Senin, 16 Maret 2015 10:49 WITA dalam http://manado.tribunnews.com
kompas.com ilustrasi ginjal
Begitulah pengalaman Vecky (37), warga Desa Tatelu, Kabupaten
Minahasa Utara, beberapa tahun silam. Kepada Tribun Manado Minggu
(15/3/2015), ia berkisah, kematian agaknya begitu dekat dengannya yang
waktu itu didiagnosa gagal ginjal.
Menurut dokter yang menanganinya, Vecky kemungkinan besar akan meninggal dunia. Jika pun hidup, harus menjalani cuci darah seumur hidup. Hampir sebulan Vecky menjalani rawat inap di Rumah Sakit Lembean serta Kandou.
Kemudian, ia minta pulang. Alasannya, lebih tenang meninggal di pembaringan rumah sendiri. Ia pasrah. Tiba di rumah, para tetangga terkejut melihat kondisi Vecky. Tubuhnya membengkak serta warna mukanya kuning kehijauan.
Ia tak bisa lagi berjalan karena telapak kakinya yang bengkak terasa nyeri saat menyentuh tanah. Yang paling mengenaskan, ia tak bisa lagi bicara dengan jelas, padahal terlihat sangat ingin mengatakan pesan terakhir. Tak lama kemudian, doa penyerahan dipanjatkan.
Namun, harapan agar Vecky terus hidup. Seorang anggota keluarga mengundang Jon Simbuang, warga Airmadidi yang mengerti cara meracik obat - obatan tradisional.
Kebetulan ia sahabat baik Vecky. Jon kemudian meracik obat tradisional dari sejumlah tanaman. Salah satu tanaman adalah kaktus ekor tikus. Tanaman itu terdapat di sekitar rumah Vecky. "Tanaman itu tumbuh liar, orang biasa tidak tahu jika tanaman itu bermanfaat," ujarnya.
Vecky kemudian minum obat racikan Jon. Beberapa hari kemudian, Jon ditelepon Vecky. Vecky mengajaknya makan soto. "Saya pikir ia bercanda, lantas saya datang ke rumahnya, dan ia memang sudah baikan, saya juga melihat ember besar berisi kotoran Vecky, ia sudah berhari - hari lamanya tidak kencing, ia pulih perlahan, hingga kini tak pernah kambuh lagi," ujarnya.
Jon menuturkan, ada lima tanaman dalam ramuan obat gagal ginjal Vecky. Selain bunga kaktus ekor tikus, ada bunga paruh burung, buah mahkota dewa, daun penahong serta buah kelapa kuning. "Khusus buah paruh burung harus dicari di tepi pantai karena hanya ada di sana," kata warga Airmadidi ini.
Ramuan itu terdiri atas tiga macam. Diungkap Jon, pertama adalah kaktus ekor tikus yang diremas airnya, kemudian dicampur dengan kuning telur ayam kampung setengah mentah. Kedua, air buah kelapa kuning yang dipanaskan di atas bara api. Ketiga, campuran antara daun penahong dengan daun buah mahkota dewa.
Uniknya, kedua daun tersebut harus berjumlah sembilan buah. "Angka sembilan adalah angka yang sakral bagi suku Minahasa serta orang Tionghoa, ini mungkin hanya mitos saja, sementara dari sisi medis, kedua daun itu memang punya efek penyembuh," ujarnya.
Dikatakannya, ketiga ramuan itu harus diminum selama dua hingga tujuh hari. Setelah itu, ia meminta Vecky sebanyak mungkin makan buah semangka. "Buah semangka akan melengkapi ramuan tersebut," ujarnya.
Jon menyatakan, keahliannya meramu obat - obat tradisional diperoleh dari keluarganya yang berasal dari Mongondow serta Tonsea, Minahasa Utara. Sejak kecil, ia dibiasakan menggunakan tanaman sebagai obat.
Lingkungan sekitarnya menabukan minum obat warung. "Tetua saya pernah katakan, Tuhan telah menciptakan alam yang kaya, obat semua penyakit ada di alam, lihat saja orang - orang dulu bisa mengobati diri dengan tanaman," ujarnya.
