Berikut ini
adalah terjemahan yang tidak resmi (unofficial translation) dari
ensiklik Paus Fransiskus yang berjudul Lumen Fidei (Terang
Iman). Jika anda ingin mengutip terjemahan ensiklik ini, mohon
mencantumkan www.katolisitas.org sebagai sumbernya, sehingga kalau ada masukan
dapat diberitahukan kepada kami.
AN
UNOFFICIAL INDONESIAN TRANSLATION OF THE ENCYCLICAL LUMEN FIDEI (The Light
of Faith)
@COPYRIGHT 2014 – KATOLISITAS
@COPYRIGHT 2014 – KATOLISITAS
Surat
Ensiklik
TERANG IMAN
TERANG IMAN
dari Sri Paus
FRANSISKUS
Kaum Religius dan Umat Awam
Tentang IMAN
Dialog antara iman dan akal budi
32. Iman
Kristiani, karena ia mewartakan kebenaran akan kasih Allah yang total dan
membukakan kita kepada kekuatan kasih itu, menembus kepada inti dari pengalaman
manusiawi kita. Masing-masing dari kita datang kepada terang itu karena kasih,
dan masing-masing dari kita dipanggil untuk mengasihi agar tetap berada di
dalam terang itu. Berhasrat untuk menerangi seluruh realitas dengan kasih Allah
yang dimanifestasikan dalam Yesus, dan berusaha untuk mengasihi orang lain
dengan kasih yang sama itu, jemaat Kristiani perdana menemukan dalam dunia
Yunani itu, dengan kehausannya akan kebenaran, sebuah pasangan ideal dalam
dialog. Perjumpaan pesan Injil dengan budaya dunia kuno yang filosofis telah
membuktikan sebuah langkah yang menentukan dalam evangelisasi bagi semua
bangsa, dan telah membangkitkan suatu interaksi yang berhasil antara iman dan
akal budi yang telah terus berlanjut selama berabad-abad sampai ke zaman kita
sendiri. Beato Yohanes Paulus II, dalam Surat Ensiklik Fides et Ratio
[Iman dan Akal budi], telah menunjukkan bagaimana iman dan akal budi saling
memperkuat satu sama lain.[27] Saat kita menemukan terang
yang penuh dari kasih Kristus, kita menyadari bahwa setiap kasih di dalam
kehidupan kita sendiri selalu telah mengandung seberkas terang itu, dan kita
memahami tujuan akhirnya. Fakta itu bahwa kasih manusiawi kita mengandung
berkas terang itu juga membantu kita untuk melihat bagaimana semua kasih
dimaksudkan untuk mengambil bagian di dalam pemberian diri yang seutuhnya dari
Putera Allah demi kita. Di dalam gerakan yang melingkar ini, terang iman
menerangi semua hubungan manusiawi kita, yang kemudian dapat dihidupi dalam
persatuan dengan kelembutan kasih Kristus.
33. Dalam
kehidupan Santo Agustinus kita menemukan sebuah contoh yang signifikan dari
proses ini di mana akal budi, dengan hasratnya akan kebenaran dan kejelasan,
telah diintegrasikan ke dalam wawasan iman dan dengan demikian memperoleh
pemahaman baru. Agustinus menerima filsafat Yunani tentang terang, dengan
desakannya kepada pentingnya penglihatan. Perjumpaannya dengan Neoplatonisme
telah memperkenalkannya kepada paradigma terang itu yang, turun dari tempat
tinggi untuk menerangi semua realitas, adalah sebuah simbol dari Allah. Maka
Agustinus sampai kepada penghargaan akan transendensi Allah dan mendapati bahwa
segala sesuatu memiliki sebuah transparansi tertentu, sehingga mereka dapat
merefleksikan kebaikan Allah. Realisasi ini membebaskannya dari paham
Manikeisme yang dianutnya sebelumnya, yang telah menyebabkannya untuk berpikir
bahwa kebaikan dan kejahatan seterusnya ada dalam pertentangan, tercampur baur
dan terjalin satu sama lain. Realisasi bahwa Allah adalah terang telah
memberikan Augustinus sebuah arah baru dalam hidup dan memampukannya untuk
mengakui kedosaan-nya dan untuk beralih menuju kebaikan.
Namun
demikian, momen yang menentukan dalam perjalanan iman Agustinus, sebagaimana
dikatakannya kepada kita dalam Pengakuan-pengakuannya [Confessions],
bukanlah dalam penglihatan akan Allah yang di atas dan melampaui dunia ini,
melainkan di dalam sebuah pengalaman mendengarkan. Di taman itu, ia [St.
Agustinus] mendengar sebuah suara yang mengatakan kepadanya: “Ambil dan
bacalah”. Ia kemudian mengambil buku itu yang berisi surat-surat yang ditulis
oleh Santo Paulus dan mulai membaca bab ketiga belas dari Surat kepada jemaat
di Roma.[28] Dengan cara ini, pribadi
Allah dari Alkitab telah menampakkan Diri kepadanya: Allah yang dapat berbicara
kepada kita, datang turun untuk tinggal di tengah-tengah kita dan menemani perjalanan
kita melalui sejarah, yang membuat diri-Nya dikenal di waktu mendengar dan
merespon.
