang beriman akan selalu membawa
segalanya di dalam hati, karena hati adalah pusat kehidupan.
Skema Olah Hati
Olah hati bukanlah konsep tetapi
perbuatan batin. Ini adalah gerak di kedalaman batin. Bagaimanapun juga ini
adalah perilaku. Sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus ini adalah perilaku untuk
semakin mengikuti Tuhan dalam perkembangan situasi hidup dan budaya setempat.
Pusatnya adalah kehendak Allah dalam Yesus. Tetapi yang dilakukan dalam situasi
kongkret amat berkaitan dengan budaya setempat. Secara praktis bagi kita, yang
berada dalam bentukan budaya Jawa, olah kedalaman batin ini harus
memperhitungkan amanat Injil dan perilaku yang ada dalam pola hidup orang Jawa.
Upaya olah hati untuk ikut Tuhan Yesus Kristus di tengah kehidupan kongkret
sebagai orang Jawa dapat saya ketengahkan dengan gambaran di bawah ini.
Pedoman Injil
Secara
umum lambang utama ikut Tuhan Yesus adalah salib. Inti dari lambang salib
adalah proses kesediaan mengalami susah derita untuk mendapatkan anugrah
keselamatan sejati. Dari sini Kitab Injil mencatat: Lalu Yesus berkata kepada
murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24) Dari ayat ini kita
mendapatkan tiga macam sikap: menyangkal
diri, memikul salib, dan barulah mengikut Tuhan.
Konteks kejawen
Di
sini saya menggabungkan proses olah rohani dan pokok-pokok yang dilakukan.
Proses olah rohani meliputi pola “me-Neng (diam), we-Ning (hening), du-Nung
(paham), me-Nang (bertindak)”. Sedang pokok-pokok yang dilakukan terbagi
dalam tiga langkah:
- ambil jarak: rila (membiarkan keadaan), nrima (menerima), dan sabar (tolerans.
- refleksi: tapa atau nglelimbang (pembedaan roh), dan pamudharan (pencerahan).
- jadi duta: wajib (menjalani hidup bersama), dan memayu hayuning bawana (menghadirkan budaya kebahagiaan kasih).
Pembedaan Roh dalam Gerak Kedalaman
Batin
Sikap
terbuka terhadap bimbingan Roh Kudus agar hidup sesuai dengan kehendak Allah
adalah sebuah pilihan. Dari satu sisi iman memang anugrah ilahi. Tetapi iman
juga kesediaan orang mau menerima anugrah tersebut. Di sini untuk pengembangan
hidup baik dan luhur orang dituntut selalu peka untuk membedakan antara roh
baik dan roh jahat.
Perhatian khusus pada indera rasa
Bagi
orang timur pada umumnya dan khusus bagi orang Jawa, segi “rasa” menjadi hal
yang amat kuat berhadapan dengan berbagai peristiwa. Akan tetapi dalam rangka
olah rohani, orang barat juga memusatkan perhatian pada segi “rasa” (bdk Green,
Thomas H, S.J., Th. 2000 hal. 20). Karena amat pentingnya perhatian ke “rasa”,
peranan hati menjadi amat sentral. Segala hal yang terjadi pada diri orang
harus masuk dalam dinamika hati.
Dinamika olah hati
Olah
hati untuk semakin mengikuti Tuhan Yesus Kristus sebagai orang yang berada
dalam pengaruh pola hidup Jawa berada di sekitar tiga dinamika.
