www.ekaristi.org Jumat, 23-01-2009 jam 07.38
Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat
megah, seorang pejabat senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang
tahun perkawinannya yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai
didatangi oleh tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana,
pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok
negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga
hadir. Pesta ulang tahun perkawinan pun berlangsung dengan megah dan
sangat meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak acara,
yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati kamuan
tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan istimewa
dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain
adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang
mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat
terkenal.
"Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi,
inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum
punya apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta
dengan segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol
kedekatan, kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi," kata
sang pejabat senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin tampak
khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil
piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum
mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala
dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri
menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah
sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana
romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar
isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, isak tangis itu
meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa
bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi.
Sang pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya
dan bertanya "Mengapa engkau menangis, isteriku?"
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan "Suamiku…sudah 50 tahun
usia pernikahan kita. Selama itu, aku telah dengan melayani dalam duka
dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela
selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh
tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian
yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku
sukai." tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca
pula, ia berkata kepada isterinya," Isteriku yang tercinta…50 tahun
yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku
sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah
pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras,
membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu. "
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, "Demi
Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah
kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian
tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang
paling berharga buatmu."
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi "Walaupun telah
hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita
tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu
bagaimana cara membuatmu bahagia." Akhirnya, sang pejabat memeluk
isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya melihat
keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua
pasangan tersebut.
Moral cerita diatas:
Bisa saja, sepasang suami - isteri saling mencintai dan hidup serumah
selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di antaranya tidak ada saling
keterbukaan dalam komunikasi, maka kemesraan mereka sesungguhnya rawan
dengan konflik. Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena
seperti menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap
disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan secara tulus
dan terbuka, dan ketidakpuasan terus bermunculan, maka konflik akan
semakin tak tertahankan dan akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah
seperti ini, tentulah luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan
terasa lebih menyakitkan.
Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka dengan
dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan, pengertian dan
kebiasaan berpikir positif.
*Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu, gunakan saat
tersebut untuk menjelaskannaya. Karena engkau mungkin hanya punya satu
kesempatan itu saja untuk menjelaskan. *
Sumber : heartnsouls. com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment