"
Rama, mangke tindak mboten?" (Rama, nanti pergi tidak?) tanya Rama Bambang kepada Rama Agoeng pada Selasa 26 November 2013, ketika sedang makan pagi di hadapan Rama Yadi dan Rama Harto. "
Jam kalih siang teng Seminari" (Jam 2 siang ke Seminari) jawab Rama Agoeng yang meneruskan "
Badhe wonten napa, ta" (Ada keperluan apa?). Rama Bambang berkata "
Ajeng teng Panti Rapih" (Akan ke Rumah Sakit Panti Rapih). "
Jam pinten?" (Jam berapa). "
Jam sanga seprapat, ajeng teng laboratorium" (Jam 09.15, akan priksa laboratorium) kata Rama Bambang yang langsung disambut Rama Agoeng "
Kula saget ngeteraken" (Saya bisa antar). Sore sampai malam hari sebelumnya, Senin 25 November 2013, Rama Bambang dapat mengantar Rama Tri Wahyono ke Panti Rapih. Tetapi untuk kepentingannya sendiri kemarin dia terpaksa minta tolong. Untuk diri sendiri Rama Bambang tidak dapat membawa mobil. Dengan mobil dia harus parkir dan dari sini harus jalan cukup jauh menuju lobi untuk pinjam kursi roda. Lain halnya kalau dengan sepeda motor roda tiganya, Rama Bambang dapat menitipkannya di dekat lobi. Tetapi pada saat itu motor sedang bermasalah dengan acunya.
Begitulah pada Selasa itu Rama Bambang ke laboratorium Panti Rapih diantar oleh Rama Agoeng. Tetapi peristiwa ini ternyata membuat sedikit kemeriahan suasana. Ketika turun dari mobil dan pintu dibuka sehingga Rama Bambang tampak dari luar, Satpam yang berjaga langsung mengambilkan kursi roda. Tetapi begitu Satpam akan mendorong kursi roda yang sudah diduduki Rama Bambang, tiba-tiba seorang anak lelaki kecil yang ikut mengantar Rama Bambang mendekat dan langsung memegang kursi roda itu. "Lho, kuat dik?" tanya Satpam yang langsung dijawab dengan suara kecil anak itu "Saya kuat!" Dan anak yang hampir usia 7 tahun dengan tubuh kecil ini pun mendorong ke ruang radiologi terus langsung ke laboratorium lantai dua lewat lift. "
Wau, Sulis criyos bilih Rama Bambang diterke cak cilik" (Tadi Sulis bilang bahwa Rama Bambang diantar anak kecil) kata Rama Agoeng ketika sudah berada di mobil saat pulang menuju Domus Pacis. Rama Sulis adalah Pastor Paroki Delanggu yang mengantar Rama Windya periksa di radiologi. Ketika di radiologi seorang perawat berkata pada Rama Bambang "Kok sendirian?" yang dijawab rama "
Ra isa. Diterke iki" (Tidak. Diantar ini) sambil jari tangan kanan menunjuk ke belakang arah bawah. "
Lho sing nyurung cah cilik, ta?" (Lho, yang mendorong anak kecil, ta?) kata salah satu petugas radiologi. Beberapa pengantar pasien kemudian mendekat ke Rama Bambang memberi salam sambil mengelus kepala si anak kecil dan beberapa mengatakan "Aduh pinternya". Ketika mau keluar dari ruang radiologi si anak mendorong ke arah barat ruang ini. "Lho, balik kanan" kata Rama Bambang. Si anak langsung memutar kursi roda diiringi tertawa geli dari orang banyak termasuk perawat dan pertugas.
Soal anak kecil mendorong kursi roda dengan muatan Rama Bambang ternyata cukup menarik perhatian banyak orang di lorong-lorong yang dilewati. Orang-orang yang mengenal Rama Bambang termasuk para perawat dan pegawai Panti Rapih banyak yang berkomentar macam-macam seperti "Rama itu nindas anak" dan "
Cah cilik je kon nyurung" (Anak kecil kok disuruh mendorong). Tetapi mereka melihat dengan tertawa karena si anak hanya tertawa dengan girangnya sambil mendorong dengan terampilnya. Di Domus Pacis dia memang biasa melakukan ini untuk Rama Bambang. Pada saat berada di kantor laboratorium seorang petugas bertanya "Namanya siapa dik?" yang dijawab oleh si anak "Yahya". "
Niki sinten ta, rama?" salah satu perawat bertanya ke Rama Bambang yang menjawab sambil tertawa "
Putuku" (Cucuku). Beberapa petugas ikut tertawa. Sebenarnyalah Yahya adalah anak pasangan suami-isteri Mas Heru dan Mbak Tari keluarga yang tinggal di Domus Pacis sebagai karyawan-karyawati. "Adik mau permen?" seorang petugas kantor laboratorium menawarkan permen kepada Yahya. Yahya mengangguk dan mendapatkannya dan berkata "Terima kasiiiiih" yang membuat pemberinya tertawa. Ketika Rama Bambang berceritera tentang kejadian itu pada waktu makan malam Selasa itu, Mbak Tari yang menyuapi Rama Harto sambil mengangguk-angguk berkata "
Oooo, milanipun wau kok duwe permen" (Oooo, layak tadi kok punya permen).