diambil dari http://hendrikeksap.blogspot.co.id Senin, 10 Oktober 2011
Makalah ini adalah perbaikan dari salah satu materi Penataran Pembina Pelayanan Lansia Pangestu oleh Kelompok Kerja IV, yang telah dilaksanakan 11 Desember 2004. Materi makalah ini terutama diambil dari Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-3 Tahun 2004, 685 halaman, dengan editor R. Boedhi-Darmojo dan H. Hadi Martono, diterbitkan oleh Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bacaan anjuran lainnya adalah: Pedoman Tatalaksana Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan. Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jendral Bina Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Kelompok Kerja berusaha menghindari istilah kedokteran yang terlalu khusus dan membatasi pada hal-hal yang penting dan sangat mungkin kita jumpai sehari-hari dalam berkomunikasi dengan para lanjut usia.
Menurut pandangan kami, para Lansia dikalangan Pangestu sebagaian besar sangat sehat jasmaninya. Ada diantaranya yang lebih sehat dibanding dengan putera-puterinya yang belum menyiswa, ini sedikit menyimpulkan bahwa Ajaran Sang Guru Sejati yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya menyehatkan jiwanya saja tetapi juga menyehatkan fisiknya.
Lanjut Usia
Ilmu tentang Lanjut Usia serta cara-cara merawatnya disebut Geriatri (Geros = Usia Lanjut, iatreia = merawat/merumat). Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh Ignas Leo Vascher, seorang dokter Amerika pada tahun 1909. Menua, menjadi tua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurut teori Jam genetik (genetic clock), menua telah terprogram secara genetik untuk jenis makhluk tertentu, di dalam inti selnya yang telah diputar menurut suatu siklus hidup sel. Secara teoritis jam tersebut dapat diputar lebih lama, dengan pengaruh luar berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, obat-obatan atau tindakan-tindakan medis tertentu. Telah diketahui rentang hidup banyak makhluk, diantaranya Bulus 170 tahun, Manusia 116 tahun, Kucing 30 tahun, Anjing 27 tahun, Sapi 20 tahun, Lalat 70 hari, dan sebagainya.
Mengikuti definisi secara umum usia lanjut dan apabila usianya 65 tahun ke atas. Sering dibagi secara epidemiologi: 65-74, 75-84, 85 -. Biasanya >80 tahun disebut sebagai Octogenarian. Pada Lansia kelompok ini sebaiknya didampingi keluarga/perawatnya bila ada kegiatan (Pangestu) di luar rumah. WHO: Lansia (elderly): 60-75; Tua (old): >75-90; Sangat tua (very old): >90 th.
Beberapa problem penyakit, sebut saja Masalah Utama Lansia (Geriatric Giant) adalah 1. Gangguan otak besar (Sindroma serebral). 2. Bingung (Konfusio). 3. Gangguan saraf mandiri (otonom). 4. Beser/kecirit (Inkontinensia). 5. Jatuh. 6. Kelainan tulang dan patah tulang, serta 7. Borok/ koreng (Dekubitus).
1. Gangguan otak besar (Sindroma serebral) adalah kumpulan gejala yang terjadi akibat perubahan dari aliran darah otak. Pada Lansia, terjadi pengecilan otak besar, dalam batas tertentu masih dianggap normal. Aliran darah otak orang dewasa + 50 cc/100 gm/menit, apabila kurang dari separuhnya akan menimbulkan gejala-gejala gangguan otak besar. Ganguan sirkulasi ini dapat disebabkan karena hipertensi/darah tinggi, mengerasnya pembuluh darah, penyempitan akibat proses pengerasan pembuluh, yang dipercepat dengan tingginya kolesterol darah, kencing manis, merokok dan darah tinggi.
2. Bingung (Konfusio) tiba-tiba adalah suatu akibat gangguan menyeluruh fungsi pangertian (kognisi): derajat kesadaran, kewaspadaan dan terganggunya proses berfikir. Bingung waktu, tempat dan orang. Istilah lain gagal otak akut. Gangguan memori jangka pendek, mungkin jangka panjang. Ada gangguan angan-angan: melihat sesuatu yang tidak ada (halusinasi) atau salah penglihatan, dan sebagainya. Ada 2 syarat yang yang harus terpenuhi antara lain: 1. Derajat kesadaran yang menurun, 2. Gangguan cipta (persepsi), 3. Terganggunya siklus bangun tidur: sulit tidur (insomnia). Aktifitas fisik bisa meningkat atau menurun, 5. Bingung, 6. Gangguan memori, tidak mampu belajar materi baru.
