Tim, CNN Indonesia | Selasa, 24/09/2019 06:26 WIB
Ilustrasi. Hanya sedikit dari penduduk lansia di Indonesia yang sehat dan masih giat beraktivitas. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia memasuki negara aging society atau berpenduduk tua. Artinya, jumlah penduduk lanjut usia atau lansia mencapai lebih dari tujuh persen dari total jumlah penduduk. Fakta ini membuat lansia di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam menjalankan kehidupan.
Berdasarkan data dari Bappenas dan BPS, pada 2015 jumlah lansia atau orang yang berusia di atas 60 tahun tercatat sebanyak 8,5 persen. Pada 2020, jumlah lansia diprediksi bertambah menjadi 10 persen.
"Orang lansia bertambah banyak dan juga bertambah tua. Ini akan meningkat terus," kata Ketua Persatuan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi), dr Siti Setiati di Kementerian Kesehatan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat ini, tercatat hanya terdapat 13,3 persen lansia yang sehat dan dapat menjalankan aktivitas di Indonesia. Sebanyak 61,6 persen lansia yang menjelang renta dan 25 persen sudah renta atau sudah tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-hari.
Siti menjelaskan, lansia di Indonesia memiliki sejumlah tantangan karena karakteristik yang berbeda dengan orang muda.
Orang yang berusia muda memiliki karakteristik mandiri, dapat melakukan aktivitas sehari-hari, memiliki kognisi dan fungsional yang baik, dan tidak memiliki penyakit atau hanya satu penyakit saja.
Berbeda dengan lansia yang sudah lagi tak mandiri atau bergantung dengan orang lain, tidak bisa melakukan aktivitas sendiri, membutuhkan pengasuh, kognisi dan fungsional yang menurun, masalah psikososial yang kompleks, dan memiliki multipel penyakit.
"Penyakitnya bukan hanya satu tapi bisa lima, enam, atau tujuh. Ini memiliki konsekuensi dan butuh penanganan yang komprehensif," ucap Siti yang merupakan dokter ahli dalam ilmu penuaan.
Karakteristik ini membuat tantangan bagi lansia di Indonesia cukup banyak. Pertama, kata Siti, adalah mengalami meninggal dunia karena penyakit kronis tidak menular seperti diabetes, jantung, dan stroke.
Risiko malapraktik untuk lansia juga akan meningkat. Ini terjadi karena penyakit yang banyak tapi tidak ditangani secara komprehensif.
Muncul pula kekerasan terhadap orang tua atau elderly abuse. Seperti orang tua yang tak diurus atau ditelantarkan.
Lansia di Indonesia juga membutuhkan layanan berbasis jangka panjang. Pelayanan kesehatan untuk lansia di rumah sakit dan puskesmas juga perlu ditingkatkan.
Menurut Siti, pelayanan untuk lansia yang ada saat ini masih belum maksimal. Tercatat di Indonesia hanya terdapat 88 rumah sakit yang memiliki layanan khusus lansia dan konsultan geriatri baru berjumlah 70 orang saja.
"Saat ini kami sedang beri pelatihan untuk memperbanyak dokter yang bisa menangani lansia," ucap Siti.
Kementerian Kesehatan juga menyatakan sudah menyiapkan sejumlah program untuk pencegahan penyakit pada lansia dan juga pelayanan yang komprehensif.
Berdasarkan data dari Bappenas dan BPS, pada 2015 jumlah lansia atau orang yang berusia di atas 60 tahun tercatat sebanyak 8,5 persen. Pada 2020, jumlah lansia diprediksi bertambah menjadi 10 persen.
"Orang lansia bertambah banyak dan juga bertambah tua. Ini akan meningkat terus," kata Ketua Persatuan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi), dr Siti Setiati di Kementerian Kesehatan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat ini, tercatat hanya terdapat 13,3 persen lansia yang sehat dan dapat menjalankan aktivitas di Indonesia. Sebanyak 61,6 persen lansia yang menjelang renta dan 25 persen sudah renta atau sudah tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-hari.
Siti menjelaskan, lansia di Indonesia memiliki sejumlah tantangan karena karakteristik yang berbeda dengan orang muda.
Orang yang berusia muda memiliki karakteristik mandiri, dapat melakukan aktivitas sehari-hari, memiliki kognisi dan fungsional yang baik, dan tidak memiliki penyakit atau hanya satu penyakit saja.
Berbeda dengan lansia yang sudah lagi tak mandiri atau bergantung dengan orang lain, tidak bisa melakukan aktivitas sendiri, membutuhkan pengasuh, kognisi dan fungsional yang menurun, masalah psikososial yang kompleks, dan memiliki multipel penyakit.
"Penyakitnya bukan hanya satu tapi bisa lima, enam, atau tujuh. Ini memiliki konsekuensi dan butuh penanganan yang komprehensif," ucap Siti yang merupakan dokter ahli dalam ilmu penuaan.
Karakteristik ini membuat tantangan bagi lansia di Indonesia cukup banyak. Pertama, kata Siti, adalah mengalami meninggal dunia karena penyakit kronis tidak menular seperti diabetes, jantung, dan stroke.
Risiko malapraktik untuk lansia juga akan meningkat. Ini terjadi karena penyakit yang banyak tapi tidak ditangani secara komprehensif.
Muncul pula kekerasan terhadap orang tua atau elderly abuse. Seperti orang tua yang tak diurus atau ditelantarkan.
Lansia di Indonesia juga membutuhkan layanan berbasis jangka panjang. Pelayanan kesehatan untuk lansia di rumah sakit dan puskesmas juga perlu ditingkatkan.
Menurut Siti, pelayanan untuk lansia yang ada saat ini masih belum maksimal. Tercatat di Indonesia hanya terdapat 88 rumah sakit yang memiliki layanan khusus lansia dan konsultan geriatri baru berjumlah 70 orang saja.
"Saat ini kami sedang beri pelatihan untuk memperbanyak dokter yang bisa menangani lansia," ucap Siti.
Kementerian Kesehatan juga menyatakan sudah menyiapkan sejumlah program untuk pencegahan penyakit pada lansia dan juga pelayanan yang komprehensif.
0 comments:
Post a Comment