diambil dari http://www.katolisitas.org/; ilustrasi dari koleksi Blog Domus
1. Sejarah perayaan All Saints Day/ Hari orang kudus 1 November
Pada hari raya orang kudus (1 November) Gereja Katolik merayakan hari para orang kudus, baik mereka yang telah dikanonisasikan/ diakui Gereja sebagai Santo/ Santa, maupun para orang kudus lainnya yang tidak/ belum dikenal. Gereja telah mulai menghormati para Santo/ Santa dan martir sejak abad kedua. Hal ini terlihat dari catatan kemartiran St. Polycarpus di abad kedua sebagai berikut: “Para Prajurit lalu,…. menempatkan jenazahnya [Polycarpus] di tengah api. Selanjutnya, kami mengambil tulang- tulangnya, yang lebih berharga daripada permata yang paling indah dan lebih murni dari emas, dan menyimpannya di dalam tempat yang layak, sehingga setelah dikumpulkan, jika ada kesempatan, dengan suka cita dan kegembiraan, Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita untuk merayakan hari peringatan kemartirannya, baik untuk mengenang mereka yang telah menyelesaikan tugas mereka, maupun untuk pelatihan dan persiapan bagi mereka yang mengikuti jejak mereka.” (St. Polycarpus, Ch. XVIII, The body of Polycarp is burned, 156 AD). Para Bapa Gereja, antara lain St. Cyril dari Yerusalem (313-386) mengajarkan demikian tentang penghormatan kepada para orang kudus: “Kami menyebutkan mereka yang telah wafat: pertama- tama para patriarkh, nabi, martir, bahwa melalui doa-doa dan permohonan mereka, Tuhan akan menerima permohonan kita …. (Catechetical Lecture 23:9)
Pada awalnya kalender Santo/Santa dan Martir berbeda dari tempat yang satu ke tempat lainnya, dan gereja-gereja lokal menghormati orang-orang kudus dari daerahnya sendiri. Namun kemudian hari perayaan menjadi lebih universal. Referensi pertama untuk merayakan hari para orang kudus terjadi pada St. Efrem dari Syria. St. Yohanes Krisostomus (407) menetapkan hari perayaannya yaitu Minggu pertama setelah Pentakosta, yang masih diterapkan oleh Gereja-gereja Timur sampai sekarang. Gereja Barat, juga kemungkinan pada awalnya merayakan demikian, namun kemudian menggeserkannya ke tanggal 13 Mei, ketika Paus Bonifasius IV mengkonsekrasikan Pantheon di Roma kepada Santa Perawan Maria dan para martir pada tahun 610. Perayaan hari para orang kudus pada tanggal 1 November sekarang ini kemungkinan ditetapkan sejak zaman Paus Gregorius III (741) dan pertama kali dirayakan di Jerman. Maka hari perayaan ini tidak ada kaitannya dengan perayaan pagan Samhain yang dirayakan di Irlandia. Perayaan 1 November sebagai hari raya (day of obligation) ditetapkan tahun 835 pada jaman Paus Gregorius IV. Tentang oktaf perayaan (1-8 November) ditambahkan oleh Paus Sixtus IV (1471-1484) (C. Smith The New Catholic Encyclopedia 1967: s.v. “Feast of All Saints”, p. 318.)
2. Perayaan All Souls Day/ Hari Arwah, 2 November
Sehari setelah hari perayaan orang kudus disebut sebagai hari arwah (All Souls day) yaitu hari yang ditetapkan untuk mengenang dan mempersembahkan doa-doa atas nama semua orang beriman yang telah wafat. Mengingat makna antara keduanya demikian dekat, maka tak mengherankan bahwa Gereja merayakannya secara berurutan. Setelah kita merayakan hari para orang kudus, kita mendoakan para saudara-saudari kita yang telah mendahului kita, dengan harapan agar mereka pun dapat bergabung dengan para orang kudus di surga.
