diambil dari https://www.kompasiana.com/yudikurniawan
Meski sudah lewat beberapa hari lalu, tak ada salahnya kita membahas tentang Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati tiap 10 Oktober. Tahun ini, tema yang diangkat oleh WHO adalah Mental Health and Older Adults (Kesehatan Mental pada Lanjut Usia). Fokus pada lanjut usia (lansia) merupakan sesuatu yang menarik karena bertambahnya jumlah penduduk lansia merupakan dampak dari kualitas hidup yang semakin baik. Di seluruh dunia, ada tren pertambahan jumlah penduduk lansia (Lansia adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun.) Indonesia bahkan termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lansia terbanyak. Dan daerah yang memiliki peningkatan pertumbuhan lansia tertinggi ada di kota Jogja (48.092 jiwa per tahun, data 2012).
Saya sudah enam tahun merantau di Jogja dan selama rentang waktu itu pula saya kerap melihat para lansia di daerah ini masih aktif bekerja. Menemukan lansia di sudut kota Jogja bukanlah perkara sulit. Selain memiliki banyak lansia, usia harapan hidup di provinsi DIY (data 2012) merupakan yang tertinggi di Indonesia (74 tahun, melebih rata-rata nasional di usia 72 tahun). Daerah Jogja juga kerap menjadi tujuan tempat tinggal bagi mereka yang sudah pensiun. Barangkali Jogja dianggap cukup tenang bagi mereka untuk menikmati masa tua.
Budaya dan karakter dasar masyarakat Jogja memang guyub. Ada lagi filosofi hidup nrimo yang diwujudkan dengan hidup sederhana tapi bahagia, seperti yang dijalankan oleh para abdi dalem keraton. Bagi manusia yang terbiasa mengukur keberhasilan dengan indikator materi, pasti akan kebingungan bagaimana caranya para lansia di Jogja bisa bahagia. Paradigma berpikir sangat menentukan bagaimana cara kita berperilaku dan berinteraksi.
Kenyamanan Psikologis untuk Lansia
Bertambahnya jumlah lansia dan semakin tingginya angka harapan hidup merupakan gambaran kualitas kesehatan fisik yang makin baik. Tapi kadang kita sering melupakan kualitas kesehatan mental. Keluhan seperti kesepian dan perasaan tidak dibutuhkan merupakan hal yang sering dialami oleh para lansia. Perubahan zaman ikut berperan mengubah pola interaksi manusia. Jika dahulu lansia dirawat oleh anak mereka, saat ini anak-anak mereka semakin sibuk bekerja. Lansia diberikan fasilitas kesehatan, tapi kurang diberikan kenyamanan dan dukungan psikologis.
Dalam teori perkembangan psikososial Erikson, disebutkan bahwa lansia memasuki fase perkembangan keutuhan versus keputusasaan.Manusia yang memasuki masa lansia melakukan refleksi terhadap perjalanan kehidupannya. Bagi mereka yang mampu mengisi kehidupan dengan aktivitas positif, keberhasilan sosial, serta dukungan keluarga akan berada dalam fase keutuhan. Sementara mereka yang kehilangan dukungan keluarga dan mengalami hambatan sosial cenderung mengalami keputusasaan dan perasaan kesepian.
Salah satu karakter paling mencolok dari lansia adalah kegemaran mereka bercerita tentang keberhasilan-keberhasilan di masa lalu. Setelah itu biasanya mereka akan memberikan nasehat bagi orang yang mendengarkan. Jika Anda memiliki orangtua atau saudara berusia lanjut yang gemar berbuat demikian, dengarkanlah mereka. Sekalipun Anda merasa konteks kisah mereka tidak tepat, dengarkan saja, karena itulah yang dibutuhkan oleh lansia. Mereka berada dalam fase perkembangan psikologis sebagai pemberi nasehat dan petunjuk bagi generasi di bawahnya. Melarang lansia bercerita dan memberikan nasehat sama seperti melarang remaja untuk jatuh cinta.
Produktivitas lansia tentu saja tidak sama dengan produktivitas usia dewasa awal. Yang dibutuhkan dari lansia adalah kebijaksanaan dan pengalaman mereka dalam menjalani kehidupan ini. Generasi muda memang punya kelebihan di sisi energi dan kreativitas, tapi generasi muda juga butuh kontrol dan pemikiran reflektif dari para orangtua.
Selamat hari kesehatan mental sedunia!
Salam sehat mental
@yudikurniawan27
0 comments:
Post a Comment