Tadi malam, Rabu 4 September 2013, sesudah ibadat di Gatak, salah satu
lingkungan di Paroki Pangkalan Yogyakarta, dua orang prodiakon paroki mendekati
Rama Bambang. “Rama, panjenengan rak
sahabatipun Pak Iskak. Benjang rama ingkang homili, nggih?” (Rama, Anda kan
sahabat Pak Iskak. Besuk rama yang homili, ya?) kata salah satu yang diiyakan
oleh temannya. Sebenarnya mereka sebelum ibadat mulai sudah berbicara bahwa
karena ada rama datang yang memimpin ibadat biar dipimpin oleh rama. Tetapi Rama
Bambang berkata “Kula namung badhe
ndherek” (Saya hanya akan ikut). Pak Wayan, salah satu prodiakon, kemudian
berkata “Ya, ini bukan misa. Anda saja yang memimpin. Saya yang homili.” Mereka
berdua kemudian memimpin umat dengan duduk lesehan
di karpet dan tikar. Ibadat ini terdiri dari dua bagian, yaitu ibadat sabda dan
rosario. Suasananya khitmat dan terasa penuh dengan penghayatan iman. Rama
Bambang amat menikmati dan ikut ambil bagian doa Salam Maria yang diucapkan
oleh umat bergantian dalam bagian ibadat rosario.
Itu adalah ibadat untuk mendoakan Bapak Eustasius Iskak Munandar yang wafat
pada Selasa sore 2 September 2013. Kalau prodiakon mengatakan “panjenengan rak sahabatipun Pak Iskak” (Anda
kan sahabat Pak Iskak), mungkin karena Rama Bambang ikut melayat dan duduk
bersama umat hingga Misa Requiem yang dipimpin oleh Rama Gunawan Cahya selesai.
Sebenarnya Rama Bambang merasa baru dua kali berjumpa dengan almarhum. Pertama
kali ketika ikut Bu Titik dan Bu Laksana pesan makan catering untuk salah satu hajatan yang diselenggarakan oleh
Komunitas Rama Domus Pacis. Rama Bambang membayangkan Pak Iskak sebagai
pengusaha catering akan tampil tegas
mempertahankan harga dan jenis sajian. Rama Bambang sadar bahwa uang yang
disediakan untuk setiap porsi tidak besar. Layaklah kalau hanya akan
mendapatkan satu macam lauk dan sayuran. Tetapi ternyata ketika Bu Titik
menyebut capjay, telor, daging, es ..... Pak Iskak hanya berkata “Yaaaa”.
Ternyata untuk kepentingan Gerejawi Pak Iskak memberikan harga khusus.
Prinsipnya hanya “Pokoke dhuwit blanja
bali, lan sing kerja entuk opah” (Pokoknya uang belanja kembali, dan
pekerja dapat upah). Dan Komunitas Rama Domus Pacis dalam pesta yang diadakan selalu
memanfaatkan catering Pak Iskak.
Padahal ini terjadi berkali-kali sejak pertama 21 Desember 2011 dan sampai
terakhir 26 Agustus 2013.
Pertemuan kedua terjadi ketika Rama Bambang mengunjungi Pak Iskak di
rumahnya sebelum opname terakhir hingga wafatnya. Dalam kunjungan ini Rama
Bambang mendengarkan beliau yang omong dengan asyiknya tentang kondisi
sakitnya. “Ini sudah layak ta, rama. Umur saya hampir 63 tahun. Maka kalau
sakit-sakiten kan tidak mengherankan. Saya merasa sudah cukup dalam bekerja.”
Rama Bambang hanya mendengarkan dan sering tertawa-tawa geli mendengarkan
kepolosan beliau. Memang, dari segi medis, dengan sakit terutama gula lalu
masih ada tambahan lain-lain, Pak Iskak memang ngawur dalam hal makan. Ketika catering
Pak Iskak melayani hajatan midodareni
(ibadat menjelang pernikahan) keluarga Pak Darsono di Domus Pacis 31 Agustus
2013, Rama Bambang sempat omong-omong dengan koordinator para pekerja catering. Dia berkata bahwa Pak Iskak
masuk rumah sakit lagi dan dirawat di ICU. “Kala
wau Pak Iskak cuci darah” (Tadi Pak Iskak menjalani cuci darah) katanya.
Rama Bambang menyahut “Waduh, wis gagal
ginjal nek ngono” (Waduk, kalau begitu sudah gagal ginjal). Sang
koordinator menyambung “Nek dhahar nekad.
Es krim nek mung sak cangkir alit mboten kersa. Meksa dhahar sekawan”
(Kalau makan nekad. Es krim satu cangkir ditolak. Beliau memaksa minta menyantap
4 kali lipat). Rama Bambang tertawa karena dalam benak teringat kata-kata
beliau “Rama, Bu Iskak itu pelit. Memberi es hanya satu gelas.” Barangkali Pak
Iskak memang sadar bahwa beliau sudah selesai untuk tugas di dunia ini.
0 comments:
Post a Comment