dari Sesawi.Net 27 Juni 2014
Mesias, Batu Karang dan Kunci Kerajaan Surga
Rekan-rekan yang budiman!
Hingga kini Yesus diperkenalkan dalam Injil Sinoptik terutama lewat
ajarannya, lewat penyembuhan yang dilakukannya, termasuk tindakan
mengusir roh jahat, dan lewat peristiwa perbanyakan roti. Orang mulai
bertanya-tanya, siapa sebenarnya dia itu dan bagaimana ia dapat
mengerjakan semua itu.
Semakin
disadari bahwa dia lain dari orang-orang luar biasa lainnya. Siapakah
dia sesungguhnya? Dalam Mat 16:13-19 yang dibacakan pada hari raya S.
Petrus dan S. Paulus, Petrus menyuarakan kesadaran para murid bahwa
Yesus itu Mesias, anak Allah yang hidup.
Penegasan
ini sebetulnya satu sisi saja dalam pewartaan mengenai siapa sebenarnya
Yesus. Sisi yang lain menyangkut perjalanan ke arah penderitaan, wafat
dan kebangkitan Yesus yang diungkapkan ketiga Injil Sinoptik langsung
sesudah penegasan akan kemesiasan Yesus.
Bacaan
kedua (2 Tim 4:6-8.17-18) menunjukkan bagaimana seorang tokoh dalam
gereja awal, Timotius, mendapat imbauan agar melanjutkan pekerjaan yang
telah diawali dan dijalankan dengan penuh dedikasi oleh Paulus, yakni
membina kehidupan bersama antar orang-orang yang mengimani Yesus sang
Mesias.
Karya
ini adalah karya ilahi tetapi yang menyertakan manusia, seperti Paulus
sendiri. Ia merasa telah menjalankan semuanya dengan sebaik-baiknya.
Ketika ia dimusuhi, ia tidak gentar karena yakin Tuhan sendiri tetap
menyertainya. Inilah keteguhan iman yang terasa dari bacaan kedua.
Pokok pewartaan
Memang ada pelbagai perkiraan di masyarakat mengenai siapa Yesus itu.
Dan di Kaisaria Filipi para murid diajak Yesus berbicara mengenai
pelbagai pendapat mengenai dirinya. Sudah matang saatnya para murid
dituntun mengenali siapa dia itu sebenarnya.
Mereka
telah mendengar ajarannya, telah melihat perbuatannya, dan menyaksikan
kekuatannya. Kini tibalah waktunya memahami siapa dia itu.
Tentu
saja mulai disadari bahwa Yesus yang mempesona dan diikuti banyak orang
ini ialah dia yang resmi ditugasi Allah dan kedatangannya yang
dinanti-nantikan banyak orang. Dialah Mesias yang diharapkan membangun
kembali umat Allah seperti dahulu kala. Dialah yang bakal memimpin orang
banyak makin mendekat kepada Allah sendiri.
Di
dalam kesadaran orang banyak, Mesias ini ialah keturunan Daud yang akan
mengawali zaman adil dan damai. Dalam keagamaan Yahudi, gagasan Mesias
seperti ini disatukan dengan pengertian “Anak Manusia”, seperti
terungkap dalam penglihatan Daniel (Dan 7:13). Gereja Awal juga percaya
bahwa Yesus ialah tokoh ini.
Keyakinan
di atas berhadapan dengan kenyataan bahwa Yesus akhirnya mengalami
penderitaan, ditolak oleh para pemimpin masyarakat Yahudi yang sah
(“tetua, imam kepala dan ahli Taurat” ialah tiga macam anggota di dalam
Sanhedrin, badan resmi masyarakat Yahudi) sampai dibunuh.
Namun
demikian, nanti dengan pelbagai cara para murid Yesus juga mengalami
kebangkitan Yesus pada hari ketiga. Dan pengalaman inilah yang membuat
mereka percaya bahwa Yesus itulah sungguh Mesias.
Rumusan
penegasan Petrus yang disampaikan secara sederhana tapi tegas dalam Mrk
8:29 “Engkaulah Mesias” mengungkapkan pokok kepercayaan yang tumbuh
dalam Gereja Awal. Bukan tanpa arti bila dalam ketiga Injil Sinoptik
pemberitahuan pertama mengenai penderitaan, wafat dan kebangkitan
didahului dengan penegasan Petrus mengenai siapa sebenarnya Yesus itu.
