diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 4193 Diterbitkan: 23 Agustus 2013 Diperbaharui: 22 Januari 2019
- Perayaan28 Mei
- Lahir14 Agustus 1473
- Kota asalSomerset, Wilshire, Inggris
- Wafat28 Mei 1541 | Martir; dipenggal kepalanya di Tower Hill, London, England
Dimakamkan di Saint Peter ad Vincula, Tower of London - Beatifikasi29 Desember 1886 oleh Paus Leo XIII
- Kanonisasi-
Raja Inggris Henry VIII mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala Gereja di Inggris dan melepaskan segala hubungan Gereja Inggris dengan Tahta Suci di Roma. Henry berbuat begitu hanya beberapa saat setelah Paus sebagai Kepala Gereja menolak keinginannya untuk menceraikan Istri sahnya yaitu Ratu Katarina. Henry ingin menceraikan Katarina supaya ia dapat menikahi seorang gundiknya yang juga bekas pelayan isterinya yaitu Anne Boleyn; wanita yang telah membuatnya tergila-gila.
Raja Henry kemudian menyatakan bahwa Gereja Katolik adalah terlarang di seluruh Inggris. Ia kemudian menguasai Gereja, menghancurkan banyak biara dan mengeksekusi para biarawan serta semua orang yang menentang keinginannya. Beata Margareta Pole adalah salah satu martir dalam Reformasi Anglikan ini.
Margareta Pole dilahirkan pada tahun 1471. Ia adalah kemenakan dua orang raja Inggris, Edward IV dan Richard III. Henry VII mengatur pernikahannya dengan Sir Reginald Pole. Sir Pole adalah seorang prajurit gagah, sahabat keluarga kerajaan.
Pada saat Raja Henry VIII naik tahta, Margareta telah menjadi janda dengan lima orang anak. Raja Henry VIII masih muda dan belum berpengalaman dalam hal mengendalikan kerajaan dan kekuasaan. Ia menyebut Margareta sebagai wanita paling kudus di seluruh Inggris. Ia begitu terkesan pada Margareta hingga ia mengembalikan sebagian harta keluarganya yang hilang di masa lampau. Raja juga memberinya gelar kerajaan.
Raja Henry VIII amat mempercayainya hingga Margareta diberi kepercayaan untuk mendidik Puteri Maria, putri raja dan Ratu Katarina. Tetapi kemudian, Henry VIII berusaha menikahi Anne Boleyn, meskipun ia sudah beristeri. Margareta tidak menyetujui perilaku raja. Karena itu, raja mengusirnya dari istana.
Raja menunjukkan bagaimana ia sangat tidak suka kepadanya. Raja bertambah murka ketika seorang putera Margareta, seorang imam, menulis sebuah artikel panjang menentang tuntutan Henry untuk menjadi kepala gereja Inggris (Putera Margareta itu kelak menjadi Kardinal Reginald Pole yang terkenal). Henry VIII tidak dapat mengendalikan diri lagi. Ia menjadi seorang yang kejam serta penuh rasa dengki. Ia mengancam akan membinasakan seluruh keluarga Margareta.
Henry VIII mengutus orang-orangnya untuk menginterogasi Margareta. Mereka harus dapat membuktikan bahwa Margareta adalah seorang pengkhianat. Mereka menginterogasinya mulai pagi hingga petang. Tetapi, tidak pernah sekali pun Margareta berbuat kesalahan. Tidak ada yang disembunyikan olehnya.
Henry VIII mengutus orang-orangnya untuk menginterogasi Margareta. Mereka harus dapat membuktikan bahwa Margareta adalah seorang pengkhianat. Mereka menginterogasinya mulai pagi hingga petang. Tetapi, tidak pernah sekali pun Margareta berbuat kesalahan. Tidak ada yang disembunyikan olehnya.
Kemudian Margareta dikenai tahanan rumah di sebuah kastil seorang bangsawan. Lalu, ia dipindahkan ke sebuah menara besar di London. Ia bahkan tidak diadili sebelum dipenjarakan. Selama musim dingin yang panjang, Margareta menderita kedinginan yang hebat. Tidak ada api dan tidak cukup pakaian hangat baginya.
Akhirnya, pada tanggal 28 Mei 1541, Beata Margereta dihantar keluar dari menara menuju tempat pelaksanaan hukuman mati. Ia lelah dan sakit, tetapi ia berdiri tegak dan gagah untuk mati demi imannya. “Aku bukan seorang pengkhianat,” demikian katanya dengan berani. Margareta dipenggal kepalanya. Usianya saat itu tujuh puluh tahun.
Akhirnya, pada tanggal 28 Mei 1541, Beata Margereta dihantar keluar dari menara menuju tempat pelaksanaan hukuman mati. Ia lelah dan sakit, tetapi ia berdiri tegak dan gagah untuk mati demi imannya. “Aku bukan seorang pengkhianat,” demikian katanya dengan berani. Margareta dipenggal kepalanya. Usianya saat itu tujuh puluh tahun.
Gereja Inggris kemudian disebut Gereja Katolik Anglikan dan sampai hari ini tidak lagi mengakui Paus sebagai Kepala Gereja.
0 comments:
Post a Comment