3. Gangguan saraf mandiri pada lanjut usia yang perlu diperhatikan adalah terjadinya perubahan aliran listrik saraf ke pusat mandiri yang mengakibatkan tekanan darah rendah (hipotensi) pada posisi tegak, gangguan-gangguan pengaturan: suhu, gerak kandung kemih, saluran makanan di leher dan usus besar.
Hipotensi posisi tegak (ortostatik atau postural) didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik atau diastolik sebanyak 20 mmHg pada saat penderita berubah posisi dari posisi tidur ke posisi tegak. Pengarang lain menambahkan: penurunan tekanan darah harus berlangsung setelah 1-2 menit perubahan posisi ke posisi tegak. Disini timbul perasaan melayang, nggliyeng (light headed), selama beberapa jam, tetap hipotensi, bahkan sering mengalami penurunan kesadaran, baru membaik setelah posisi berbaring lagi. Pada orang muda, mekanisme pengaturan pembuluh darah dengan segera mengadakan kompensasi. Hipotensi posisi tegak ini merupakan salah satu penyebab terjadinya jatuh pada usia lanjut, yang seringkali mendadak bangun dari tempat tidur di malam hari karena ingin buang air ke kamar mandi. Gejala lain adalah keluar keringat dingin, perubahan besar pupil mata, gangguan lambung-usus, beser atau sering kencing diwaktu malam.
Gangguan pengaturan suhu akibat kurang baiknya kerja suatu bagian di otak besar (hipotalamus) sebagai pengatur suhu (termostat) untuk menetapkan ke suatu suhu tertentu. Bila termostat menetapkan tinggi, pada suhu lebih rendah merangsang tegaknya rambut kulit (pilokontraksi), penyempitan pembuluh darah tepi (vasokonstriksi perifer), menggigil dan perasaan dingin, lansia tersebut ingin berbaju tebal untuk menyamai suhu yang ditetapkan oleh pengatur suhu tersebut. Sebaliknya bila suhu ditetapkan rendah, maka terjadi mekanisme pelebaran (dilatasi) pembuluh darah, berkeringat dan melepaskan baju untuk menyamakan suhu yang ditetapkan oleh termostat tersebut. Lansia dapat terkena:
a) Panas tinggi (Hipertermia), suhu tubuh menjadi > 40,60 C, bisa terjadi gangguan fungsi/disfungsi susunan saraf hebat (psikosis/ngacau, delirium/kesadaran menurun, koma/tidak sadar) dan gejala anhidrosis/kulit panas dan kering. Hipertermi bisa terjadi karena beberapa hal: infeksi, dimulai dari gejala tidak spesifik seperti rasa gemetar rasa lemah, rasa hangat/demam, anoreksia/tidak mau makan, nausea/mual, muntah, nyeri kepala dan sesak nafas.
b) Hipotermia, apabila suhu inti tubuh: rektal/anus, esofageal/pangkal lidah, atau telinga menjadi < 350 C, hal ini dapat dipicu dari paparan hawa dingin. Perlu dipikirkan tempat yang sejuk, tidak langsung kena AC/air conditioned. Gejala awal biasanya ringan dan tidak jelas (32-350 C) seperti rasa capai/fatigue, lemah, langkah melambat, apatis, bicara pelo, konfusio/bingung, menggigil, kulit dingin, merasa dingin. Dapat disebabkan oleh hipotiroidisme, terutama bila ditemukan bekas operasi tiroid di lehernya. Pengobatan sementara diberikan selimut hangat, makanan dan minuman hangat.