Penegasan
ini kemudian dipertajam rumusannya oleh Matius dan Lukas dengan cara
masing-masing. Menurut Mat 16:16, Petrus berkata, “Engkaulah Mesias,
anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16). Matius menambahkan “anak Allah yang
hidup” untuk menggarisbawahi bahwa Allah-lah yang memilih Yesus sebagai
pewarta kehadiranNya di dunia.
Matius
juga bermaksud menjelaskan bahwa Mesias yang dinanti-nantikan ini bukan
pemimpin politik atau penguasa yang bakal membangun kembali kejayaan
Israel dengan kekuatan militer. Maklum di kalangan Yahudi harapan akan
Mesias politik ini amat kuat.
Persoalan
ini tidak amat terasa dalam lingkungan Lukas yang bukan berasal dari
kalangan Yahudi. Mereka lebih berminat memahami apakah kuasa dan
kekuatan Yesus itu memang berasal dari Allah sendiri.
Karena
itu ditandaskan dalam Luk 9:20 bahwa Mesias tadi “dari Allah”.
Maksudnya, Yesus datang dari Dia dan menunjukkan bahwa Allah sendiri
bertindak dalam diri Yesus untuk membebaskan manusia dari kuasa-kuasa
jahat, dari penyakit, dari kekersangan batin. Inilah yang membuat Yesus
betul-betul menjadi Mesias bagi semua orang.
Siapakah ‘Anak Manusia’ itu?
Ketika Yesus menanyai murid-muridnya apa kata orang mengenai siapa “Anak
Manusia” ada jawaban yang bermacam-macam. Ungkapan “Anak Manusia”
dipakai merujuk pada diri Yesus.
Dalam
kesadaran orang Yahudi pada zaman Yesus, ada kaitan antara tokoh yang
dinanti-nantikan datangnya sebagai Mesias dengan penglihatan dalam Dan
7:13 yang menggambarkan tokoh yang mirip manusia itu terlihat datang
mengarah kepada Yang Mahakuasa dan mendapat kuasa di bumi dan di langit.
Dengan
memakai ungkapan itu Yesus hendak memperkenalkan dirinya yang
sesungguhnya. Ia tidak bertanya mengenai apa kata orang mengenai
ajarannya, mengenai tindakannya, mengenai kelakuannya. Ia ingin
mendengar bagaimana orang menerapkan siapa tokoh yang terarah kepada
Yang Mahakuasa itu, siapa “Anak Manusia” tadi.
Para
murid diajak menengarai pelbagai pandangan yang ada mengenai dirinya:
ia seperti Yohanes Pembaptis, tokoh spiritual yang masih segar dalam
ingatan orang, juga bisa dibandingkan dengan Elia, seorang nabi besar
yang diceritakan telah naik ke langit dan tentunya akan kembali diutus
Allah mendatangi umat pada saat-saat mereka membutuhkan dampingan dan
arahan, atau seperti nabi Yeremia yang dikenal tak jemu-jemunya
memperingatkan umat dan para pemimpin agar tetap setia pada Allah di
tengah penderitaan dan mengajarkan kerohanian yang sejati dan bukan
praktek luar-luar saja.
Bagi kalian, siapa aku ini?
Pendapat-pendapat itu tidak bisa dikatakan meleset. Walaupun demikian,
ada pemahaman yang dapat lebih menolong. Yesus menanyai Petrus dengan
ungkapan yang berbeda, “Tetapi apa katamu, siapakah aku ini?” Tidak lagi
ditanyakan apa kata orang, melainkan apa katamu.
Juga
tidak lagi dipakai sebutan “Anak Manusia”, melainkan “aku”. Petrus kini
tampil sebagai wakil para murid yang kemudian mempersaksikan Yesus
Kristus dan meneruskan wartanya. Pertanyaan Yesus kepadanya bukan
pertanyaan kepada individu Petrus saja. Setelah menanyai para murid,
pada ay. 15 disebutkan Yesus bertanya kepada “mereka” – yakni para murid
tadi.
