Sebenarnya
saya menerima Sakramen Pentahbisan sebagai imam pada tanggal 22 Januari 1981.
Tetapi pada tahun 2019 ulang tahun imamat saya dirayakan pada tanggal 27
Januari dalam Misa Minggu Biasa III. Bagi saya, sesudah membaca Injil hari itu,
ada hal yang amat menarik perhatian saya. Injil yang dibacakan diambil dari Luk
1:1-4; 4:14-21:
1:1.
Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita,
1:2
seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi
mata dan pelayan Firman.
1:3
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari
asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur
bagimu,
1:4
supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu
sungguh benar.
4:14.
Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia
di seluruh daerah itu.
4:15
Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji
Dia.
4:16
Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari
Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.
4:17
Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan
nas, di mana ada tertulis:
4:18
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
4:19
untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
4:20
Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu
duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya.
4:21 Lalu Ia
memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu
kamu mendengarnya."
Dari
kutipan itu saya menemukan dua hal :
- Dari 1:1-4 saya mendapatkan apa yang ditulis oleh Santo Lukas sungguh berdasar fakta bahwa itu berkaitan dengan Firman sebagaimana kesaksian para pelayan iman.
- Dari 4:14-21 kehadiran Tuhan Yesus dalam tuntunan Roh Kudus menjadi momen datangnya tahun rahmat Tuhan.
Pengalaman
Pada Awal Mula
Sebagai
imam kini saya berada di Wisma Domus Pacis Puren, salah rumah para rama praja
tua Keuskupan Agung Semarang. Domus Pacis menjadi tempat tinggalku mulai dengan
tanggal 1 Juli 2010. Pada tanggal itu saat jam 05.00 pagi saya meninggalkan
Muntilan tempat yang menjadi kantor Karya Misioner dan Karya Kepausan Indonesia
Keuskupan Agung Semarang yang secara praktis saya ikut di dalamnya selama 27
tahun. Di dalam kepindahan ini saya sungguh penuh dengan semangat untuk
membangun dan mengembangkan karya misioner praktis harian di kalangan umat.
Saya sudah mempersiapkan diri selama dua bulan dengan segala tulisan hasil
renungan dan membaca dokumen-dokumen misioner serta beberapa buku. Memang,
program pertama adalah mengerasankan rasa lebih dahulu berada di kamar yang
menjadi jatah saya. Kecuali ada permintaan memimpin misa, saya menahan diri
untuk berada di kamar. Ternyata pengerasanan diri itu terlaksana sesudah 59
hari berproses. Demikianlah, pada bulan ketiga saya mulai menjalankan rencana
kerja. Sebagai rintisan saya terutama bekerjasama dengan teman-teman lama
jaringan misioner dari Gondang, Ganjuran, dan Seyegan.
Di Tengah Realitas Gagal
Ketika
sudah lebih setahun saya mencoba beberapa kegiatan, saya harus menyadari bahwa
apa yang sudah saya rencanakan tidak berjalan sesuai dengan yang saya
programkan. Teman-teman jaringan, dan bahkan para peserta kegiatan, adalah
orang-orang yang sudah disibukkan oleh kegiatan Gerejani termasuk karya yang
sudah saya tinggalkan. Di dalam hati saya mengatakan “gagal”. Dan ini terbukti
sesudah berjalan dua tahun tanpa kelanjutan. Saya tidak akan mendesak
teman-teman jaringan untuk menempatkan rencana saya sebagai prioritas perhatian
mereka. Sementara itu kesadaran akan kondisi fisik dan ketuaan memberi tahu
bahwa saya sudah tidak akan mampu mencari dan mengembangkan kader-kader baru
untuk menjadi tim kerja.
