diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 10770 Diterbitkan: 07 Agustus 2013 Diperbaharui: 31 Mei 2014
- Perayaan14 April
- Lahir18 April 1380
- Kota asalSchiedam, Belanda
- WafatHari paskah 14 April 1433 di Schiedam, Belanda | Oleh sebab alamiah
- Kanonisasi14 Maret 1890 oleh Paus Leo XIII Sumber : Katakombe.Org
Lidwina adalah seorang gadis Belanda yang lahir pada tahun 1380. Ayahnya adalah seorang bangsawan miskin, dan ibunya berasal dari kalangan rakyat jelata yang juga sangat miskin. Ketika berumur lima belas tahun, Lidwina mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Mungkin saja ia akan menjadi seorang biarawati kelak. Tetapi, suatu siang, terjadi peristiwa yang akan mengubah seluruh hidupnya.
Lidwina pergi bermain sepatu luncur bersama teman-temannya. Salah seorang dari mereka secara tak sengaja menabraknya. Lidwina terpelanting keras ke atas es dan tulang rusuknya patah. Ia amat kesakitan. Kecelakaan itu menimbulkan masalah-masalah lain pula. Hari-hari selanjutnya, Lidwina mengalami sakit kepala yang amat hebat, mual, demam, rasa sakit di sekujur tubuhnya dan rasa haus.
Dengan menangis Lidwina mengatakan kepada ayahnya bahwa ia tidak sanggup lagi menahan sakit. Namun demikian, rasa sakit itu malahan menghebat. Bisul-bisul mulai bermunculan di wajah dan tubuhnya. Satu matanya menjadi buta. Dan pada akhirnya, ia tidak lagi dapat meninggalkan pembaringan.
Lidwina sangat sedih dan putus asa. Mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi padanya? Apa yang Tuhan inginkan darinya? Lagi pula, apa yang masih dapat ia persembahkan kepada-Nya? Pastor Yohanes, imam parokinya, datang mengunjungi serta berdoa bersamanya. Pastor membantunya merenungkan segala penderitaan yang harus ditanggung Yesus. Lidwina mulai sadar akan hadiah indah yang akan ia persembahkan kepada Yesus: ia akan menderita bagi-Nya. Ia akan mempersembahkan segala penderitaannya untuk menghibur Dia, yang telah menderita begitu hebat di salib. Penderitaannya dipersembahkannya sebagai suatu doa yang indah kepada Tuhan. Sedikit demi sedikit Lidwina mulai mengerti.
Selama tiga puluh delapan tahun Lidwina menderita. Rasanya mustahil ia dapat bertahan hidup dalam keadaan yang sedemikian parah. Tetapi sungguh, ia bertahan. Tuhan memberinya penghiburan dalam berbagai cara. Lidwina memiliki Devosi yang mendalam pada Sakramen Ekaristi. Suatu hari Ia mulai menerima karunia penglihatan di mana Tuhan menunjukkan kepadanya Surga dan Api penyucian (Purgatory). Ia juga dikaruniai pengalaman untuk merasakan sengsara Yesus, dan dikunjungi oleh orang-orang kudus yang datang menghibur dan memberkatinya. Satu-satunya makanan yang dimakannya selama 19 tahun terakhir hidupnya adalah Ekaristi.
Lidwina pergi bermain sepatu luncur bersama teman-temannya. Salah seorang dari mereka secara tak sengaja menabraknya. Lidwina terpelanting keras ke atas es dan tulang rusuknya patah. Ia amat kesakitan. Kecelakaan itu menimbulkan masalah-masalah lain pula. Hari-hari selanjutnya, Lidwina mengalami sakit kepala yang amat hebat, mual, demam, rasa sakit di sekujur tubuhnya dan rasa haus.
Dengan menangis Lidwina mengatakan kepada ayahnya bahwa ia tidak sanggup lagi menahan sakit. Namun demikian, rasa sakit itu malahan menghebat. Bisul-bisul mulai bermunculan di wajah dan tubuhnya. Satu matanya menjadi buta. Dan pada akhirnya, ia tidak lagi dapat meninggalkan pembaringan.
Lidwina sangat sedih dan putus asa. Mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi padanya? Apa yang Tuhan inginkan darinya? Lagi pula, apa yang masih dapat ia persembahkan kepada-Nya? Pastor Yohanes, imam parokinya, datang mengunjungi serta berdoa bersamanya. Pastor membantunya merenungkan segala penderitaan yang harus ditanggung Yesus. Lidwina mulai sadar akan hadiah indah yang akan ia persembahkan kepada Yesus: ia akan menderita bagi-Nya. Ia akan mempersembahkan segala penderitaannya untuk menghibur Dia, yang telah menderita begitu hebat di salib. Penderitaannya dipersembahkannya sebagai suatu doa yang indah kepada Tuhan. Sedikit demi sedikit Lidwina mulai mengerti.
Selama tiga puluh delapan tahun Lidwina menderita. Rasanya mustahil ia dapat bertahan hidup dalam keadaan yang sedemikian parah. Tetapi sungguh, ia bertahan. Tuhan memberinya penghiburan dalam berbagai cara. Lidwina memiliki Devosi yang mendalam pada Sakramen Ekaristi. Suatu hari Ia mulai menerima karunia penglihatan di mana Tuhan menunjukkan kepadanya Surga dan Api penyucian (Purgatory). Ia juga dikaruniai pengalaman untuk merasakan sengsara Yesus, dan dikunjungi oleh orang-orang kudus yang datang menghibur dan memberkatinya. Satu-satunya makanan yang dimakannya selama 19 tahun terakhir hidupnya adalah Ekaristi.
Otoritas Gereja setempat pernah menuduhnya dirasuki setan hingga untuk itu ia kemudian diuji oleh para imam yang kemudian menyatakan bahwa yang dialaminya adalah benar berasal dari Tuhan. Pada tujuh tahun terakhir hidupnya santa Lidwina menjadi buta. Banyak orang kemudian datang mengunjungi Lidwina di kamar kecilnya yang sederhana. Ia berdoa kepada Tuhan dan rela menderita bagi ujud-ujud para tamunya. Mereka tahu bahwa Tuhan mendengarkan doa-doa Lidwina.
Santa Lidwina tutup usia pada Hari paskah tanggal 14 April 1433. Empat abad kemudian; tanggal 14 Maret 1890 ia dinyatakan Kudus oleh Paus Leo XIII.
Sumber : Katakombe.Or
0 comments:
Post a Comment