Dinamika penyangkalan diri
Penyangkalan diri dilakukan kalau
seseorang mengalami “gejolak perasaan”. Entah menyenangkan entah rasa tidak
menyenangkan, kalau itu menjadikan perasaan tidak tenang orang dipanggil untuk me-Neng
(diam). Dalam keadaan “gejolak” ada godaan besar yang melanda orang untuk
membicarakan yang dirasakan. Kalau tentang hal baik dapat ingin membanggakan
dan kalau tidak baik dapat ingin mengungkapkan kekesalan. Dengan me-Neng
orang akan mengalami datangnya berbagai pikiran dan keinginan yang makin
menggejolakkan perasaan. Pengalaman batin, karena tidak diungkapkan menjadi
omongan, ini secara alami akan masuk ke dalam HATI. Di sinilah orang
mendapatkan arena untuk membicarakan semua itu dengan hati-nya. Bagi orang
beriman ada keyakinan bahwa di situ orang berjumpa dengan Roh Allah, karena
hati adalah singgasana ilahi. “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah
dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Kor 3:16) demikian kata Santo
Paulus. Dari proses pembicaraan dalam hati, orang akan mengalami suasana we-Ning
dalam dirinya. Kata wening atau bening dapat berarti jernih. Dalam air
yang jernih orang dapat melihat segala hal di dalamnya. Dalam hati yang jernih
orang akan melihat dengan jelas mana pikiran, perasaan, dan keinginan yang baik
dan yang buruk. Di sini orang sungguh masuk dalam pembedaan roh. Dengan
kejernihan hati maka wening pun
menjadi keadaan hati hening. Tetapi tindakan me-Neng sampai masuk
dalam suasana we-Ning sungguh dapat terjadi karena orang mengembangkan secara
bertahap tiga sikap:
·
Rila. Orang berjuang
dalam hati untuk membiarkan hal atau peristiwa yang dihadapi. Dia berusaha
merelakan (bahasa Jawa rila berarti
rela) yang ada atau yang terjadi sesuai apa adanya. Kalau orang dapat sungguh
mampu membiarkan adanya hal atau kejadian yang membuat perasaan bergejolak, dia
akan memperoleh sikap berikutnya.
·
Nrima. Kata nrima dalam bahasa Jawa berarti
menerima. Orang mampu menerima hal atau kejadian yang tadinya membuat hati
bergejolak. Dengan menerima dia mulai tidak terganggu oleh dorongan untuk
membicarakan hal atau peristiwa entah yang menyenangkan entah yang tidak
menyenangkan. Siap nrima memberikan
kemudahan orang mencapai sikap yang ketiga.
·
Sabar. Rasa sabar dalam kehidupan orang Jawa
bukanlah sikap tanpa daya kritis. Dengan sikap sabar orang mampu memiliki
toleransi, yaitu tetap mau sambung rasa sekalipun tetap tidak cocok atau paling
tidak masih tidak atau kurang memuaskan.
Dinamika memikul salib
Bagi
Tuhan Yesus peristiwa salib bukan sekedar derita tetapi lebih-lebih menjadi
puncak proses melaksanakan kehendak Allah. Yesus memang sadar bahwa salib
adalah begitu berat. Tetapi dalam kengerian itu Dia berkata “Ya Bapa-Ku,
jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi
janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau
kehendaki." (Mat 26:39) Justru dengan teguh berpegang pada kehendak Allah
Yesus akan dipermuliakan dalam kebangkitan. Bagi kita yang berada dalam olah
hati, proses dinamika memikul salib menjadi suasana menimbang-nimbang segala
hal atau peristiwa dengan terang-terang sabda Tuhan dan pedoman-pedoman iman
Kristiani lain. Hal inilah yang akan membawa orang pada keadaan du-Nung
(memahami) akan hal dan peristiwa yang dihadapi. Keadaan ini, dalam naungan
hubungan mesra dengan kedalaman hati hening, pada saatnya akan membuat orang
sadar terhadap anugrah pencerahan rohani. Di dalam olah hati dinamika memikul
salib ini terjadi lewat dua peristiwa batin.
·
Tapa. Kata bahasa
Jawa tapa di dalam bahasa Indonesia
berati samadi. Dengan kehidupan yang diwarnai oleh sikap rila, nrima, dan sabar, orang di dalam keheningan dapat menjalani samadi. Kerap
terjadi samadi digambarkan sebagai tindakan mengundurkan diri dari kehidupan
harian dan berada di tempat tertentu untuk secara khusus menjalani doa dan
renungan. Di dalam Gereja itu terkenal dengan istilah retret. Akan tetapi di
dalam Gereja ada yang disebut contemplatio
in actione (kontemplasi dalam kegiatan). Hal ini tentu seperti salah satu
jenis samadi dalam tradisi Jawa yang disebut tapa ngramé (samadi di tengah keramaian). Orang dapat
menimbang-nimbang hal atau peristiwa yang secara khusus masuk dalam rasa hati. Dalam
menimbang-nimbang itu dia dapat mengkaitkannya dengan ajaran-ajaran Gereja
seperti Kitab Suci, dokumen-dokumen, bacaan-bacaan suci, khotbah. Tentu saja
rujukan Gerejawi itu dapat dilakukan dengan membaca atau cukup lewat ingatan
dalam hati. Ini adalah renungan rohani. Selain itu, entah secara khusus atau
sambil merenung, doa juga terjadi. Doa batin ini terutama adalah mendialogkan
yang muncul dalam pikiran, perasaan, kehendak dengan yang ilahi di dalam hati. Dari
proses ini orang dapat mengalami peristiwa kedalaman batin berikut.
