Kemarin sore, Rabu 21 Agustus 2013, seperti biasa jam 06.00 sore ada misa
harian di Domus Pacis. Kalau tidak pergi, Rama Bambang biasa menyiapkan
buku-buku dan menyalakan lilin. Rama Bambang biasa menempatkan diri sebagai
koster sekaligus lektor bila tidak pergi dan Rama Yadi ada. Sore itu ketika
Rama Yadi masuk kapel, Rama Bambang bertanya sambil menyodorkan korek gas
berbentuk pestol “Rama gadhah gas teng
kamar, ta?” (Rama masih punya gas di dalam kamar rama, ta?). Rama Yadi
menggerak-gerakkan pelatuknya berkali-kali dan ternyata menyala walau tidak
besar. “Wah, wau kula uripke bola-bali
mboten isa, je” (Tadi berkali-kali saya nyalakan tetapi tidak bisa) kata
Rama Bambang.
Rama Yadi menempatkan diri dengan kursi roda di belakang altar untuk
memimpin misa. Rama Harto masuk juga dengan kursi roda yang didorong oleh Pak
Tukiran. Rama Bambang selalu duduk di kursi roda di sayap barat. Ada suara
langkah masuk dan berhenti di deretan belakang. Tanpa melihatnya Rama Bambang
tahu bahwa itu adalah Rama Tri Wahyono. Sesudah Doa Malaikat Tuhan yang dipimpin oleh Rama Bambang, Rama Yadi
langsung membuka Perayaan Ekaristi. Dengan inspirasi Injil Yohanes 21:15-17, Rama
Yadi mengatakan bahwa kalau kita mencinta Yesus kita akan menjalankan tugas
penggembalaan. Kemudian beliau juga mengatakan bahwa, sekalipun sudah tidak
memiliki tugas resmi, para rama Domus tetap menjalani tugas penggembalaan.
Justru di Domus yang dikerjakan oleh para rama dapat melengkapi tugas para rama
paroki. Para rama dapat memimpin misa yang kurang dapat terlayani. Tetapi juga
ada banyak hal yang dapat menjadi kekhasan seperti Rama Harto dengan para
tamunya dan pendampingan-pendampingan yang terjadi di Domus Pacis.
Ketika berdoa sesudah komuni, Rama Bambang merasa-rasakan yang dikatakan
oleh Rama Yadi. Sebenarnya kadang kala dia tidak bersemangat ikut Misa Domus
Pacis. Tetapi melihat semangat Rama Yadi, Rama Harto, dan Rama Tri Wahyono,
Rama Bambang pun selalu merasa dikuatkan. Apalagi ketika sore itu Rama Bambang
melihat Yayuk duduk di dekat Rama Tri Wahyono. Dia teringat ketika masih di bangku
kuliah pada tahun 1972. Dalam kuliah Pengantar
Teologi Hidup Rohani, Rama Bambang bertanya kepada almarhum Rama Wignja, SJ
sang dosen “Rama, apakah untuk jaman sekarang doa rosario itu masih relevan?”
Rama Wignja menjawab dengan santai dengan tempo pelan-pelan “Wedhus wae isih sembahyang tesbeh pendhak
dina lan tanpa etungan manik-manike. Apa kowe ora isin kalah ro wedhus?”
(Kambing saja setiap hari doa rosario dengan butir manik-manik tak terhitung
jumlahnya. Apakah kamu tidak malu akan kalah dari kambing?). Tentu saja ini
adalah jawaban yang pada saat itu membuat para mahasiswa tertawa terbahak-bahak
dan Rama Bambang hanya tersipu-sipu. Kini di samping telapak kaki Rama Tri
Wayono, Yayuk pun duduk ikut misa dengan tenang. Padahal dia hanya anjing
Domus.
0 comments:
Post a Comment