*Catatan: renungan ini lahir atas permintaan Mas Budi Miank untuk dimuat di Pontianak Post edisis Minggu, 6/1/2019. Terima kasih.
Aloys Budi Purnomo Pr
Minggu 06 Januari 2019 dalam Penanggalan Gereja Katolik disebut sebagai Hari Raya Penampakan Tuhan kepada segala bangsa. Secara teknis-liturgis disebut Epifani. Apa maknanya bagi kita saat ini? Satu hal yang bisa direnungkan sebagai jawabannya adalah penampakan Tuhan itu untuk segala bangsa tanpa pandang bulu. Itulah yang saya sebut dalam judul renungan ini: Epifani tanpa diskriminasi.
Bacaan Pertama yang diwartakan pada Hari Raya Penampakan Tuhan dari Kitab Nabi Yesaya 60:1-6 bisa membantu kita memahami seperti apa Epifani tanpa diskriminasi itu.
Beginilah kata Nabi Yesaya kepada kita: Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang Tuhan terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. Angkatlah mukamu dan lihatlah ke sekeliling! Mereka semua datang berhimpun kepadamu; anak-anakmu laki-laki datang dari jauh, dan anak-anakmu perempuan digendong. Melihat itu, engkau akan heran dan berseri-seri, engkau akan tercengang dan berbesar hati, sebab kelimpahan dari seberang laut akan beralih kepadamu, dan kekayaan bangsa-bangsa akan datang kepadamu. Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan perbuatan masyhur Tuhan."
Itulah gambaran Epifani tanpa diskriminasi dalam refleksi Nabi Yesaya. Menarik pula gambaran Epifani tanpa diskriminasi sebagaimana direnungkan St. Mateus 2:1-12. Intinya, meski Yesus lahir di Betlehem, namun kelahiran Yesus dinyatakan pula kepada bangsa-bangsa lain sebagaimana diwakili oleh tiga raja dari Timur. Dalam tradisi, mereka adalah Melkhior, Gaspar dan Balthasar.
Mereka melihat Bintang Tuhan dan Bintang itu menuntun para raja itu untuk sampai kepada Yesus, Putra Allah Yang Maha Tinggi. Mereka menyambut Yesus dengan sukacita bahkan mempersembahkan segala yang mereka punya kepadaNya.
Lalu bagaimana dengan kita saat ini? Seungguhnya Epifani tanpa diskriminasi pun terjadi di negeri kita. Kita mengalami kebersamaan dalam keberagaman hidup keberagamaan. Masing-masing beriman sesuai agama dan kepercayaannya dalam sikap hormat dan saling menghargai. Dasarnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Buahnya adalah Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Makanya, dalam konteks negeri ini, Epifani tanpa diskriminasi itu Pancasila banget gitu loh. Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dialami dalam keberagaman, keberagamaan yang indah dan harmonis. Karenanya, jangan pernah dirusak dan dihancurkan oleh sikap eksklusif diskriminatif yang destruktif.
Mari kita saling hadirkan kasih Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan kita yang rukun dan damai sejahtera, selama-lamanya. Amin.
JoharT Wurlirang Semarang, 4/1/2019
»̶·̵̭̌·̵̭̌✽̤̈̊•Ɓέяќǎђ•Đǎlєm•✽̤̥̈̊·̵̭̌·̵̭̌«̶
Aloys budi purnomo Pr
Sent from my heart of abudhenkpr
"abdi Dalem palawija"
Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan;
Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang;
Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang.
"abdi Dalem palawija"
Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan;
Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang;
Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang.
0 comments:
Post a Comment