Umat Kristiani telah berdoa bagi para saudara/saudari mereka yang telah wafat sejak masa awal agama Kristen. Liturgi-liturgi awal dan teks tulisan di katakomba membuktikan adanya doa-doa bagi mereka yang telah meninggal dunia, meskipun ajaran detail dan teologi yang menjelaskan praktek ini baru dikeluarkan kemudian oleh Gereja di abad berikutnya. Mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal telah tercatat dalam 2 Makabe 12:41-42. Di dalam kitab Perjanjian Baru tercatat bahwa St. Paulus berdoa bagi kawannya Onesiforus (lih. 2 Tim 1:18) yang telah meninggal dunia. Para Bapa Gereja, yaitu Tertullian dan St. Cyprian juga mengajarkan praktek mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Hal ini menunjukkan bahwa jemaat Kristen perdana percaya bahwa doa-doa mereka dapat memberikan efek positif kepada jiwa- jiwa yang telah wafat tersebut. Berhubungan dengan praktek ini adalah ajaran tentang Api Penyucian. Kitab Perjanjian Baru secara implisit mengajarkan adanya masa pemurnian yang dialami umat beriman setelah kematian. Yesus mengajarkan secara tidak langsung bahwa ada dosa-dosa yang dapat diampuni setelah kehidupan di dunia ini, (lih. Mat 12:32) dan ini mengisyaratkan adanya tempat/ keadaan yang bukan Surga - karena di Surga tidak ada dosa; dan bukan pula neraka - karena di neraka sudah tidak ada lagi pengampunan dosa. Rasul Paulus mengatakan bahwa kita diselamatkan, “tetapi seolah melalui api” (1 Kor 3:15). Para Bapa Gereja, termasuk St. Agustinus (dalam Enchiridion of Faith, Hope and Love dan City of God), merumuskannya dalam ajaran akan adanya pemurnian jiwa setelah kematian.
Pada hari-hari awal, nama-nama jemaat yang wafat dituliskan di atas plakat diptych. Di abad ke-6, komunitas Benediktin memperingati jiwa-jiwa mereka yang meninggal pada hari perayaan Pentakosta. Perayaan hari arwah menjadi peringatan universal, di bawah pengaruh rahib Odilo dari Cluny tahun 998, ketika ia menetapkan perayaan tahunan di rumah-rumah ordo Benediktin pada tanggal 2 November, yang kemudian menyebar ke kalangan biara Carthusian. Sekarang Gereja Katolik merayakannya pada tanggal 2 November, seperti juga gereja Anglikan dan sebagian gereja Lutheran.
Dari keterangan di atas, tidak disebutkan mengapa dipilih bulan November dan bukan bulan-bulan yang lain. Namun jika kita melihat kepada kalender liturgi Gereja, maka kita mengetahui bahwa bulan November merupakan akhir tahun liturgi, sebelum Gereja memasuki tahun liturgi yang baru pada masa Adven sebelum merayakan Natal (Kelahiran Kristus). Maka sebelum mempersiapkan kedatangan Kristus, kita diajak untuk merenungkan terlebih dahulu akan kehidupan sementara di dunia; tentang akhir hidup kita kelak, agar kita dapat akhirnya nanti tergabung dalam bilangan para kudus di surga. Kita juga diajak untuk merenungkan makna kematian, dengan mendoakan para saudara- saudari kita yang telah mendahului kita. Juga, pada bulan November ini, bacaan-bacaan Misa Kudus adalah tentang akhir dunia, yaitu untuk mengingatkan kita tentang akhir hidup kita yang harus kita persiapkan dalam persekutuan dengan Kristus. Harapannya adalah, dengan merenungkan akhir hidup kita di dunia, kita akan lebih dapat lagi menghargai Misteri Inkarnasi Allah (pada hari Natal) yang memungkinkan kita untuk dapat bergabung dalam bilangan para kudus-Nya dalam kehidupan kekal di surga.
0 comments:
Post a Comment