Tuesday, February 25, 2014
PENTING SADAR SUDAH TUA
"Rama, nanti acara pertama perkenalan peserta. Kemudian kami akan memperkenalkan kelompok dan kegiatannya. Kami juga minta sumbang saran dari para Rama Domus Pacis. Lalu misa dan kami sudah menyiapkan panduannya" kata Bu Woro yang tampaknya menjadi tokoh yang menonjol. Kata-kata ini ditujukan kepada Rama Bambang sebelum acara dimulai. Tetapi sesudah sounsystem dihidupkan, Rama Bambang dengan mikrofon mengajak para peserta menyanyikan Dalam Yesus Kita Bersaudara yang kemudian kata-katanya diubah-ubah disertai gerakan-gerakan yang membuat para ibu merasa senang. Oh, ya, ketika acara dimulai yang hadir ada 26 orang yang kesemuanya adalah ibu-ibu mayoritas tua. Sesudah lagu selesai, Rama Bambang mengajak saling menyebut nama satu persatu termasuk Rama Harto, Rama Yadi, dan Rama Bambang sendiri. Penyebutan nama mempergunakan lagu Kodhok Ngorek. Sehabis perkenalan satu persatu Rama Bambang menyerahkan mikrofon kepada Bu Woro.
Bu Woro memperkenalkan kelompok sebagai paguyuban pendukung panggilan imam, suster, dan bruder di Paroki Pugeran yang pada mula pertama didirikan oleh Rama Mikael Sugito. Tetapi kelompok yang hadir di Domus Pacis hari itu adalah bagian yang berasal dari Wilayah Gereja Brayat Minulya (GBM) Wirobrajan. Bu Woro mengenalkan pengurus satu persatu. Ternyata ketuanya bukan Bu Woro. Beliau juga mengatakan perjalanan kehidupan kelompok yang mengalami perubahan-perubahan kebijakan dari para rama paroki sesuai dengan pergantian pastor kepala. Kegiatan-kegiatan juga diperkenalkan termasuk misa arwah setiap November di makam para rama di Kentungan dan yang kemudian berubah jadi ibadat.
Sesudah itu Rama Yadi, setelah mengenalkan sekilas Domus Pacis dan rama-ramanya, memberikan tanggapan. Rama Yadi memberikan tekanan agar tidak perlu berjuang untuk menonjol. Jalani saja kegiatan dengan tenang. Rama Bambang menambah pentingnya kesadaran bahwa kini sudah tua bahkan mayoritas lanjut usia. Dengan merujuk ke konsep Ki Hadjar Dewantoro, Rama Bambang mengatakan bahwa ketokohan dapat terjadi di muka, di tengah, dan di belakang. Untuk kaum tua 60an tahun ke atas harus sadar bahwa kalau di muka sudah dapat mengganggu karena kini kaum muda hebat-hebat. Dalam hal berkegiatan, kalau sudah ada kelompok lain yang membuat kegiatan sama bahkan bertempat sama, lebih baik mendukungnya dengan ikut menggerakkan kehadiran. Hal ini dikaitkan dengan misalnya Misa November di makam para rama di Kentungan. Kini para rama UNIO Keuskupan Semarang dan Seminari Tinggi Kentungan masing-masing sudah mengadakan Misa Arwah di makam itu setiap November. Maka baik kalau kelompok ini tut wuri handayani, ikut mendukung dengan hadir. Sebagaimana para rama tua di Domus Pacis, bagaimanapun berhadapan dengan kegiatan-kegiatan umum Gereja "Wis ekspaiyed" (Sudah expired atau kedalu warsa) kata Rama Bambang yang menambahkan "Ning kanthi gelem melu utawa katut kanthi gambira, ora-orane kelangan pamor. Malah saya ditresnai akeh wong termasuk sing enom-enom" (Tetapi dengan bersedia ikut dengan gembira, ternyata tak kehilangan pamor. Malah banyak yang mencintai termasuk yang muda-muda).
Ketika Rama Bambang masih berbicara datanglah dua bapak dan satu ibu yang ternyata para pengurus harian Gereja Brayat Minulya (GBM) Wirobrajan. Rama Yadi memimpin Misa sebagai bagian akhir dari kunjungan. Sesudah misa bapak ketua dewan GBM menyampaikan sambutannya. Kunjungan ini diakhiri dengan makan siang bersama. Ketika pulang masing-masing membawa pulang snak yang dikemas dalam dos. Konsumsi disediakan oleh Bu Tatik dari Ambarrukmo yang dibantu oleh Bu Sri. Beliau selalu membantu penyediaan konnsumsi dengan murah tetapi para banyak tamu yang tampak puas. Bu Rini membantu menjualkan produksi Komsos Keuskupan Agung Semarang yang keuntungannya untuk tambahan kas Komunitas rama Domus Pacis.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment