

Rama Bambang berkata “Jan-jane kabeh
sing alami pancen mboten enak ambune. Rama Harto pun nate mrangguli lemi
dereng?” (Sebetulnya semua yang alami memang berbau tidak enak. Rama Harto
pernah menjumpai pupuk kandang belum?). Sambil mengangguk Rama Harto menjawab “Empun” (Sudah pernah). “Ning pangane sing mbokmenawa damel mambet
sanget. Lelene rak dipakani ‘pelet’. Niku ngangge campuran kimiawi”
(Barangkali yang menyebabkan amat bau adalah makannya. Ikan lele kita kan
diberi makan ‘pelet’) Rama Yadi memberikan penjelasan. Rama Bambang terkagum
dengan pengetahuan Rama Yadi sehingga hanya bersuara “Ooooo ....” Rama Yadi
meneruskan “Riyin teng Sedayu pun nate
diprotes” (Dulu di Sedayu pernah membuat orang memprotes). “Paroki Sedayu pun naten gadhah blumbang
lele, ta?” (Apakah Paroki Sedayu pernah memiliki kolam lele) tanya Rama
Bambang. Rama Yadi menjawab “Niku theke
masyarakat luas. Pari-pari ra isa panen merga kepangan ama. Nah, sawah terus
dha dinengke mawon kebak banyu. Terus enten sing nggo ngingu lele. Hasile apik.
Nah bar niku sawah-sawah liyane njur dinggo ngingu lele. Dadine mboten mung
marai hawa mambu teng kampung-kampung, banyu-banyu sumur dha tercemar” (Itu
milik masyarakat luas. Pada suatu saat panen padi gagal karena dimakan hama.
Maka sawah dengan genangan airnya dibiarkan saja. Kemudian ada warga yang
memanfaatkan untuk memelihara ikan lele. Hasilnya bagus. Sesudah itu
sawah-sawah lain dipakai untuk beternak ikan lele. Ada akibat tak hanya
menyebar aroma bau di kampung-kampung, tetapi air sumur-sumur juga tercemari).
“Nggene dhewe apike pripun, nggih?”
(Bagaimana dengan tempat kita?) Rama Bambang menyodorkan pertanyaan. Rama Yadi
menyahut “Jarene onten sing isa gawe ora
mabu. Kula pun tau maca, ning lali teng pundi” (Katanya ada yang dapat
membuat tidak berbau. Saya pernah menemukan dalam bacaan, tetapi lupa dari
mana). Karena ingat Santo Fransiscus Assisi yang amat bersahabat dengan alam
semesta, Rama Bambang mengajukan kemungkinan “Bagaimana kalau sementara ini saya
dan Rama Harto memanfaatkannya untuk berlatih bersahabat dengan alam?” Rama
Harto dengan suara yang tetap lemah dan pelan berbunyi dengan kosa kata yang
biasa muncul “Enggiiiiiiih”
(Yaaaaaa).
0 comments:
Post a Comment