dari http://www.mirifica.net/2014/12/01/renungan-minggu-adven-ii/
Rekan-rekan yang baik!
Injil Minggu Adven II ini – Mrk 1:1-8 –
hampir seluruhnya membicarakan Yohanes Pembaptis. Ia itu tokoh yang
sudah sejak lama dinubuatkan sebagai utusan yang mempersiapkan jalan
bagi Tuhan. Seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem
mendatanginya di padang gurun minta dibaptis olehnya sebagai tanda
bertobat demi pengampunan dosa. Ia juga tampil di mata orang sebagai
seorang nabi. Semua uraian mengenai Yohanes Pembaptis kiranya dimaksud
untuk semakin menyoroti siapa yang akan datang nanti, yakni Yesus. Dia
ini tokoh yang jauh lebih besar yang diumumkan oleh Yohanes sendiri.
Marilah kita lihat cara Markus mengutarakan hal ini. Di bawah
ditambahkan pula ulasan mengenai bacaan kedua yakni 2Ptr 3:8-14.
INJIL “DARI” DAN “TENTANG” YESUS KRISTUS
Dalam Mrk 1:1, kata “Injil” sebenarnya
dipakai dengan makna ganda. Makna biasa kata itu ialah berita yang
melegakan, berita yang menggembirakan, kebalikan dari berita yang
membuat orang sedih, tegang dan kusut pikirannya. Markus kiranya
bermaksud menunjukkan bagaimana Yesus membuat pikiran dan hati banyak
orang serasa “plong”, lepas dari ganjalan-ganjalan. Akan diceritakannya
bagaimana Yesus ini menyembuhkan orang sakit, mengusir kekuatan jahat,
mengajar siapa Allah itu, memilih murid, dan oleh karena semua itu
diikuti banyak orang. Itulah cara Markus memperkenalkan Yesus. Tindakan
serta ajarannya menjawab pertanyaan-pertanyaan serta keinginan dasar
yang ada dalam diri orang pada waktu itu tapi juga pada zaman dan tempat
lain.
Namun kata “Injil” bagi para pengikut
Yesus pada zaman Markus menulis juga sudah mulai dipakai juga dalam arti
“kabar baik” mengenai diri Yesus. Diberitakan di kalangan para pengikut
Yesus bahwa ia yang tadinya disalibkan, wafat, dan dimakamkan itu kini
sudah bangkit dari kematian dan kini hidup dan akan datang lagi dalam
kemuliaannya pada akhir zaman. Kabar baik inilah yang membuat para murid
pertama dapat terus menghidupi kepercayaan mereka dan mewartakannya
kepada banyak orang lain yang mau bergabung dengan mereka. Jadi kalimat
pertama Injil Markus itu menunjuk pada dua hal sekaligus, yakni
bagaimana asal mulanya “berita yang melegakan” yang dibawakan Yesus
serta “berita yang menggembirakan” mengenai dirinya. Pembaca diajak
mendalami kedua-duanya.
Yesus ditampilkan dengan gelar Kristus
dan Anak Allah. Yang pertama berarti Yang Diurapi, yakni Mesias, tokoh
yang resmi diangkat Yang Maha Kuasa sendiri untuk mengerjakan urusan-Nya
di dunia ini. Orang Yahudi pada masa itu amat mengharapkan datangnya
tokoh ini. Ia juga disebut sebagai yang amat dekat dan akrab dengan
keilahian sendiri, dalam bahasa Kitab Suci, “Anak Allah”. Maksudnya, ia
mengerti yang dikehendaki oleh Allah dan patuh menjalankannya. Kini
tokoh ini membawakan kabar yang melegakan orang banyak. Berita mengenai
kedatangan tokoh ini sendiri juga menjadi kabar yang membuat lega orang
pula. Jadi yang disampaikan dalam kalimat pertama Injil Markus itu ialah
Berita Baik mengenai dia (Injil dalam kedua makna tadi) yang resmi
mendapat tugas membawa kembali kemanusiaan kepada Yang Ilahi (Kristus)
sebagai orang yang amat dekat dengan Yang Ilahi sendiri (Anak Allah).”
Tentu saja orang akan bertanya-tanya
bagaimana Yesus bisa sehebat itu. Ayat-ayat berikutnya, yakni ay. 2-8,
memberi penjelasan dengan menampilkan seorang tokoh lain yang waktu itu
sudah amat dikenal, yakni Yohanes Pembaptis.
MEMPERSIAPKAN JALAN
Yohanes Pembaptis bukan sembarang tokoh.