· Pamudharan. Secara harfiah kata udhar dalam bahasa Jawa berarti lepas dari keadaan morat-marit.
Orang menjadi lega penuh keceriaan. Dari sini pamudharan dapat berarti pencerahan. Bagi para murid Kristus
pencerahan yang menghadirkan hati lega penuh keceriaan ini terjadi karena orang
sungguh terbuka pada karya Roh. Orang terbuka karena mengalami karunia ilahi
yang amat besar. Dari segala hal yang dicari dan diupayakan oleh manusia, orang
beriman akan menyadari bahwa Roh adalah pemberian ilahi yang paling menentukan
hidup. Tuhan Yesus bersabda “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian
yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan
Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Luk 11:13) Roh inilah
yang akan menjadi daya hidup yang terungkap dan terwujud dalam perilaku harian
seseorang.
Dinamika mengikut Yesus
Di dalam Tata Perayaan Ekaristi,
kata-kata terakhir untuk imam adalah Ite
missa est (Marilah kita pergi, kita diutus). Setiap orang Kristiani memang
menjadi utusan iman. Sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus Kristus bersabda
“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk
16:15). Dalam pamudharan, orang
sungguh berada dalam naungan Roh Kudus. Padahal “.....kalau Roh Kudus turun ke
atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kis 1:8) kata Kristus. Kesatuannya
dengan Kristus dalam naungan Roh Kudus membawa orang masuk dalam kancah
kehidupan kongkret di tengah-tengah dunia. Dari proses olah hati ini, orang
tidak perlu harus takut khawatir kalau harus berhadapan dengan berbagai
tantangan dan ancaman karena “pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu
apa yang harus kamu katakan." (Luk 12:12) Dengan demikian karena kekuatan
Roh orang akan me-Nang (memiliki kemampuan melaksanakan) dalam kehidupan yang
dihadapi. Dinamika mengikut Yesus ini terjadi dalam dua langkah.
·
Wajib. Di
tengah-tengah perkembangan situasi hidup dan budaya setempat seorang murid
Kristus menjalani yang diwajibkan sebagai orang beriman. Dia harus menjalani
apapun dalam ketaatan pada hukum kasih: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan
dengan segenap kekuatanmu. ..... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."
(Mrk 12:30.31) Penghayatan wajib kasih ini terungkap dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan, dan terwujud dalam kegiatan-kegiatan duniawi yang menyangkut
bidang-bidang sosial, ekonomi, dan politik. Perhatian pada yang papa dan
menderita serta menjaga pelestarian alam juga menjadi tekanan. Kewajiban ini
tidak hanya menjadi gerak individual tetapi juga dihayati dalam kehidupan
komunitas-komunitas entah yang Kristiani entah yang manusiawi. Satu hal yang
harus dicatat adalah bahwa kelompok-kelompok gerakan sungguh-sungguh menjadi
komunitas kehidupan kalau terbuka untuk jaringan-jaringan persekutuan.
·
Memayu hayuning
bawana.
Kata-kata ini adalah ungkapan panggilan hidup orang untuk ikut serta ambil
bagian membuat iklim hidup yang indah diwarnai oleh suasana damai sejahtera.
Suasana seperti ini merupakan buah dari gerakan banyak orang yang makin
terlibat untuk menumbuh kembangkan budaya kasih sebagai kewajiban hidup.
Perjalanan Menuju Kerajaan Bapa
Sebagai
penutup ada hal yang perlu disadari. Proses dinamika penyangkalan diri, memikul
salib, dan mengikut Kristus di dalam keseriusan hidup menjadi hal yang harus
terjadi berulang-ulang terus menerus. Selama masih berada di dunia fana olah
hati itu tak akan sekali jadi. Perkembangan dan perubahan jaman membuat situasi
kongkret menjadi selalu baru dan diperbarui. Sebagai orang-orang yang disatukan
dalam Kristus, itu menjadi perjalanan ziarah kedalaman batin yang dibimbing
oleh Roh Kudus menuju Kerajaan Bapa.
Puren, 14 September 2017
D Bambang Sutrisno, Pr.
0 comments:
Post a Comment