Jon tidak bercita - cita menjadi tabib, hingga ia tak begitu serius menekuni teknik mencampur obat - obatan itu. Hingga suatu hari, seorang temannya mengalami luka parah. Ternyata, temannya terkena penyakit gula. "Saya langsung ingat resep kuno, saya anjurkan ia makan pisang goroho selama sebulan, tak boleh makan nasi, ia pun sembuh," ujarnya.
Semenjak itu, ia sering menolong orang yang terkena sakit. Meski tidak menjadikannya profesi. "Siapapun yang datang akan saya tolong, semampu saya," ujarnya. Jon tidak meminta bayaran dari orang yang ditolongnya. Semua bergantung kerelaan. "Apa yang Tuhan kasih gratis, harus kita berikan gratis pula kepada orang lain," ujarnya.
Kepada orang yang minum ramuannya, Jon berpesan untuk selalu berdoa pada Tuhan. "Semua adalah kuasa Tuhan, jika ia menghendaki sembuh, pasti sembuh," ujarnya.
Nita Dotulong, warga lainnya juga punya kemampuan meracik obat tradisional dari tanaman serta akar - akaran. Dituturkannya, obat berbagai macam penyakit, umumnya ada di sekeliling kita. Hanya saja, banyak warga yang tidak tahu. "Tanaman obat ada di sekeliling kita," ujarnya.
Ia mencontohkan, sakit nir obatnya tanaman kumis kucing yang banyak ditanam warga di pot bunga. "Dicampur dengan mayana," ujarnya. Untuk sakit Maag akut, bisa diobati dengan tanaman lidah buaya.
Sementara tanaman sambiloto bisa mengobati darah tinggi serta kolesterol. "Bahkan kecoa juga bisa dijadikan obat sakit gigi," ujarnya. Nita mengungkapkan, keuntungan obat tradisional dari obat modern adalah tidak memiliki efek samping.
Namun, ia tak setuju jika obat tradisional diadu dengan obat modern. Keduanya, kata dia, saling melengkapi. Dia juga membantah anggapan bila pengobatan alternatif diidentikkan dengan perdukunan. "Ini murni khasiat obat - obatan, tak ada ilmu - ilmu," ujarnya. (Tribun Manado/Arthur Rompis)
Menurut dokter yang menanganinya, Vecky kemungkinan besar akan meninggal dunia. Jika pun hidup, harus menjalani cuci darah seumur hidup. Hampir sebulan Vecky menjalani rawat inap di Rumah Sakit Lembean serta Kandou.
Kemudian, ia minta pulang. Alasannya, lebih tenang meninggal di pembaringan rumah sendiri. Ia pasrah. Tiba di rumah, para tetangga terkejut melihat kondisi Vecky. Tubuhnya membengkak serta warna mukanya kuning kehijauan.
Ia tak bisa lagi berjalan karena telapak kakinya yang bengkak terasa nyeri saat menyentuh tanah. Yang paling mengenaskan, ia tak bisa lagi bicara dengan jelas, padahal terlihat sangat ingin mengatakan pesan terakhir. Tak lama kemudian, doa penyerahan dipanjatkan.
Namun, harapan agar Vecky terus hidup. Seorang anggota keluarga mengundang Jon Simbuang, warga Airmadidi yang mengerti cara meracik obat - obatan tradisional.
Kebetulan ia sahabat baik Vecky. Jon kemudian meracik obat tradisional dari sejumlah tanaman. Salah satu tanaman adalah kaktus ekor tikus. Tanaman itu terdapat di sekitar rumah Vecky. "Tanaman itu tumbuh liar, orang biasa tidak tahu jika tanaman itu bermanfaat," ujarnya.
Vecky kemudian minum obat racikan Jon. Beberapa hari kemudian, Jon ditelepon Vecky. Vecky mengajaknya makan soto. "Saya pikir ia bercanda, lantas saya datang ke rumahnya, dan ia memang sudah baikan, saya juga melihat ember besar berisi kotoran Vecky, ia sudah berhari - hari lamanya tidak kencing, ia pulih perlahan, hingga kini tak pernah kambuh lagi," ujarnya.
