Ini adalah sebuah sharing. Saya baru
saja mengalami hari lahir di kala usia 67 tahun. Sebagai salah satu penghuni
rumah tua, yang bernama Wisma Domus Pacis Puren, saya ikut menyepakati bahwa
Komunitas Rama Domus Pacis tidak merayakan ulang tahun kelahiran. Yang
dirayakan adalah ulang tahun imamat. Alasan yang bernuansa kelakar adalah agar “Jumah
tahun tampak muda”. Lain halnya kalau yang dirayakan adalah hari lahir. Usia 60
sudah masuk golongan lanjut usia. Tetapi pada hemat saya alasan pokok adalah
beaya. Sebagai kelompok rama-rama yang sudah tidak memiliki dinas resmi dan
tidak memimpin jemaat, pemasukan untuk kas tentu sudah terbatas. Meskipun
demikian, adanya perayaan ulang tahun tahbisan sejak Desember 2011 sudah menjadi
hal yang sangat istimewa. Ini adalah inisiatif para penghuni sendiri dan tidak
menjadi program Pengurus Domus Pacis sehingga di luar anggaran keuangan yang
berasal dari Keuskupan.
Kebiasaan
Perayaan Hari Lahir
Pada jaman kini perayaan hari lahir sudah
menjadi jamak terjadi. Untuk anak-anak sekolah bentuk perayaan dapat terjadi
yang bagi kaum tua bernuansa aneh seperti lempar-lemparan telur mentah atau
dijepurkan di kolam atau diguyur limpah air. Kumpul-kumpul bareng dengan
macam-macam sajian kuliner bukan hal asing. Kaum usia 80an keatas bahkan yang
sudah renta pun kerap dijadikan alasan penyelenggaraan kumpul bareng
makan-makan. Untuk kaum kaya apalagi yang berlimpah harta kekayaan, restoran
besar atau hotel dapat menjadi area perayaan hari lahir.
Kebiasaan merayakan hari lahir juga
terjadi di kebanyakan kalangan rama dan biarawan-biarawati. Seandainya tak ada
pesta kuliner khusus, paling tidak biasanya ada doa khusus dalam misa. Untuk
para rama dan biarawan-biarawati yang memiliki banyak relasi, perjumpaan makan
minum tak jarang terjadi. Apalagi untuk rama yang berada di dalam karya paroki,
sesederhana apapun makan minum yang melibatkan banyak orang juga dapat menjadi
kebiasaan.
Perayaan
Kebahagiaan
Bagi saya yang menarik adalah kalau
muncul ungkapan “Mengapa ulang tahun saja harus dirayakan?” Ketertarikan saya
berkaitan dengan realita orang-orang yang omong begitu sejauh saya mengerti. Menurut perasaan
saya, beberapa orang yang saya kenal omong seperti itu adalah sosok yang tidak
mudah bergaul, tidak mudah puas dengan keadaan, tidak begitu senang dan mungkin
rela ada orang lain menikmati ucapan dan pesta ulang tahun orang lain. Tetapi
ternyata orang-orang demikian senang sekali di kala hari lahir ada yang memberi
sajian kuliner dan mendapatkan salam dan ucapan.
Ketika saya memikirkan hal tersebut
muncul ucapan dalam benak “Bukankah semua itu terarah pada yang namanya
KEBAHAGIAAN?” Sesederhana apapun bentuk yang ada, perayaan amat berkaitan
dengan peristiwa yang dipandang membahagiakan. Orang yang merayakan hari lahir
dipandang sebagai berada dalam situasi bahagia. Orang yang memberikan ucapan
dan atau kado dipandang ikut berpartisipasi dalam kebahagiaan. Sementara itu
yang tidak suka biasanya orang yang mungkin iri lihat orang lain bahagia. Kalau
diam-diam ketika ulang tahun menikmati ucapan dan pemberian, bagi saya itu
adalah orang yang mau sukanya sendiri dan suka berharap orang lain ikut
kemauannya sendiri.
Karena perayaan amat berkaitan dengan
peristiwa yang membahagiakan, bagi saya yang paling menentukan adalah nuansa
relung hati. Segala bentuk perayaan termasuk kalau ada sajian kuliner hanyalah
upaya-upaya lahiriah untuk mengkondisikan nuansa bahagia. Kalau perayaan itu
dilakukan oleh yang berulang tahun, itu diharapkan menjadi tanda dan sarana
yang mengungkapkan kebahagiaan. Yang yang menentukan adalah sikap batin
seseorang apakah dia biasa menyadari apapun yang terjadi dalam relung hati atau
tidak. Bagi yang percaya bahwa di dalam relung hati bersemayam roh atau daya
ilahi, kebiasaan omong-omong dengan kedalaman batin tentu membuatnya mudah
ceria bahagia dalam keadaan apapun.
Perayaan
di Kesunyian
Pengalaman Domus Pacis dapat menyajikan
kondisi sunyi ketika ada penghuninya berada dalam saat hari lahir. Memang ada
rama yang sehari-hari mendapatkan banyak tamu yang berkonsultasi dan atau
meminta doa khusus. Ketika berulang tahun rama ini akan mendapatkan acara
khusus dari para klien termasuk pesta kuliner yang tak dialami oleh para rama
lain. Saya termasuk yang mengalami kesunyian. Memang di sore hari ada suami
istri datang memberikan ucapan dan oleh-oleh. Tetapi seharian, kecuali ketika
saat makan, saya hanya berada dalam kamar. Dari para rama serumah hanya dua orang yang mengulurkan tangan memberi salam. Meskipun demikian saya merasa bahagia
karena para karyawan diam-diam secara perorangan masuk kamar dengan wajah
berseri memberi salam dan ucapan bersahabat “Sugeng ulang taun nggih”. Kebetulan saya bukan termasuk rama yang
memiliki kebiasaan pesta ulang tahun. Ketika berdinas, karya-karya saya hingga
masuk Domus Pacis didominasi oleh hidup kelembagaan bukan paroki. Orang-orang
dekat pun biasa tidak ingat hari lahir saya. Kebetulan saya termasuk orang
tempo dulu yang berpola tradisional. Perayaan hari lahir dilakukan 35 hari
sekali dan selesai ketika saya memulai masa sekolah.
Tetapi kesunyian Domus, yang menjauhkan
saya dari hubungan lahiriah berdekatan dengan jemaat dan membuat saya 92%
berada dalam kesendirian di kamar, ternyata tidak membuat saya tidak bergairah
mengalami hari lahir. Hal ini terjadi karena ketika membuka laptop, saya
menemukan ucapan-ucapan dan gambar-gambar untuk ulang tahun saya yang ke 67.
Itu saya ketemukan di FB dan group-group atau perorangan dalam WA. Bagi saya kiriman lebih dari 250 orang adalah jumlah amat besar. Yang mengherankan adalah bahwa
pada umumnya ucapan-ucapan itu justru dimulai dari sosok yang berada di area
jauh sekali dari Domus Pacis seperti Bali dan Jakarta.
Puren, 31 Januari 2018
0 comments:
Post a Comment