By A. Gianto on December 18, 2014 Mingguan dalam http://www.mirifica.net
Rekan-rekan yang budiman!
DIKISAHKAN dalam Luk 1:26-38 (Injil
Minggu Adven IV tahun B) bagaimana malaikat Gabriel diutus ke sebuah
kota kecil di Galilea – di sebelah utara Tanah Suci – kepada Maria yang
diperkenalkan dalam Injil sebagai “perawan yang bertunangan dengan
seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud”. Setelah mengucapkan
salam damai, Gabriel memberitakan bahwa seorang anak lelaki akan lahir
dari Maria, dan hendaknya ia dinamai Yesus. Ia akan menjadi besar dan
dinamakan Anak Allah Yang Maha Tinggi dan akan dikaruniai kekuasaan
tanpa akhir. Bagaimana ini mungkin, ia kan belum bersuami? Tak ada yang
mustahil bagi Allah, Gabriel menjelaskan, Elisabet yang sudah lanjut
usia pun kini sudah enam bulan mengandung. Yang terjadi sekarang lebih
besar. Anak yang akan dilahirkan Maria itu akan disebut kudus, Anak
Allah, karena Maria akan dinaungi kuasa Allah dan Roh Kudus akan turun
ke atas dirinya.
SAAT-SAAT YANG MENENTUKAN
Marilah sejenak berhenti pada ay. 27
sebelum mendengarkan jawaban Maria nanti. Dapat kita rasa-rasakan,
inilah saat-saat yang paling menegangkan dalam seluruh peristiwa itu.
Memang kita tahu apa jawaban Maria. Juga orang dulu sudah tahu. Ia
mengucapkan kesediaannya dengan tulus (Luk 1:38 “Sesungguhnya aku ini
hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”). Tapi marilah
bayangkan, apa yang bisa terjadi seandainya malaikat Gabriel datang ke
pada orang lain? Atau, bagaimana seandainya jawaban Maria bukan seperti
itu? Tentu kelanjutan kisah ini amat berbeda. Tetapi juga tak akan ada
cerita kunjungan Gabriel, dan Injil pun takkan pernah ditulis. Seluruh
warta Injili yang kita kenal sekarang sebenarnya berawal sebagai
kelanjutan kisah ini. Bahkan sejarah kemanusiaan setelah itu akan amat
berbeda. Memang semua “andaikata” di atas itu tidak ada dasarnya
samasekali. Tetapi cara itu membantu untuk menyadari bahwa yang terjadi
di Nazaret dua ribu tahun silam itu bukan perkara yang biasa-biasa saja.
Dari saat itu kemanusiaan mengambil arah baru sampai ke zaman ini. Juga
Yang Ilahi masuk ke dalam kemanusiaan dan belajar merasakan apa itu
menderita, apa itu bergembira, apa itu bergaul dengan orang lain, apa
itu “dulu”, “kini” dan “nanti”, pendek kata, bisa menyelami bagaimana
hidup sebagai manusia yang katanya semula diciptakan-Nya sebagai gambar
dan rupa-Nya. Kalau gambar ini belum sepenuhnya cocok, kini Ia boleh
mencoba memperbaikinya sendiri dan bukan asal menuntut. Dan semua ini
karena seorang gadis di Nazaret itu? Mari kita lihat dari dekat siapa
Maria dalam kisah Lukas ini.
MARIA
Mengapa Lukas menyebutkan dengan lengkap
bahwa malaikat Gabriel datang kepada “seorang perawan yang bertunangan
dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud. Nama perawan itu
Maria.” (ay. 27)? Boleh jadi ia merasa perlu menampilkan profil Maria
sebagai tunangan Yusuf, orang keturunan Daud. Dengan demikian bagi
pembaca zaman dulu jelas bahwa berkat kedua orang itulah nanti Yesus
menjadi keturunan Daud dan dengan demikian memang berhak mendapat
kepenuhan janji Tuhan kepada nenek moyang dahulu. Hal ini akan
ditegaskan kembali dalam silsilah Yesus, lihat Luk 3:23-38, khususnya
ay. 31. Dengan menyebut Maria dalam kedudukan ini, Lukas ingin mengajak
pembaca melihat bahwa Gabriel memang diutus mendatangi seorang yang
memungkinkan Yesus nanti lahir dalam garis keturunan Daud. Ini yang
pokok.