Saya
memang sudah tak punya teman kerja seperti dulu di kantor ada Seno, Budi, Pak
Muji, Turmudi, Gito, dan Yuli untuk omong-omong tentang karya. Tetapi pada
waktu itu di Domus Pacis ada Rm. Agoeng yang kebetulan memiliki hubungan batin
karena saya akrab dengan bapak dan ibunya. Beliau memang amat sibuk dengan
karya di Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang. Beliau memang
banyak pergi sehingga waktu berada di Domus memang terbatas. Namun demikian,
Rm. Agoeng amat punya hati akan kehidupan para penghuni Domus dan kondisi
rumah. Maka yang terbatas itu tidak mengurangi bobot menyatunya Rm. Agoeng
dengan para rama Domus. Begitu berada di rumah, paling tidak beliau akan ikut
makan bersama. Di sini banyak hal bisa diomongkan sehingga muncul
gerakan-gerakan pengembangan Domus Pacis. Dan kalau kebetulan berada di rumah
Rm. Agoeng juga kerap omong-omong berdua dengan saya. Nah, dalam salah satu
kesempatan beliau berkata “Rama, wonten
segmen ingkang dèrèng patosa kegarap pendampingan imanipun, lho” (Rama, ada
kelompok yang belum begitu terdampingi pengembangan imannya, lho). Dan kemudian
beliau berbicara tentang pendampingan kaum lansia dalam Gereja. Omong-omong ini
terjadi pada bulan-bulan terakhir tahun 2011. Dari situ muncullah gagasan agar
para rama Domus belajar lebih dahulu tentang kehidupan kaum lansia.
Open House
Kelanjutan
omong-omong dengan Rama Agoeng berkembang menjadi rencana kegiatan mengadakan open house pada tanggal 5 Februari 2012.
Rencana mengajak beberapa lansia dilakukan karena kalau hanya untuk rama-rama
Domus saja jumlahnya terlalu kecil. Saya perkirakan akan ada sekitar 30-40
orang bersedia ikut. Upaya mengumpulkan pendaftar hanya dilakukan lewat SMS yang
saya buat bekerjasama dengan beberapa kenalan. Ternyata yang mendaftarkan jauh
melebihi perkiraan. Pada saat pelaksanaan ada 137 orang menjadi peserta diluar
penghuni Domus Pacis. Pak Prof. Dr. Dicky, Rm. Agoeng, Rm. Yadi, dan saya
menjadi pembicara untuk topik Biar Tua
Tetapi Gembira. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa dengan kegiatan
ini Domus Pacis mulai mempunyai relawan teman kerja yaitu Bu Laksana, Bu Mumun,
dan Bu Titik Untung. Mereka menjadi tim yang menangani penyediaan konsumsi.
Pada waktu itu para peserta hanya duduk secara lesehan di atas tikar. Tetapi
acara ini ternyata mendapatkan sambutan mendalam sehingga sesudah pelaksanaan
muncul desakan untuk diselenggarakan lagi. Acara sama diadakan dengan menyewa
kursi dan tenda pada tanggal 2 September 2012. Pak Prof. Dr. Pratiknya hadir
menjadi pembicara tentang Beriman di Masa
Tua dengan peserta lebih dari 180 orang. Kalau pelaksanaan bulan Februari
hanya berisi seminar, acara bulan September ditutup dengan Misa. Dan ternyata
kegiatan ini menjadi embrio program Novena Ekaristi Seminar dari Maret hingga
November setiap Minggu Pertama yang dimulai pada tahun 2013. Program
pendampingan kaum lansia ini kemudian bertampah dengan kegiatan Jagongan Iman
yang mulai terjadi pada Februari 2014. Untuk Jagongan Iman saya mendatangi
kelompok-kelompok lansia yang meminta. Di sini ada penyegaran kembali akan
ajaran-ajaran Katolik dengan pegangan buku Katekismus
Gereja Katolik.
Tahun Rahmat Tuhan
Kutipan Luk 4:18-19 sebenarnya
didasarkan pada Kitab Yes 61:1-2. “Nabi Yesaya menegaskan bahwa tahun yubileum akan
terpenuhi dengan campur tangan Allah. Hal ini akan diulang dalam setiap 50
tahun sebagai tahun Yobel, tetapi Tuhan Allah sendiri turun tangan dan
mengintervensi secara paripurna dan sangat menentukan, yang disebut “Tahun
rahmat Tuhan” (ay. 2). Selama tahun rahmat Tuhan ini tak ada hukum manusia,
yang ada adalah hukum Allah, yakni Allah sendiri yang mengembalikan orang-orang
yang berada di bawah kuk kemiskinan dan perhambaan, dan mengembalikan martabat
mereka, baik pribadi maupun sosial.” (http://fasisiserang.blogspot.com/2015/12).