Jon menuturkan, ada lima tanaman dalam ramuan obat gagal ginjal Vecky. Selain bunga kaktus ekor tikus, ada bunga paruh burung, buah mahkota dewa, daun penahong serta buah kelapa kuning. "Khusus buah paruh burung harus dicari di tepi pantai karena hanya ada di sana," kata warga Airmadidi ini.
Ramuan itu terdiri atas tiga macam. Diungkap Jon, pertama adalah kaktus ekor tikus yang diremas airnya, kemudian dicampur dengan kuning telur ayam kampung setengah mentah. Kedua, air buah kelapa kuning yang dipanaskan di atas bara api. Ketiga, campuran antara daun penahong dengan daun buah mahkota dewa.
Uniknya, kedua daun tersebut harus berjumlah sembilan buah. "Angka sembilan adalah angka yang sakral bagi suku Minahasa serta orang Tionghoa, ini mungkin hanya mitos saja, sementara dari sisi medis, kedua daun itu memang punya efek penyembuh," ujarnya.
Dikatakannya, ketiga ramuan itu harus diminum selama dua hingga tujuh hari. Setelah itu, ia meminta Vecky sebanyak mungkin makan buah semangka. "Buah semangka akan melengkapi ramuan tersebut," ujarnya.
Jon menyatakan, keahliannya meramu obat - obat tradisional diperoleh dari keluarganya yang berasal dari Mongondow serta Tonsea, Minahasa Utara. Sejak kecil, ia dibiasakan menggunakan tanaman sebagai obat.
Lingkungan sekitarnya menabukan minum obat warung. "Tetua saya pernah katakan, Tuhan telah menciptakan alam yang kaya, obat semua penyakit ada di alam, lihat saja orang - orang dulu bisa mengobati diri dengan tanaman," ujarnya.
Jon tidak bercita - cita menjadi tabib, hingga ia tak begitu serius menekuni teknik mencampur obat - obatan itu. Hingga suatu hari, seorang temannya mengalami luka parah. Ternyata, temannya terkena penyakit gula. "Saya langsung ingat resep kuno, saya anjurkan ia makan pisang goroho selama sebulan, tak boleh makan nasi, ia pun sembuh," ujarnya.
Semenjak itu, ia sering menolong orang yang terkena sakit. Meski tidak menjadikannya profesi. "Siapapun yang datang akan saya tolong, semampu saya," ujarnya. Jon tidak meminta bayaran dari orang yang ditolongnya. Semua bergantung kerelaan. "Apa yang Tuhan kasih gratis, harus kita berikan gratis pula kepada orang lain," ujarnya.
Kepada orang yang minum ramuannya, Jon berpesan untuk selalu berdoa pada Tuhan. "Semua adalah kuasa Tuhan, jika ia menghendaki sembuh, pasti sembuh," ujarnya.
Nita Dotulong, warga lainnya juga punya kemampuan meracik obat tradisional dari tanaman serta akar - akaran. Dituturkannya, obat berbagai macam penyakit, umumnya ada di sekeliling kita. Hanya saja, banyak warga yang tidak tahu. "Tanaman obat ada di sekeliling kita," ujarnya.
Ia mencontohkan, sakit nir obatnya tanaman kumis kucing yang banyak ditanam warga di pot bunga. "Dicampur dengan mayana," ujarnya. Untuk sakit Maag akut, bisa diobati dengan tanaman lidah buaya.
Sementara tanaman sambiloto bisa mengobati darah tinggi serta kolesterol. "Bahkan kecoa juga bisa dijadikan obat sakit gigi," ujarnya. Nita mengungkapkan, keuntungan obat tradisional dari obat modern adalah tidak memiliki efek samping.
Namun, ia tak setuju jika obat tradisional diadu dengan obat modern. Keduanya, kata dia, saling melengkapi. Dia juga membantah anggapan bila pengobatan alternatif diidentikkan dengan perdukunan. "Ini murni khasiat obat - obatan, tak ada ilmu - ilmu," ujarnya. (Tribun Manado/Arthur Rompis)
2 comments:
Bisa minta no. Tlp pak jon?
Bisa minta no. Tlp pak jon?
Post a Comment