Maria kemudian berkata, bagaimana
mungkin ini terjadi, karena ia “belum bersuami” (ay. 34). Tidak usah
kita sangkal bahwa waktu itu Maria memang masih berpikir dalam
ukuran-ukuran yang tidak dipakai Gabriel, atau lebih tepat, oleh Dia
yang mengutusnya. Dan Gabriel pun akan meluruskan pemikiran Maria.
Keterbukaan Maria untuk menerima penjelasan, itulah yang menjadi
kekuatannya. Bukan kesediaan buta mengatakan aku ini cuma hamba dan
menurut saja. Bila hanya itu maka pernyataan dalam ay. 38 tidak akan
bertahan lama. Tak bakal Maria berani menyimpan dalam hati kata-kata
Simeon (Luk 2:35) nanti mengenai pedang yang akan menembus dirinya
sendiri (“jiwamu”) sendiri “supaya nyata pikiran hati orang banyak.”
Maksudnya, Maria akan memperoleh pemahaman batin yang mendalam – bagai
ditembus pedang – juga dengan rasa nyeri dan dengan demikian bisa
memahami pula pemikiran orang banyak. Tentunya bukan untuk asal
mengetahui, melainkan membantu sebisanya. Selanjutnya, bila kesediaan
Maria itu hanya sebatas antusiasme sesaat saja, ia takkan dapat
menimbang-nimbang terus apa maksud kata-kata Yesus kecil yang
diketemukan kembali di Bait Allah (Luk 2:51). Di situ Yesus berkata,
“…bukankah ia harus berada dalam rumah Bapaku?”, maksudnya, memikirkan
urusan Allah yang semakin bisa dialami sebagai Bapa itu. Memang arti
kata-kata itu masih gelap. Tetapi Maria tetap menyimpannya dalam hati,
memikir-mikirkan, tidak mendiamkannya begitu saja. Jawaban dalam Luk
1:38 itu dalam bahasa sekarang akan disebut komitmen terhadap Allah.
Ikut mengusahakan agar yang dikerjakan-Nya bisa berhasil. Dan dalam
pandangan penginjil, ini dijalankannya dengan menerima kehadiran Roh
Kudus di dalam dirinya. Kehadiran itu nanti mengambil ujud sebagai anak
yang namanya sudah diberikan dari atas, seperti dikatakan Gabriel (ay.
31), yakni Yesus, harfiahnya “Tuhan itu jaya”, pertanda ia menjadi
penyelamat.
KEJUTAN
Siapa yang tidak terkejut bila tiba-tiba
didatangi malaikat? Dan bukan sebarang malaikat, melainkan Gabriel –
pembawa berita ilahi yang namanya saja sudah menggetarkan: “Allah itu
Perkasa”. Imam yang bukan sebarangan imam seperti Zakharia tak
terkecuali. Dan itu terjadi di Bait Allah, tempat yang paling wajar bagi
malaikat menampakkan diri dan menyampaikan berita dari atas sana. Dan
toh pengalaman ini mengejutkan baginya. Lebih lanjut seperti diceritakan
Lukas, Zakharia “…terkejut dan menjadi takut” (Luk 1:12). Bagaimana
dengan Maria? Ia juga terkejut. Lukas mencatat bahwa setelah mendengar
salam damai dari Gabriel, “Maria terkejut … , lalu bertanya di dalam
hatinya, apakah arti salam itu.” Tidak sama dengan Zakharia, yang ketika
terkejut malah melingkar ketakutan dan hanya melihat kesulitan belaka.
Kali ini Gabriel berhadapan dengan seorang gadis yang meskipun
terguncang batinnya tetap berpijak di bumi dengan dua kaki. Ia berani
bertanya pada diri sendiri, memikirkan apa gerangan yang hendak
disampaikan malaikat Allah Perkasa – Gabriel – yang menggetarkan itu?
Dan kita patut berterima kasih kepada Lukas yang menjajarkan dua reaksi
yang berbeda itu dalam bentuk kisah dan membantu kita semakin mengerti
apa yang sebetulnya terjadi. Terkejut memang bagian dari diri kita,
tetapi tak usah kita biarkan menjadi rasa takut. Lebih positif bila
diolah menjadi pemikiran proaktif, seperti gadis pemberani dari Nazaret
itu.
