Romo Suharto Widodo, Pr
Rama Harto adalah salah satu penghuni Domus Pacis.
Dalam keadaan kondisi berkebutuhan khusus beliau banyak dikunjungi orang minta doa.
Sering orang beranggapan bahwa sakit dan kesengsaraan adalah akibat perbuatan dosanya sendiri. Anggapan tersebut perlu dibetulkan. Memang ada sakit yang diakibatkan oleh kesalahan orang bersangkutan, tetapi tidak selamanya demikian. Ada seorang anak berumur 12 tahun. Sebut saja Imelda namanya. Ia masih duduk di bangku SMP dan ia mengidap sakit kanker ganas di tumit kakinya. Setelah tumitnya dipotong, kanker tersebut menjalar hingga ke lutut. Setelah lututnya pun kemudian dipotong, kanker tersebut menjalar hingga ke paha. Dan setelah pahanya juga dipotong, kanker tersebut menjalar hingga ke perut. Namun perutnya tidak dipotong. Ia mengalami kondisi yang teramat sangat menderita. Dalam penderitaanya itu, ia berpesan kepada bapak dan ibunya untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang selama ini ia simpan. Dan saya diminta datang untuk menjawab pertanyaan anak tersebut. Pertanyaannya adalah: “Apakah sakit saya ini disebabkan oleh karena dosa saya atau dosa kedua orang tua saya?” Dan saya memberi jawaban dengan menceritakan kisah St. Fransiskus Asisi yang karena cintanya kepada Yesus dia diberi hadiah bisa merasakan luka-luka Yesus di salib. Luka-luka tersebut persis seperti luka-luka Yesus yaitu luka-luka bekas paku pada tangan dan kaki dan tusukan tombak di lambung. Ketika itu Ia sedang berdoa di atas gunung Alferna, Italia. Luka-luka itu biasa disebut dengan istilah “stigmata”. Fransiskus diberi stigmata karena Yesus membutuhkan dia untuk turut merasakan penyelamatan dunia. “A Friend in need is a friend indeed.” Yang artinya “teman yang sesungguhnya adalah teman yang ada di kala dibutuhkan.” Jadi Yesus mencintai dia. Oleh karena itu, ia diajak untuk ikut sengsara seperti Yesus.
Anak itu lalu mengatakan, “kalau begitu, saya diajak Tuhan Yesus untuk sengsara karena Dia mencintai saya?” Dan saya menjawab “Iya”. Lalu ia berkata, “Kalau begitu saya minta dua hal lewat Romo untuk diberi pengampunan dosa dan untuk menyampaikan kepada bapak dan ibu agar jangan menangis kalau aku dipanggil Tuhan, karena aku telah menemukan jawaban dari sakitku itu dan jika aku sudah meninggal pakaian komuni pertamaku hendaknya diletakan di atas jasadku nanti.” Sesudah ia mengaku dosa, permohonannya saya sampaikan kepada orang tuanya. Seminggu kemudian ia merasakan sakit yang tak terperikan seperti di sayat-sayat. Dia berserah kepada Tuhan dan meninggal dalam damai. Ayah ibunya sedih bercampur bangga atas iman anaknya. Dan ketika jasadnya anaknya hendak diberangkatkan dari rumah, untuk pertama kali ayah ibunya melihat arwah anaknya Imelda, berpakaian putih seperti malaikat sembari mengucapkan terima kasih dan pamitan sebelum ia naik ke surga. Semenjak saat itu ayah ibunya tidak sedih lagi dan bertekad untuk membaktikan diri bagi orang-orang sakit dan menghibur mereka dalam keadaan sengsara. Saya sungguh berterima kasih kepada Tuhan karena berkat rahmat Tuhan meskipun saya sakit saya tetap diberi kesempatan untuk mendampingi orang yang menderita sengsara karena sakit. Dan pengalaman anak yang menderita sengsara dalam iman tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan dan anggapan yang keliru tentang sengsara dan penderitaan. Bahkan sengsara dan penderitaan sesungguhnya merupakan sebuah panggilan untuk turut ambil bagian dalam misteri penyelamatan dunia. Karena itu, bagi orang-orang beriman, sakit dan penderitaan merupakan sarana untuk membawa orang lain khususnya yang sengsara dan menderita kepada pengenalan dan iman akan Yesus Kristus Sang Penyelamat dunia.
3 comments:
terharu aku bacanya romo... matur nuwun romo. suatu bacaan yang benar2 membuat hati tergugah utk semakin melayani. Tuhan yesus memberkati. Berkah dalem
Puji Tuhan!! Kurnia ilahi memang untuk siapa pun juga bagi yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan berkebutuhan khusus.
kalo boleh minta no telpon ya, saya pengin ngobrol dengan romo harto
Post a Comment