Monday, July 10, 2017
Masih Dapat Membantu
Sebenarnya pada Sabtu 8 Juli 2017 ada 2 warga Katolik yang mengalami peristiwa kematian anggota keluarganya. Yang pertama datang dari telepon warga Katolik Paroki Banteng yang meminta Rm. Bambang untuk memberkati jenasah di PUKY, rumah duka Tionghoa. Sedang yang kedua juga meminta Rm. Bambang, yaitu Bu Indah salah satu peserta aktif Novena Domus Pacis yang biasa membawa rombongan dari Lingkungan Sendowo, Paroki Kotabaru. Bu Indah mengalami duka cita karena wafat sang ayah. Tetapi terhadap kedua permintaan misa pemberkatan jenasah itu Rm. Bambang dengan berat hati hanya mengucapkan "Adhuh, nyuwun pangapunten sanget dinten punika kula nembe wonten Wonosari" (Aduh, saya sungguh minta maaf. Hari itu saya sedang berada di Wonosari, Gunung Kidul). "Kalau Rama Yadi, apakah bisa?" tanya yang jenasahnya di PUKY yang dijawab langsung oleh Rm. Bambang dalam telepon "Kalau belum ada janjian pasti bisa. Tetapi harus dijemput, lho". Dan ketika makan malam Sabtu itu, Rm. Yadi memang baru saja pulang dari PUKY.
Rm. Yadi dan Rm. Bambang memang masih kerap melayani permintaan misa ujub keluarga terutama dalam peristiwa kematian dan peringatan arwah. Tetapi pada Sabtu itu acara Rm. Bambang memang khusus dalam arti tidak seperti biasa. Ini berkaitan dengan salah satu warga Katolik dari Paroki Banteng yang termasuk orang yang sering datang berkonsultasi dengan Rm. Bambang. Kedekatan Mas Marcellus Nurbasah, nama warga itu, dengan Rm. Bambang sejak Rm. Bambang masih aktif dinas dan berbasis di Museum Misi Muntilan. Mas Nurbasah, lajang yang sudah berumur lewat 50 tahun, pada hari itu melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan warga Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wiladeg di Wonosari, Gunung Kidul. Peneguhan perkawinan diadakan secara ekumenis dan dengan surat delegasi, dari Rm. Suprihadi dari Paroki Kelor, Gunung Kidul, Rm. Bambang mewakili kehadiran Gereja Katolik. Umat yang hadir terdiri dari jemaat GKJ Wiladeg dan Katolik terutama dari Sengkan, Paroki Banteng. Keterbukaan Pendeta Yehuda sungguh membuat Rm. Bambang merasakan jalinan kebersamaan enak penuh keakraban. Bapak Pendeta rela mengubah tata meja di bawah demi Rm.Bambang yang harus berkursi roda. Teks liturgi pun merupakan olahan dari tradisi GKJ dan Roma Katolik. Rm. Bambang mengikuti tata liturgis perkawinan yang diserahkan oleh Bapak Pendeta. Kotbah pun terjadi dengan model dialogal antara Bapak pendeta dan Rm. Bambang dalam suasana yang membuat mayoritas jemaat mengalami sukacita.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment