Ketika masuk agama Katolik saya sudah bukan anak
kecil. saya mulai pelajaran agama ketika berada di bangku SMP. Sakramen
Permandian saya terima pada Misa Malam Paskah 25 Maret 1967 ketika kelas satu
SMA. Dengan permandian tentu saya mendapatkan tambahan nama. Banyak teman yang
bersama-sama menerima permandian memilih nama orang kudus sesuai dengan
ketertarikannya. Tanpa tahu riwayat kehebatannya saya tertarik pada nama Antonius.
Saya menginginkan sesudah dipermandikan akan mendapatkan panggilan “Mas Anton”.
Tetapi seorang suster berkata “Besok kamu pakai nama Dominicus, ya”. Karena saya
amat menghormat beliau hanya jawaban “Ya, suster” yang saya sampaikan.
Sekalipun ada kekhawatiran masa depan, saya hingga kini tetap berada di bawah
nama pelindung Santo Dominicus.
Bertahun-tahun yang saya khawatirkan tak pernah
terjadi. Tetapi sesudah menjadi seorang imam, yang saya khawatirkan terealisasi
dan bahkan marak keterkenalannya. Barangkali karena enaknya dalam pergaulan dan
ketidaksoalan saya menerima ejekan, banyak teman imam menyebut nama saya “Bambang”
dengan tambahan kata “D”. Dalam pertemuan-pertemuan resmi tak sedikit teman
imam yang jadi MC memanggil saya untuk tampil dengan mengatakan “Kini yang akan
bicara adalah Rama Bambang Dhé”
dengan penekanan pada kata dhé. Hal
ini selalu membuat gelak tawa dari yang hadir termasuk para awam. Walau banyak
yang tahu bahwa huruf “D” adalah singkatan Dominicus, tetapi dengan penekanan
kata dhé, banyak yang paham bahwa itu singkatan kata dhéglog (kata Jawa yang berarti pincang). Kaki kiri saya memang
cacad sejak bayi usia setahunan. Tetapi ejekan dhé ternyata juga membuat relung hati saya ceria. Bahkan kalau ada
yang bertanya “Dhé itu Damianus atau
Dionisius?”, saya dengan tenang menjawab “Dheglogius”.
Kini saya berada di rumah tua. Kebetulan semua rama
karena kondisinya, termasuk saya, sudah biasa berkursi roda. Pada suatu saat
ada rama penghuni baru. Ketika masih menjadi sesama imam menjalani dinas
keuskupan, beliau termasuk akrab dengan saya. Maka beliau juga biasa mengejek
ke-dhé-an saya. Ketika melihat saya
rama ini langsung berseru “Ini Rama Bambang Dhé,
ta?” Langsung saja saya jawab “Ternyata kamu kini sudah katarak, ya?” Beliau
membantah “Mataku masih awas”. “Kalau awas mengapa kamu tidak melihat aku sudah
tidak pincang?” saya berkata sambil maju mundur dan kekiri kekanan dengan kursi
roda yang saya duduki.
0 comments:
Post a Comment