4. Inkontinentia urine, sering berkemih tanpa disadari oleh Lansia. Inkontinentia akut antara lain disebabkan oleh DRIP (D: delirium, kesadaran kurang; R: retriksi mobilitas, retensi; I: infeksi, inflamasi, impaksi feces; P: pharmasi (obat-obatan), poliuri). Sering Lansia memiliki jadwal kencingnya sendiri. Ada baiknya panitia mengingatkan ke toilet sebelum acara untuk Lansia dimulai, dan setiap jam para pembicara untuk Lansia sebaiknya memberikan waktu kepada Lansia untuk ke toilet. Apabila pertemuan umum, tempatkan Lansia di deretan pinggir jalan (aisle) agar memudahkan bergerak. Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih, cenderung meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering terjadi. Kontraksi- kontraksi involunter/tak disadari ditemukan 40-75% Lansia yang mengalami inkontinensia. Ada baiknya Lansia ini memakai pempers depan.
Inkontinensia alvi, sering buang air besar/defekasi tanpa disadari. Peristiwa ini tidak menyenangkan, tetapi tidak terelakkan. Diantara penderita inkontinensia urin, 35% menderita inkontinensia alvi, sehingga mekanismenya dianggap sama. Feses bisa berupa cair, atau belum berbentuk sering bahkan selalu merembes. Keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali per hari, dipakaian atau tempat tidur. Hal ini dapat disebabkan hilangnya refleks anal/anus, disertai lemahnya otot-otot seran lintang, yang melingkari anus. Sering ini merupakan gejala awal penyakit saluran cerna bawah, sangat mungkin disembuhkan apabila diobati pada waktu dini. Ada baiknya Lansia ini memakai pempers belakang.
5. Jatuh, merupakan salah satu problim utama Lansia, yang disebabkan faktor intrinsik: gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-otot kaki, kekakuan sendi, sinkop/ hilang kesadaran sejenak dan dizzines/goyang, atau faktor ekstrinsik yang menjadi penyebabnya: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, cahaya kurang terang sehingga terganggu penglihatannya, dan sebagainya.
6. Penyakit tulang dan patah tulang menjadi salah satu sindroma geria-trik, dalam arti angka kejadiannya dan akibatnya pada Lansia cukup bermakna. Dengan bertambahnya usia, terjadi peningkatan hilangnya tulang secara linear/ berbanding lurus. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5-1% per tahun dari berat tulang pada wanita paska menopause dan pria > 80 tahun. Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoklas) dan pembentukan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth spurt). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perusakan tulang oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/ destruksi) lebih besar dari pembentukannya (formasi) maka akan timbul osteo porosis.
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian rupa sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah. WHO (World Health Organization) memberikan definisi sebagai berikut: Adalah penurunan massa tulang > 2,5 kali standard deviasi massa tulang rata-rata dari populasi usia muda. Penurunan antara 1-2,5 standard deviasi dari rata-rata usia muda disebut osteopenia.
Osteoporosis dapat dibagi menurut Peck, 1989; Chestnut, 1989:
1. Osteoporosis primer yang dibedakan lagi berdasarkan penyebabnya; tipe I (Pasca menopause), tipe II (Senilis/ ketuaan) dan tipe idiopatik/ sebab tidak diketahui, yang terjadi pada usia muda.
2. Osteoporosis sekunder, diakibatkan oleh penyakit lain seperti hiper-paratiroid, gagal ginjal kronis, artritis rematoid dan lain-lainnya.
Gejalanya pada usia lanjut bervariasi, beberapa tidak menunjukkan gejala, yang lain seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, yang seringkali akibat fraktur kompresi (patah tulang akibat tekanan, misalnya berat badan) dari satu atau lebih tulang vertebra (tulang belakang). Nyeri seringkali dipacu oleh adanya stres (fisik), seringkali akan hilang dengan sendirinya setelah 4-6 minggu. Penderita lain mungkin datang dengan gejala patah tulang/ fraktur, turunnya tinggi badan, bungkuk punggung (Dawager’s hump), yaitu suatu deformitas akibat kolaps dan patah tulang vertebra torakal (tulang belakang dada) tengah. Fraktur mengenai leher femur (pangkal tulang paha) dan radius (tulang hasta) sering terjadi pada Lansia. Sekitar 30% wanita dengan fraktur leher femur menderita osteoporosis, dibanding 15% pada pria. Fraktur yang terjadi bukan saja karena osteoporosis tetapi juga karena kecenderungan usia lanjut untuk jatuh.