Namun
perjumpaan dengan Allah yang berbicara ini tidak menyebabkan Agustinus menolak
terang dan penglihatan. Ia telah mengintegrasikan kedua perspektif dari pendengaran
dan penglihatan, yang secara terus menerus dibimbing oleh wahyu kasih Allah di
dalam Yesus. Dengan demikian Agustinus telah mengembangkan sebuah filosofi
terang yang sanggup merangkul keduanya, baik hubungan timbal balik yang tepat
bagi firman itu, maupun kebebasan yang lahir untuk mencari terang itu. Sama
seperti firman menuntut sebuah respon yang bebas [tidak terpaksa], begitu juga
terang memperoleh sebuah respon di dalam gambaran yang memantulkannya. Karena
itu, Agustinus dapat menghubungkan pendengaran dan penglihatan, dan berbicara
tentang “firman yang bersinar ke luar dari dalam”.[29] Terang itu menjadi, seolah-olah, terang dari
sebuah firman, karena ini adalah terang dari sebuah raut wajah personal, sebuah
terang yang, bahkan ketika ia menerangi kita, memanggil kita dan berharap agar
dipantulkan pada wajah-wajah kita dan bersinar dari dalam diri kita. Namun demikian
kerinduan kita akan penglihatan keseluruhan itu, dan bukan hanya dari
fragmen-fragmen sejarah, tetap ada dan akan digenapi pada akhirnya, ketika,
seperti dikatakan Agustinus, kita akan melihat dan kita akan mengasihi.[30] Bukan karena kita akan dapat
memiliki semua terang itu, yang mana selalu akan tidak ada habisnya, melainkan
karena kita akan masuk seluruhnya ke dalam terang itu.
34. Terang
kasih yang tepat untuk iman dapat menerangi pertanyaan-pertanyaan dari zaman
kita sendiri tentang kebenaran. Kebenaran saat ini sering direduksi menjadi
keaslian subyektif dari individu itu, yang berlaku hanya untuk kehidupan individu
tersebut. Suatu kebenaran umum mengintimidasi kita, karena kita
mengidentifikasi itu dengan tuntutan-tuntutan yang tak kenal kompromi dari
sistem-sistem totaliter [pengendalian kebebasan, kehendak, pikiran orang lain].
Tetapi jika kebenaran adalah sebuah kebenaran kasih, jika itu adalah sebuah
kebenaran yang diungkapkan dalam perjumpaan pribadi dengan Yang Lain-Nya dan
dengan sesama lainnya, maka itu dapat dibebaskan dari keterbatasan dalam
pribadi- pribadi dan menjadi bagian dari kebaikan bersama. Sebagai sebuah
kebenaran kasih, ia [kebenaran kasih itu]adalah bukan sesuatu yang bisa
diberlakukan dengan paksa, ia bukan suatu kebenaran yang mencekik individu
tersebut. Karena kebenaran lahir dari kasih, ia [kebenaran]dapat menembus ke
dalam hati, ke inti pribadi dari setiap pria dan wanita. Maka, jelaslah, iman
bukanlah bersikeras pada pendiriannya sendiri, tetapi bertumbuh dalam
keberadaan bersama, yang penuh hormat dengan orang lain. Orang yang percaya
tidak boleh pongah; sebaliknya, kebenaran membawa kepada kerendahan hati,
karena orang-orang yang percaya tahu bahwa, bukannya diri kita sendiri yang
memiliki kebenaran, melainkan kebenaran-lah yang merangkul dan memiliki kita.
Jauh dari membuat kita jadi tidak fleksibel, jaminan iman meletakkan kita pada
sebuah perjalanan; ia memungkinkan kesaksian dan dialog dengan semua.
Tidaklah
juga terang iman, yang digabungkan dengan kebenaran kasih, tiada berhubungan
dengan dunia materi, karena kasih selalu dihidupi keluar dari tubuh dan roh;
terang iman adalah terang yang berinkarnasi, yang memancar dari kehidupan Yesus
yang bercahaya. Terang iman juga menerangi dunia materi itu, mempercayai
ketertiban yang melekat di dalamnya dan mengetahui bahwa ia [terang
iman]memanggil kita kepada sebuah jalur yang meluas tentang keteraturan dan
pengertian. Maka pandangan ilmu pengetahuan memperoleh manfaat dari iman: iman
meneguhkan hati ilmuwan untuk tetap selalu terbuka terhadap realitas dengan
segala kekayaannya yang tidak ada habisnya. Iman membangkitkan rasa kritis
dengan mencegah penelitian dari rasa puas dengan rumusannya sendiri dan
membantu penelitian untuk menyadari bahwa alam adalah selalu lebih besar.
Dengan membangkitkan rasa takjub di hadapan misteri yang mendalam akan
penciptaan, iman memperluas wawasan-wawasan akal budi untuk memancarkan terang
yang lebih besar kepada dunia yang mengungkapkan dirinya sendiri kepada
penyelidikan ilmiah.
0 comments:
Post a Comment