Pertama-tama, dalam ingatan orang zaman itu, dia ialah tokoh suci yang
mempesona orang banyak. Mereka datang meminta nasihat, mencari
kejernihan batin di tempat ia tinggal, yakni di padang gurun. Mereka
datang kepadanya minta dibaptis (ay. 4-5) dan dengan tindakan itu orang
mengungkapkan diri bertobat dan siap mendapat pengampunan dosa. Kedua,
dalam bayangan orang pada masa itu, Yohanes juga tampil seperti seorang
nabi (ay. 6). Dan ketiga dan yang terutama, Yohanes itu diutus oleh
Tuhan sendiri untuk “mendahului” serta “mempersiapkan jalan” (ay. 2b;
hasil paduan Kel 23:20 dan Mal 3:1). Seolah-olah belum cukup, maka
menyusul kutipan dari Yes 40:3 yang mempertegas siapa utusan ini. Dia
adalah orang yang berseru-seru di padang gurun meminta agar yang
mendengar mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan meluruskannya bagi-Nya. Apa
yang dimaksud akan dikupas lebih lanjut di bawah.
Tokoh yang sedemikian mengesan ini
ternyata malah memberitakan kedatangan orang yang lebih berkuasa (ay.
7). Tentu orang-orang bertanya-tanya siapa itu. Pembaca dulu pun sudah
tahu, yang dimaksud ialah Yesus sendiri. Tetapi dalam kisah ini
orang-orang yang mendengarkan kata-kata itu belum menggagas siapa yang
sedang dibicarakan sang Pembaptis. Rasa ingin tahu orang banyak makin
besar. Ia menambahkan bahwa membungkuk untuk melepaskan tali sandal
orang yang sedang diwartakannya itu saja ia merasa dirinya kurang pantas
(ay. 8). Siapa gerangan tokoh yang lebih besar daripadanya?
Ungkapan membungkuk melepaskan tali
sepatu tidak hanya berarti penghormatan kepada orang yang dihadapi. Ada
pula arti yuridisnya. Marilah kita tengok Rut 4:7 yang menjelaskan
kebiasaan di masa lampau: “Beginilah kebiasaan dahulu di Israel dalam
hal menebus dan menukar: setiap kali orang hendak
menguatkan sebuah perkara, maka yang seorang menanggalkan kasutnya
sebelah dan memberikannya kepada yang lain. Demikianlah caranya orang
mengesahkan perkara di Israel.” Di dalam kitab Rut, tanah milik keluarga
Naomi dan menantunya, Rut hanya bisa dijual kepada sanak dekat yang
menurut hukum adat berhak membelinya. Namun orang ini resmi melepaskan
haknya sehingga Boas bebas membeli tanah janda dan menantu itu dan
mengurus mereka. Sanak dekat tadi melepas kasutnya (Rut 4:8) sebagai
tanda pelepasan haknya. Kembali ke kata-kata Yohanes. Dengan latar
belakang kebiasaan tadi, maka kata-katanya bukan sekedar basa-basi
melainkan pengakuan bahwa dirinya tidak layak menindakkan hal yang
membuat Yesus melepaskan haknya. Apa yang dimaksud dengan hak Yesus? Tak
lain tak bukan ialah membawakan baptisan dalam Roh Kudus dan
mendekatkan kembali keilahian kepada manusia. Yohanes Pembaptis hendak
mengatakan dalam bahwa yang dijalankannya ialah membaptis dengan air –
itulah yang bisa dilakukannya untuk menyadarkan orang banyak. Namun
untuk sungguh membawakan yang di atas sana kepada manusia? Ah itu hak
dia yang lebih berkuasa yang bakal datang, yang akan membaptis dengan
Roh Kudus. Orang banyak yang mendengar pernyataan itu dengan segera akan
semakin bertanya-tanya siapakah dia yang dibicarakan ini? Perhatian
pembaca Injil akan beralih dari Yohanes Pembaptis kepada dia yang
diwartakannya.
SUARA DI PADANG GURUN
Kutipan dari Yes 40:3 dalam Mrk 1:3
menjadi makin besar artinya bila ikut disimak konteksnya dalam tulisan
Yesaya sendiri, yaitu Yes 40:1-2 yang ikut diperdengarkan dalam bacaan
pertama hari ini: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman
Allah-mu….” Begitulah sang nabi menyampaikan perintah yang difirmankan
Allah kepada kekuatan-kekuatan surgawi menghibur umat Israel yang waktu
itu berada dalam pembuangan di Babilonia. Umat tak perlu berkecil hati,
yang terburuk sudah lewat. Yang perlu kini ialah melihat ke depan,
kembali pulang ke negeri sendiri, melewati padang gurun. Seperti ketika
Allah menuntun nenek moyang mereka keluar dari Mesir lewat padang gurun
dulu, kini Allah yang sama akan memimpin umat-Nya kembali.
Dalam Yes 40:3 sang nabi menyebut diri
sebagai suara yang berseru-seru menyampaikan kepada kekuatan-kekuatan
tadi agar mereka juga mempersiapkan jalan, meluruskan lorong-lorongnya,
meratakannya bagi perjalanan-Nya bersama umat. Itulah gagasan dasar
dalam bacaan pertama sebagaimana ada dalam Kitab Yesaya. Bagi Markus,
suara yang berseru-seru itu ialah Yohanes Pembaptis. Dengan demikian
Yohanes ditampilkan Markus sebagai nabi yang mengenali suara ilahi dan
kehendak-Nya dan berani menyerukannya kepada balatentara surgawi tadi.