Pemberian diet tinggi kalsium (sayuran hijau, dll) harus diikuti olah raga yang bersifat mendukung beban (weight bearing) misalnya jogging, jalan cepat, sebaiknya dilakukan dibawah sinar matahari pagi karena membantu pembentukan vitamin D. Obat-obatan dapat diberikan dokter untuk pembentukan tulang: steroid anabolik, fluorida; untuk mengurangi perusakan tulang: estrogen, kalsium difosfonat, kalsitonin.
Patah tulang/ fraktur pada usia lanjut sering terjadi karena trauma ringan atau bahkan tanpa adanya kekerasan yang nyata. Sebagian besar terjadi di rumah, jatuh di kamar mandi atau terpeleset benda kecil di ruang tamu. Adanya tekanan berat badan ke lantai saat jatuh hanya merupakan sebagian dari penyebab fraktur tersebut. Pada lansia, stres utama pada tulang justru datang dari daya yang sangat kuat dari otot yang melekat (ber insersi) di tulang tersebut, sedangkan berat badan hanya memegang peranan kecil. Kontraksi otot yang terkoordinasi dalam upaya mempertahankan postur saat terpeleset atau jatuh memegang peranan penting, setidaknya atas terjadinya fraktur pada leher femur, pada persendian pangkal paha. Tempat-tempat terjadinya fraktur berturut-turut adalah kamar makan/ kamar duduk, diikuti oleh dapur kemudian tempat tidur. Diluar dugaan, kamar mandi atau WC merupakan tempat jatuh yang paling jarang. Terpeleset atau tersandung di lantai merupakan penyebab utama jatuh, disusul dengan jatuh akibat adanya lekukan di karpet atau karpet yang licin. Jatuh dari kursi atau tempat tidur, serangan roboh (drop attack) dan rasa melayang (nggliyeng) merupakan penyebab lain. Di luar rumah, jatuh terjadi akibat halaman depan/ belakang tidak rata.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa jatuh yang berakibat fraktur terutama disebabkan oleh penerangan yang kurang, gangguan penglihatan, konfusio dan pengalihan perhatian.
7. Dekubitus, tukak, koreng dekubitus dapat terjadi pada setiap umur, merupakan masalah khusus pada lanjut usia, erat kaitannya dengan imobilitas. Seseorang yang tidak imobil dapat berbaring berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam satu jam. Pergantian posisi ini walaupun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.
Dekubitus adalah kerusakan/ kematian kulit sampai jaringan dibawahnya, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Area yang sering terjadi dekubitus adalah diatas tonjolan tulang, dan tidak dilindungi cukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah tonjolan tulang di bokong, sisi kanan-kiri tonjolan pangkal paha, tumit dan siku.
Dekubitus merupakan hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Di negara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama perawatan.
Penampilan berbagai penyakit pada usia lanjut seperti kelainan darah, kardiovaskular, stroke, gastro-intestinal, dll memiliki kekhasan masing-masing. Perlu diingatkan minum obat dan kontrol ke dokter dengan teratur, diet banyak sayuran dan buah-buahan, menjauhi daging merah, memilih daging putih seperti pada ikan dan burung (ayam, itik, dsb), stop merokok, olah raga teratur dan terukur 3-5 kali seminggu dengan memperhatikan aspek-aspek penting pada sindroma geriatri.
Gangguan penglihatan dan pendengaran pada usia lanjut sering tidak disadari oleh para usia lanjut tersebut.Hal ini sering mengurangi rasa percaya diri sehingga berkurang keinginannya untuk pergi ke luar, untuk lebih aktif atau pergi ke sana kemari. Mereka akan kehilangan kemampuannya untuk membaca atau melihat televisi. Semua itu akan menurunkan aspek sosialisasi dari para usia lanjut. Terisolasinya mereka dari dunia luar akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya. Isolasi sosial karena gangguan pendengaran justru lebih besar jumlahnya dibandingkan oleh gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dan pendengaran tersebut merupakan masalah penting pada usia lanjut, bahkan oleh beberapa akhli dimasukkan dalam sindroma geriatrik. Selain angka kejadiannya tinggi juga akibat bagi kualitas hidupnya sangat besar. Upaya pengobatan dan alat bantu untuk menyembuhkan dan mengurangi akibat gangguan pancaindera tersebut akan sangat berarti bagi para lansia.