Maria mulai memikirkan dan mencari makna
kata-kata sang malaikat. Dan kita tahu kehidupannya memang kehidupan
menemukan arti salam damai Gabriel kepadanya sekalipun tak selalu
gampang jalannya bahkan ada banyak penderitaan. Dan kemauannya memahami
kedatangan Yang Ilahi kepadanya itu menjadi kekuatannya. Boleh kita
bayangkan bahwa Yesus nanti akan banyak belajar dari seorang ibu seperti
itu. Dengan caranya yang khas dan halus Lukas juga menyebutkannya.
Setelah mengatakan bahwa Yesus tetap hidup dalam asuhan orang tuanya
dikatakannya (Luk 2: 52) bahwa Yesus – yang waktu itu berumur 12 tahun –
“makin dewasa dan bertambah hikmatnya dan makin dikasihi oleh Allah dan
manusia”.
WARTA
Kepada Maria malaikat Gabriel berkata
“Jangan takut…”. Kata-kata ini juga pernah ditujukannya bagi Zakharia.
Tapi kepadanya ditambahkan, “sebab doamu telah dikabulkan” (Luk 1:13;
tentunya keinginan Zakharia mendapat keturunan). Tetapi kepada Maria
dijelaskan, “sebab engkau beroleh anugerah di hadapan Allah.” Gabriel
mengajar Maria agar semakin berani hidup menurut jalan yang tak
tersangka-sangka tapi bukan asal-asalan. Dengan demikian Maria akan
menemukan anugerah “yang ada di hadapan Allah”, yakni pemberian yang
diperhatikan Allah sendiri, yang menjadi kesayangan-Nya sendiri.
Seakan-akan belum cukup. Gabriel menambahkan bahwa wujudnya ialah anak
lelaki dan yang namanya sudah ditentukan dari sana, yakni Yesus. Kini
semua jadi lebih jelas. Karena berada di hadapan Allah, maka sang
anugerah itu juga akan menjadi besar dan dikenal sebagai Anak Allah Yang
Maha Tinggi, artinya orang yang amat dekat dengan-Nya. Gabriel, kendati
penampakannya yang menggentarkan, ialah kekuatan yang dapat membimbing
di jalan kehidupan. Sejak saat itu Maria hidup menyongsong kelahiran Dia
yang bakal datang dalam ujud manusia. Maria adalah “adven” yang hidup.
Uraian Lukas mengenai kedatangan Gabriel
kepada Maria bisa dipakai untuk membaca kembali pengalaman hidup kita
masing-masing. Kehadiran yang sering membuat terkejut itu juga dapat
membuat kita makin menyadari dan mendekat kepada Yang Ilahi sendiri –
tentunya bila kita mau mencari tahu dan menyelami artinya. Seperti
Maria.
DARI BACAAN KEDUA (Rm 16:25-27): MEMUJI KEILAHIAN
Bacaan kedua dipungut dari penutupan
surat Paulus kepada umat di Roma dan yang berisi pujian akan Allah.
Para ahli teks umumnya berpendapat bahwa bagian ini tidak termasuk surat
kepada umat di Roma , tapi disertakan di situ kemudian setelah surat
itu berulang kali dibacakan. Ketika surat itu semakin dikenal di
kalangan umat di tempat-tempat lain, bagian penutupan tadi diterima
menjadi bagian resmi dari surat ini dan wartanya termasuk khazanah iman
umat awal pula.
Pada dasarnya ditegaskan bagaimana Allah
telah memenuhi janji-Nya, dan bagaimana Yesus Kristus – yang telah
mulai diimani umat – ialah kenyataan yang berabad-abad sebelumnya
diwahyukan Allah dalam Kitab Suci. Ini warta bagi mereka yang mengenal
KS hingga saat itu, yakni orang-orang Yahudi. Dengan demikian Yesus
Kristus menjadi kehadiran ilahi di tengah-tengah kemanusiaan. Penegasan
ini didasarkan pada pengalaman iman yang ditekuni dalam doa dan disertai
kesediaan menerima Kabar Gembira. Dalam Yesus Kristus-lah umat manusia
bisa rujuk kembali dengan Yang Ilahi, entah mereka yang mengenal Allah
dalam KS atau mereka yang berasal dari kalangan lebih luas.
Bagi orang zaman ini, kepercayaan yang
termaktub dalam penutupan surat ini bisa jadi arahan batin. Kemanusian
yang sejati ialah yang mau mengarah ke kehadiran Yang Ilahi, betapa
jauhnya kini terasa.
Kredit foto:Pesan Malaikat Gabriel kepada Maria, psbobby.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment