Yogyakarta, Penyakit jantung bukan lagi 'keistimewaan'
bagi orang tua. Siapapun bisa kena. Salah satu gangguan jantung yang
cukup menjadi momok, baik bagi orang tua maupun generasi muda namun
tidak dikenal luas adalah henti jantung mendadak (HJM).
Apa itu? Henti jantung mendadak (HJM) merupakan kematian tak terduga yang disebabkan oleh gangguan jantung. Biasanya hanya berlangsung kurang dari satu jam.
HJM kerap dialami seseorang yang mungkin memang mengidap penyakit jantung atau memiliki penyakit jantung tapi yang bersangkutan tidak tahu kalau ia mengidap sakit jantung.
"Jadi gini, semua orang meninggal pasti henti jantung ya. Cuma masalahnya henti jantungnya bukan mendadak. Sedangkan henti jantung yang ini mendadak, kita tidak memprediksi (kapan terjadinya), tiba-tiba jantung mendadak berhenti memompa," terang Dr dr Budi Yuli Setianto, SpPD(K), SpJP(K) dalam acara bedah buku 'Peran Awam dalam Kasus Henti Jantung Mendadak' di Perpustakaan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, Rabu (27/8/2014).
Akan tetapi Kepala bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr Sardjito ini mengatakan HJM sebenarnya masih bisa dicegah dan digagalkan dengan cara yang sederhana.
Secara global, kasus kematian akibat HJM mencapai 300.000-400.000 kasus pertahunnya. Itu pun 250.000 kasus di antaranya terjadi di luar rumah sakit atau tidak tertangani dengan baik. Ini artinya sebagian besar masyarakat awam di negara maju pun tidak tahu persis apa yang harus dilakukan dengan pasien HJM dan bagaimana cara menggagalkannya sebelum bantuan medis datang.
Lantas bagaimana dengan 'tren' henti jantung di Yogyakarta? "Saya kira tinggi. Tapi kalau angka pastinya saya belum tahu," kata dr Budi saat ditemui detikHealth usai acara bedah buku.
Dr Budi menambahkan di tempatnya berpraktik, RSUP Dr Sardjito, sebenarnya sudah ada prosedur untuk mengetahui secara pasti apa penyebab gangguan jantung pada pasien, yaitu primary PCI.
"(Sayangnya) kebanyakan (pasien) tidak dilangsung dibawa ke Sardjito, atau dibawa ke Sardjito dalam keadaan sudah meninggal di rumah. Kendalanya ya kalau ada yang serangan jantung atau mungkin HJM, mereka cuma pasrah. Padahal sebenernya HJM masih bisa digagalkan," keluh dr Budi.
Seperti yang dikatakan dr Budi sebelumnya, beberapa literatur medis mengungkapkan sekitar 30 persen kematian akibat penyakit pada jantung terjadi karena henti jantung mendadak. Namun yang dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan penanganan dengan baik hanya 15 persen saja.
(lil/up)
Apa itu? Henti jantung mendadak (HJM) merupakan kematian tak terduga yang disebabkan oleh gangguan jantung. Biasanya hanya berlangsung kurang dari satu jam.
HJM kerap dialami seseorang yang mungkin memang mengidap penyakit jantung atau memiliki penyakit jantung tapi yang bersangkutan tidak tahu kalau ia mengidap sakit jantung.
"Jadi gini, semua orang meninggal pasti henti jantung ya. Cuma masalahnya henti jantungnya bukan mendadak. Sedangkan henti jantung yang ini mendadak, kita tidak memprediksi (kapan terjadinya), tiba-tiba jantung mendadak berhenti memompa," terang Dr dr Budi Yuli Setianto, SpPD(K), SpJP(K) dalam acara bedah buku 'Peran Awam dalam Kasus Henti Jantung Mendadak' di Perpustakaan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, Rabu (27/8/2014).
Akan tetapi Kepala bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr Sardjito ini mengatakan HJM sebenarnya masih bisa dicegah dan digagalkan dengan cara yang sederhana.
Secara global, kasus kematian akibat HJM mencapai 300.000-400.000 kasus pertahunnya. Itu pun 250.000 kasus di antaranya terjadi di luar rumah sakit atau tidak tertangani dengan baik. Ini artinya sebagian besar masyarakat awam di negara maju pun tidak tahu persis apa yang harus dilakukan dengan pasien HJM dan bagaimana cara menggagalkannya sebelum bantuan medis datang.
Lantas bagaimana dengan 'tren' henti jantung di Yogyakarta? "Saya kira tinggi. Tapi kalau angka pastinya saya belum tahu," kata dr Budi saat ditemui detikHealth usai acara bedah buku.
Dr Budi menambahkan di tempatnya berpraktik, RSUP Dr Sardjito, sebenarnya sudah ada prosedur untuk mengetahui secara pasti apa penyebab gangguan jantung pada pasien, yaitu primary PCI.
"(Sayangnya) kebanyakan (pasien) tidak dilangsung dibawa ke Sardjito, atau dibawa ke Sardjito dalam keadaan sudah meninggal di rumah. Kendalanya ya kalau ada yang serangan jantung atau mungkin HJM, mereka cuma pasrah. Padahal sebenernya HJM masih bisa digagalkan," keluh dr Budi.
Seperti yang dikatakan dr Budi sebelumnya, beberapa literatur medis mengungkapkan sekitar 30 persen kematian akibat penyakit pada jantung terjadi karena henti jantung mendadak. Namun yang dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan penanganan dengan baik hanya 15 persen saja.
(lil/up)
0 comments:
Post a Comment