Kaca pembesar yang sederhana dapat membantu lansia membaca tulisan-tulisan yang kecil, sekiranya biaya pembelian/ kerumitan memakai kacamata menjadi kendala. Kaca mata mungkin perlu diberi tali, agar tidak lupa mencari keberadaannya.
Fungsi bicara lanjut usia akan terganggu dan kurang menjadi jelas karena banyaknya gigi yang hilang/ tanggal. Gangguan ini sering diikuti dengan nada suara yang lemah dan lambat akibat proses degenerasi susunan saraf pusat pada usia lanjut. Pemberian gigi tiruan akan memperbaiki fungsi bicara sehingga dapat terjadi komunikasi yang baik dengan orang lain.
Keseimbangan 5-Rasa. Menurut Pakde Soenarto Mertowardoyo, ada 5 rasa yang berhubungan dengan makanan dan minuman didalam kehidupan sehari-hari yang harus kita seimbangkan masukannya, agar kita menjadi sehat . Kelima rasa tersebut adalah: manis, gurih, asin , asam dan pahit.
Mari kita memperhatikan citarasa di mulut kita. Ada 3 (tiga) rasa yang berhubungan dengan faktor risiko utama Penyakit Jantung Koroner, yaitu manis berhubungan dengan kencing manis/ diabetes mellitus, gurih dengan gangguan lemak-kolesterol/ dislipidemia dan asin dengan tekanan darah tinggi/ hipertensi. Sekiranya Lansia berhadapan dengan faktor risiko tersebut, coba hadapilah ‘tri rasa’- enak tersebut dengan rasa pahit. Rasa pahit dapat diperoleh dari banyak ramuan, jamu atau minuman disekitar kita misalnya daun papaya, batang-daun: brotowali, sambiloto; buah pare, biji mahoni, tetapi anjuran kami adalah teh hijau (green tea) saja, yang sudah diminum banyak orang dan mudah didapat di pasar swalayan. Tanaman (biji) teh telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1684 dibawa oleh orang Jerman: Andreas Cleyer dari Jepang 18.
Karena ini masalah rasa di mulut, buatlah kadarnya cukup pahit untuk menyengat sampai pangkal lidah kita guna melawan tri-rasa enak tersebut. Teguklah dengan sedikit dikumur, berkali-kali dalam sehari, setelah beberapa hari, selayaknya mampu untuk menghadapi bahkan menggantikan tri rasa-enak tersebut. Paling sedikit ada imbangan rasa lain (pahit), sebagai pilihan pendamping tri rasa-enak.
Masih ada satu lagi yaitu rasa asam, menambah rasa enak dimulut dan patut diduga sebagai peluruh lemak yang memiliki rasa gurih tersebut. Masakan dari negeri Thailand terasa lebih asam dibandingkan dengan masakan kita. Keseimbangan 5 rasa ini masih perlu disampaikan kepada siapa saja termasuk keluarga yang memiliki Lansia, sebagai masukan gizi sehat’ warisan Pakde, yang dapat dirasakan langsung pada awal masuknya makanan di mulut kita, dari segi cita rasa lidah kita.
Kesimpulan
Telah dibicarakan beberapa aspek kesehatan fisik lanjut usia, sebagai pengantar Pengetahuan Pelayanan Fisik Lanjut Usia. Pembinaan/ pelayanan Lansia Pangestu agar dapat menyesuaikan dengan kekurangan alamiah yang ada pada Lansia tersebut, terutama pada pancaindera sebagai alat komunikasi Ajaran Sang Guru Sejati. Persiapan lingkungan yang sejuk, tidak perlu naik tangga, suara penyampaian yang cukup keras, diberi waktu untuk ke toilet, dan adanya pendamping keluarga akan sangat membantu Lansia Pangestu.
Beberapa Lansia Pangestu mungkin tidak dapat meninggalkan rumah karena kesehatannya atau sebab lain. Perlu difikirkan para pembinalah yang harus mendatangi-nya, bila mungkin disertai petugas kesehatan. Agar Ajaran yang menyejukkan hati ini dapat dinikmati setiap Siswa bagaimanapun kondisi fisiknya sampai kelak dipanggil kembali ke rumahnya yang abadi. Satuhu.
Last Updated ( Tuesday, 24 July 2007 )
0 comments:
Post a Comment