indosiar.com - Saat ini mempunyai berat badan yang berlebih, bukan menjadi ukuran sehatnya badan seseorang. Kegemukan bisa menjadi masalah berat karena bisa menjadi sarang berbagai penyakit. Kegemukan bisa terjadi karena berlebihnya jumlah makanan yang diasumsi oleh seseorang.
Obesitas saat ini merupakan permasalahan yang muncul di dunia, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikannya sebagai epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sekitar 300 juta orang diseluruh dunia saat ini mengalami obesitas dan di AS penyakit ini diperkirakan menjadi pembunuh no.1 menggeser kebiasaan merokok. Terkadang makanan yang masuk dalam kategori Fast food dituding sebagai biang dari semakin meningkatnya penyakit obesitas ini.
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25 - 30 % pada wanita dan 18 - 23 % pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30 % dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25 % dianggap mengalami obesitas. Atau dengan kata lain seseorang yang memiliki berat badan 20 % lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal, dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok :
- Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
- Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
- Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.
- Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% diantara orang-orang yang gemuk.
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang diperlukan oleh tubuh. Apa penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor :
- Faktor genetik ; obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33 % terhadap berat badan seseorang.
- Faktor lingkungan; gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat merubah pola genetiknya, tetapi dia dapat merubah pola makan dan aktivitasnya.
- Faktor psikis ; apa yang ada di dalam fikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.
- Faktor kesehatan ; beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya
;
- hipotiroidisme
- sindroma cushing
- sindroma prader-willi
- beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
- hipotiroidisme
- Obat-obatan ; obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.
- Faktor perkembangan ; penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
- Aktivitas fisik ; kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
- Diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa)
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Stroke
- Serangan jantung (infark miokardium
- Gagal jantung
- Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
- Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
- Gout dan artritis gout
- Osteoartritis
- Tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
- Sindroma pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk).
- Resiko rendah : bmi < 27
- Resiko menengah : bmi 27-30
- Resiko tinggi : bmi 30-35
- Resiko sangat tinggi : bmi 35-40
- Resiko sangat sangat tinggi : bmi 40 atau lebih.
Peluang penurunan berat badan jangka panjang yang berhasil akan semakin tinggi bila dokter bekerja dalam suatu tim profesional yang melibatkan ahli diet, psikologis dan ahli olah raga. Tim ini akan membantu penderita untuk:
- Mencapai perubahan gaya hidup yang permanen
- Memantau perkembangan penderita
- Memberikan dukungan dan dorongan yang positif
- Menemukan dan membantu mengurangi sumber stres
- Mencegah kekambuhan.
- obat yang mengurangi nafsu makan, contohnya fenfluramin, deksfenfluramin,
fentermin.
- obat yang menghalangi penyerapan zat gizi dari usus, contohnya orlistat (menghalangi penyerapan lemak di usus).
0 comments:
Post a Comment