Masuk
Tahun ke 50
Tahun ke 50 di dalam kehidupan berjemaat ternyata
memiliki makna mendalam. Barangkali kalau hanya dihitung sebagai tahun
perjalanan imamat saya baru melewati angka 38 dan kini masuk tahun ke 39. Untuk
mengalami yubelium saya harus melewati angka 49 dan baru masuk tahun ke 50.
Nah, di sini saya masih kurang angka 11. Untunglah, tampaknya ada anugrah tambahan
yang pada umumnya tidak terhitung dalam pesta liturgis apalagi kuliner. Tetapi
dalam pesta batiniah saya memperoleh tambahan angka 11. Saya lulus SMA pada
tahun 1969 dan mulai masuk pendidikan menuju imamat pada tahun 1970. Ijin
tahbisapun saya peroleh pada bulan-bulan akhir tahun 1980 sehingga pada
November 1980 saya ditahbiskan sebagai diakon. Dengan keyakinan batin ini maka
angka 11 saya peroleh dari proses menuju tahbisan imamat pada 22 Januari 1981.
Jadi Duta
Iman
Kalau saya bandingkan antaraLuk 4:18-19 dan Yes
61:1-2, saya temukan firman sebagai berikut :
Lukas 4:18-19
|
Yesaya 61:1-2
|
4:18 "Roh
Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan
kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
4:19 untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
|
61:1. Roh
Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah
mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan
merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari
penjara,
61:2 untuk
memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk
menghibur semua orang berkabung,
|
Ketika merenungkan ayat-ayat itu saya menemukan bahwa
yang hidup dalam Roh akan menjadi duta iman di kalangan yang dalam Injil Lukas
disebut kaum miskin, tawanan, buta, dan tertindas. Dalam Kitab Yesaya desebut
kaum sengsara, remuk hati, tawanan, terkurung, terpenjara, tawanan, dan
terkurung. Sejauh saya ketemukan dalam pengalaman tinggal di Domus Pacis,
pelaksanaan sebagai utusan kebaikan itu terjadi secara internal di dalam
kehidupan Wisma Domus Pacis Puren sendiri dan ekstern di kalangan kaum lansia.
Ketika saya
masuk dalam kehidupan Domus Pacis, bagaimanapun juga harus diakui adanya
keadaan yang memprihatinkan. Perasaan kurang baik dalam fasilitas dan perhatian
mewarnai sebagian besar penghuni baik rama maupun tenaga-tenaga yang ada. Ada
rama yang menyebut Domus Pacis bagaikan penjara. Di dalamnya orang terkurung
dan tercabut dari umat. Penghuni buta akan derap kehidupan Gereja. Penanggungjawab
rumah yang tidak tinggal bersama disibukkan oleh tugas utama mengurus umat.
Pelaksana harian yang dipercaya oleh penanggungjawab rasa-rasanya amat kurang
mempedulikan para rama. Di tengah situasi seperti ini Rm. Agoeng, Rm. Yadi, Rm.
Harto, Rm. Joko, dan saya menggeliat mengemas gerak kegiatan yang bisa menjadi
kabar baik lewat Buletin Elektronik dalam email dan FB serta kemudian Blog www.domuspacispuren.blogspot.com.
Satu hal
yang tidak saya perhitungkan sebelum berada di Domus Pacis adalah perutusan di
kalangan kaum lansia. Tampaknya ada gambaran umum bahwa perutusan iman kaum tua
terutama ada di sekitar doa mendoa. Untuk tugas kegiatan kaum lansia sudah
masuk golongan kaum pensiun bahkan jadi kaum “jadul bin old”. Tampaknya kaum
lansia banyak dikaitkan dengan orang yang kalau omong kerap diwarnai dengan
belenggu kata “dulu”. Tetapi bagaimana dengan yang “kini”? Ternyata dengan
adanya program Novena Ekaristi Seminar, saya menyadari akan adanya amat banyak
hal yang harus dipelajari dalam kehidupan “kininya kaum lansia”. Bahkan dalam
hal keagamaan di kalangan kaum lansia yang sudah banyak berkecimpung dalam
kegiatan Gereja sejak masa muda, kegiatan Jagongan Iman menyadarkan banyak hal
yang masih harus diketahui dan didalami. Semua ini tentu saja termasuk diri
saya yang juga menjadi bagian dari kaum lansia Katolik.