Orang-orang berdatangan kepadanya di padang gurun mencari petunjuknya.
Yohanes berseru, sekali lagi dalam pemikiran Markus, kepada
kekuatan-kekuatan surgawi untuk menyiapkan jalan bagi mereka ini agar
nanti dapat kembali lewat jalan yang lebar, lurus, rata bersama dengan
dia yang kini akan menuntun mereka kembali….yaitu yang diumumkan
kedatangannya. Dia yang jauh lebih besar.
Markus memperkenalkan Yesus lewat tokoh
yang dalam anggapan umum dapat mengenali gerak gerik ilahi dan tetap
membiarkannya bertindak menurut kehendak-Nya. Dia itulah Yohanes
Pembaptis. Kisah ini kisah bagi hidup batin, bukan cerita tentang
seorang yang membaptis di padang gurun. Bila ditangkap dalam arti itu
maka kesaksiannya membantu orang pada zaman lain. Yohanes Pembaptis ada
dalam diri tiap orang yang dengan tulus menantikan Yang Ilahi datang
membimbing hidup orang beriman.
DARI SURAT PETRUS (2Ptr 3:8-14)
Salah satu hal yang paling menarik dalam
Perjanjian Baru ialah rujukan ke tulisan lain yang ada dalam kumpulan
ini. Namun rujukan seperti itu walau jelas bagi penerima dulu sering
susah dilacak oleh pembaca zaman ini. Begitu pula dalam 2 Ptr 3:15
Petrus merujuk kepada surat Paulus bagi kalangan umat yang sama. Tapi
surat Paulus yang mana tidak bisa dipastikan. Yang bisa diketahui ialah
kesulitan memahami Paulus sehingga ada orang yang menyalahtafsirkannya
karena kebebalan atau karena iman yang kurang teguh dan terperosok
sendiri. Paulus memang mengajarkan kemerdekaan iman ialah terbebas dari
“hukum” lama sehingga dapat menjadi pewaris surga karena memang orang
telah ditebus oleh Yesus Kristus. Inilah salah satu dari bagian inti
pewartaan Paulus. Namun di kalangan tertentu boleh jadi disalah mengerti
sebagai ajaran untuk berbebas merdeka dari semua aturan agama yang
turun temurun dijalani. Ini malah menimbulkan perpecahan di kalangan
umat. Ada yang beranggapan bahwa hukum-hukum lama tetap berlaku untuk
menjamin hidup abadi, ada yang mengatakan bongkar semua karena sekarang
pokoknya cintakasih. Ada yang menumbuhkan gaya hidup menurut roh dan mau
meyakinkan orang lain bahwa inilah yang terpenting. Begitu seterusnya
Dalam kaitan inilah surat Petrus kali
ini mengajak umat agar tetap berupaya menjaga diri agar nanti pada akhir
zaman dapat tampil di hadapan Tuhan dengan “tak bercacat, tanpa noda”.
Inilah yang membuat orang cocok untuk hidup di tempat-Nya. Tak usah
hitung menghitung kapan akhir zaman itu datang, karena Tuhan tak bisa
dibatasi dengan perhitungan manusia. Justru karena belum jelas akhir
zaman segera tiba, maka masa ini sebaiknya disadari sebagai kesempatan
menikmati kesabaran-Nya yang memungkinkan orang dapat bersiap-siap akan
menerima kedatangan-Nya nanti, sekali lagi dengan “tanpa cacat dan tanpa
noda”. Inilah bahasa upacara persembahan kepada-Nya. Umat diajak agar
melihat diri sebagai persembahan yang layak, tak bercacat, artinya utuh,
dan tanpa noda, artinya bersih sehingga cocok baginya. Persembahan yang
tidak demikian malah bakal menyinggung dan tidak terterima.
Dikenakan pada zaman kini. Bacaan kedua
kali ini dapat membantu umat untuk melihat ke mana arah yang
sesungguhnya yang sebaiknya dituju. Membawa diri sehingga semakin layak
mendekat ke kehadiran ilahi sendiri. Sebuah ajakan untuk membuat wajah
manusia semakin sesuai dengan kebesarannya. Sekaligus ajakan agar peka
akan apa-apa yang menjadi “cacat” dan “noda” kemanusiaan: kemelaratan,
ketakadilan, perbedaan yang tak kurang memberi keleluasaan untuk
berkembang, serta mekanisme yang melanggengkan ketimpangan termasuk
sikap-sikap beragama yang mengurung diri dalam kesalehan semu atau kutub
lainnya, aktivisme lapangan yang makin lama makin menciutkan ruang
batin. Masa Adven dapat menjadi masa meninjau mana arah-arah yang mesti
diluruskan, mana jalan-jalan yang bisa dirintis untuk membuat
kemanusiaan makin layak.
Salam hangat,
A. Gianto
A. Gianto
0 comments:
Post a Comment