Terjemahan
LAI “apa katamu” tidak amat jelas. Memang dalam bahasa Indonesia “-mu”
bisa berarti tunggal bisa pula jamak. Teks asli dalam bahasa Yunani
memakai kata “kalian” yang hanya bisa berarti jamak. Maka pertanyaan
tadi jelas ditujukan kepada para murid, begitu juga menurut Injil Markus
dan Lukas.
Dalam
situasi itulah Petrus tampil mewakili para murid. Oleh karena itu, tak
usah ditafsirkan bahwa di sini ada imbauan untuk menumbuhkan jawaban
iman yang digarap secara pribadi, bukan rumus-rumus yang siap pakai
saja. Memang iman yang dewasa dan kuat juga semakin pribadi sifatnya.
Tetapi tanya jawab dengan Petrus ini bukan ke sana arahnya.
Jawaban
Petrus juga mencerminkan pemahaman para murid. Memang kemudian Matius
secara khusus menyoroti Petrus. Setelah penegasan tadi, pada ay. 17,
Matius menambahkan episode Yesus menyebut Petrus berbahagia karena
pengetahuan tadi didapat bukan dari manusia melainkan dari Bapa di
surga. Kemudian dalam dua ayat berikutnya Simon disebut Yesus sebagai
batu karang dasar Gereja dibangun yang tak bakal terkalahkan oleh maut,
ia juga disebut pemegang kunci surga (Mat 16:18-19). Tambahan ini tidak
ada dalam Injil lain.
Batu karang dan kunci
Batu karang jadi tempat berlindung dari hempasan ombak dan tempat
berpegang agar tak hanyut oleh arus-arus ganas. Dengan menyebut Petrus
sebagai batu karang, Yunaninya “petra”, ditandaskan bahwa ia bertugas
melindungi umat yang dibangun Yesus dari marabahaya yang selalu
menghunjam. Dikatakan juga bahwa alam maut (Yunaninya “hades”, Ibraninya
“syeol”) takkan bisa menguasainya, maksudnya takkan dapat mematikan
kumpulan orang yang percaya tadi.
Orang
dulu membayangkan jalan ke alam maut sebagai lubang yang menganga
lebar. Seperti liang lahat yang besar. Semua orang mati pasti akan ke
sana dan tak ada jalan kembali. Satu-satunya cara untuk mencegah agar
orang tidak tersedot ke dalamnya ialah dengan menyumbatnya dengan batu
besar yang tidak bakal tertelan dan tak tergoyah. Petrus digambarkan
sebagai tempat Yesus mendirikan umat yang takkan terkuasai alam maut.
Gambaran
di atas dapat membantu mengerti mengapa kepada Petrus diberikan kunci
Kerajaan Surga. Bukannya ia dipilih menjadi orang yang menentukan siapa
boleh masuk siapa tidak, melainkan sebagai yang bertugas menahan agar
kekuatan-kekuatan maut tidak memasuki Kerajaan Surga! Ia mengunci surga
dari pengaruh yang jahat.
Apa
yang diikatnya di bumi, yang tetap dikunci di bumi, yakni jalan ke alam
maut akan tetap terikat dan tidak akan bisa merambat ke surga. Tak ada
jalan ke surga bagi daya-daya maut. Apa yang dilepaskannya di bumi,
yakni manusia yang bila dibiarkan sendirian akan menjadi mangsa lubang
syeol menganga tadi.
Tidak
amat membantu bila kata-kata itu ditafsirkan sebagai penugasan Petrus
menjadi “juru kunci gerbang surga” menentukan siapa orang diperkenankan
masuk dan dibiarkan di luar tidak peka konteks. Malah tafsiran itu akan
membuat warta Injil Matius kurang terasa.
Bisakah
gagasan kunci Kerajaan Surga dipakai sebagai dasar bagi wibawa takhta
apostolik Paus penerus Petrus? Tentu saja, asal dilandasi dengan
pengertian di atas. Bukan dalam artian juru kunci gerbang ke arah
keselamatan, membuka atau menutup akses ke surga, melainkan sebagai
penangkal kekuatan-kekuatan alam maut. Pernyataan itu memuat penugasan
melindungi umat, bukan pemberian kuasa menghakimi.
Salam hangat,
A Gianto