Tahun Rahmat Tuhan
Semua derap
yang terjadi di dan dari Wisma Domus Pacis Puren ternyata memperkenankan saya
ikut masuk dalam medan karya Tuhan. Barangkali inilah yang disebut dengan
berita kedatangan tahun rahmat Tuhan. Katanya, istilah “tahun rahmat Tuhan
telah datang” bermakna sama dengan kata-kata “Kerajaan Allah sudah dekat”.
Beberapa hal yang bagi saya menjadi pertanda :
- Komunitas persaudaraan. Hubungan antar rama Domus makin menunjukkan adanya rasa kekeluargaan sebagai orang serumah. Bahwa ada gesekan dan konflik yang kadang muncul terutama dalam kontak di kamar makan, hal ini justru menunjukkan adanya relasi dekat satu sama lain. Di dalam perkembangan bersama para karyawan pun juga muncul iklim persahabatan. Barangkali dengan kebijakan Uskup menyerahkan tanggungjawab mengurus rumah tangga dengan Surat Keputusan pengangkatan kepada salah satu penghuni Domus Pacis semenjak Agustus 2018, ini juga memberikan iklim baru.
- Relawan. Para rama Domus Pacis memang sudah tidak memiliki dinas resmi dalam pelayanan umat. Tetapi mulai dengan adanya open house pada 5 Februari 2012, tiga orang yang hadir sebagai relawan menjadi awal munculnya sosok-sosok warga Katolik yang memberikan perhatian khusus pada Domus Pacis. Pada Juni 2013 ada 8 orang ibu yang secara khusus mengorganisasi kelompok-kelompok relawan penyediaan masakan sehari tiga kali. Mereka adalah Bu Ninik, Bu Rini, Bu Tatik, Bu Wulan, Bu Ratmi, Bu Riwi, Bu Vera, dan Bu Mumun. Pada saat ini mereka bisa mendapatkan 88 relawan masak. Untuk urusan fasilitas lain, yang kini biasa menangani keluarga Bu Rini, keluarga Pak Naryo, dan keluarga Mas Handoko. Bu Titik dari Puren secara khusus menangani urusan liturgi. Kelompok Bu Tatik dari Ambarrukmo menjadi penyedia konsumsi dalam Novena Ekaristi Seminar. Kehadiran para relawan ternyata menempatkan Komunitas Domus Pacis Puren sebagai salah satu komunitas dari persekutuan paguyuban-paguyuban paramuris Tuhan Yesus Kristus.
- · Studi ketuaan. Program Novena Ekaristi Seminar dan Jagongan Iman menjadi forum studi kehidupan kaum lansia baik dalam hal-hal realitas ketuaan maupun dalam hidup keagamaan. Sekalipun selalu bertindak sebagai pemandu, sebenarnya saya juga menjadi salah satu yang ikut dalam proses pembelajaran. Dalam Jagongan Iman saya memang mendahului para peserta mempelajarilebih dahulu bagian-bagian dari buku Katekismus Gereja Katolik. Tetapi dalam proses pembelajaran, setiap kelompok memiliki kekhasan pengalaman dan pendalaman. Maka sayapun selalu tertantang oleh hal-hal yang bagi saya baru.
Yang perlu
dicatat adalah bahwa tahun rahmat Tuhan sebagai tahun yubelium bukalah tahun
yang menghadirkan hal-hal yang sudah jadi dan siap saji untuk dinikmati. Tahun
yubelium adalah masa khusus untuk menemukan pola yang menjadi pegangan
penghayatan tahun-tahun berikut. Maka, dengan pesta ulang tahun imamat ini saya
merasa tertantang bagaimana sebagai bagian dari penghuni Domus dan bagian dari
para relawan peduli Domus menemukan sistem yang tidak hilang walau para ramanya
menjalani panggilan menghadap Bapa di keabadian. Yang jelas penghayatan akan
tahun rahmat Tuhan adalah tahun kesadaran bahwa yang memiliki kewibawaan hidup
dengan segala kegiatan adalah Allah. Siapapun yang terlibat adalah sesama milik
Allah. “Seluruh alam semesta adalah milik Tuhan, manusia dipercayakan
untuk mengelola bukan menjadi hak milik.” (http://fasisiserang.blogspot.com/2015/12)
Puren, 19 Januari 2019
D BAMBANG SUTRISNO, PR.
0 comments:
Post a Comment