Pertemuan sekitar 85 orang rombongan Wanita Katolik RI Ranting Umbulharjo, Yogyakarta, dalam kunjungan ke Domus Pacis memang terasa asyik dan segar. Rama-rama Domus yang menyambut adalah Rm. Ria, Rm. Tri Hartono, Rm. Harto, dan Rm. Bambang. Ini terjadi pada hari Minggu tanggal 7 Januari 2018. Mereka masuk Domus Pacis pada jam 09.00 dan langsung dipersilakan oleh Mas Handoko dan Bu Rini, para relawan Domus, untuk menikmati sajian teh dan snak. Bagi para karyawan Domus kunjungan ini membutuhkan persiapan tempat yang sudah dilakukan sehari sebelumnya. Para karyawan harus mempersiapkan tambahan kursi untuk ditata di kapel. Tetapi ruang pertemuan dalam juga membutuhkan 85 kursi. Mas Handoko harus mempersiapkan soundsystem baik untuk pertemuan di aula dalam maupun untuk misa di kapel. Keyboard termasuk yang disiapkan di dalam kapel. Mbak Tatik dan Mbak Sri, para relawan dari Ambarrukmo, sudah mulai masak dari Sabtu malam untuk kebutuhan 100 orang karena warga Domus Pacis juga diperhitungkan. Ternyata Bu Madi, relawan dari Pringwulung, juga hadir membantu pada hari Minggu.
Ketika pertemuan di aula, ada pengantar dari MC tentang maksud dan tujuan kunjungan. Doa menjadi pembuka pertemuan dan kemudian MC meminta Rm. Bambang memperkenalkan rama-rama yang tinggal di Domus Pacis. Acara diteruskan dengan pidato Ketua Wanita Katolik RI Ranting Umbulharjo yang meneruskan dengan memperkenalkan kelompok-kelompok wakil Anak Ranting yang hadir. Sesudah perkenalan MC menyerahkan kepada Rm. Bambang untuk memandu wawanhati. Ternyata pembicaraan berkembang ke perjalanan kehidupan Domus Pacis terutama berkaitan dengan kebutuhan makan harian dan tentu saja kebutuhan-kebutuhan lain. Semua ini berasal komentar awal salah satu ibu yang sebelumnya menjabat sebagai ketua yang berasal dari Kampung Miliran. Beliau berkata "Rikala mlebet Domus kula rumaos gumun kok saiki dadi apik lan regeng. Kala rumiyin, kula sampun nate mlebet tuwi almarhum Rama Utoyo. Suwasanipun sepi sanget" (Ketika masuk Domus saya merasa heran karena kini menjadi bagus dan tampak semarak. Dulu saya pernah ke sini mengunjungi almarhum Rama Utoyo. Suasananya amat sepi). Kecuali Rm. Tri Hartono, semua rama yang hadir di aula ikut berbicara. Pertemuan di aula diakhiri dengan penyerahan tali asih dari rombongan tamu untuk rama-rama Domus Pacis yang diterima oleh Rm. Trio Hartono.
Acara pokok kedua adalah misa di Kapel. Rombongan tamu sungguh mempersiapkan dengan bagus. Selain petugas-petugas liturgi seperti pembaca Kitab Suci dan doa umat, pemain keyboard juga ada. Lagu-lagu yang dipakai tersaji dalam lembar fotocopy untuk semua peserta. Bahkan untuk setiap orang dibagikan panduan Misa Minggu yang dibeli dari Sekretariat Paroki Pringwulung. Maka, sekalipun tidak terlaksana di gedung gereja Paroki, kesemarakan Hari Raya Penampakan Tuhan sungguh amat terasa. Memang, karena Kapel Santo Barnabas di Domus Pacis hanya dapat menampung 75 orang, sekitar 25 kursi ditata di luar untuk diduduki oleh sebagian para tamu dan para relawan serta karyawan Domus. Untunglah dinding kapel terbuat dari kaca yang dapat dibuka-tutup. Di dalam homili Rm. Bambang memfokuskan diri dari bacaan Injil pada kata-kata "Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem." (Mat 2:3) Dalam kalimat ini kata "terkejutlah" menjadi titik tolak ulasan bagaimana sentuhan warta iman datang. Keterkejutan tak hanya terjadi dalam peristiwa-peristiwa besar dan spektakuler. Dalam hidup harian juga kerap datang ketika perasaan terasa tidak enak seperti ketidakpuasan akan makanan. Setelah misa selesai, semua langsung menikmati makan siang. Dan sebelum meninggalkan Domus Pacis foto-foto bersama terjadi berulang kali.
0 comments:
Post a Comment