Ini terjadi
ketika Rama Yadi, Rama Tri Wahyono, Rama Harta dan saya sedang bersama di meja
makan. Senin, 25 Februari 20113. Saya bertanya pada saudara-saudara seimamat
saya di Komunitas Rama Domus Pacis yang kini sedang bersantapria: "Ndak
biyen kepikir awake dhewe arep awor neng omah tuwa Domus?" (Apakah
dulu kita berpikir akan tinggal di rumah tua Domus Pacis?) Ucapan-ucapan muncul
spontan.
Rama Tri
Wahyono: "Nek biyen ngerti, wegah." (Kalau dulu tahu, aku
tidak mau)
Rama Yadi:
"Ngerti-ngerti dadi bobrok." (Tahu-tahu tubuh jadi rusak)
Rama Harta
(sesudah melihat tatapan mata saya ke beliau): "Ketika sadar menderita
sakit seperti ini, saya sudah berpikir paling-paling mrana (pasti
jurusannya ke Domus)."
Dari
pengamatan saya memang Rama Hartalah yang paling tampak nikmat di Domus.
Memang, beliau beberapa kali berkata bahwa sesudah ada kehidupan komunitas
kehidupan Domus kini jadi menyenangkan. Rama Yadi pun juga menikmati segarnya
berkomunitas sehingga pernah terlontar kekhawatiran "sampai kapan bertahan
seperti ini." Rama Yadi yang paling lama terdaftar jadi penghuni Domus
Pacis, dulu biasa pergi dan banyak berada di Sala dan kemudian juga di Salam.
Kini beliau tampak kerasan di Domus. Rama Tri Wahyono, walau pernah tinggal di
Domus, sekarang masih tampak dalam proses mengkrasankan diri. Dengan
peristiwa kecil ini saya jadi berpikir tentang pentingnya BERSIAP ATAU
BERANTISIPASI HIDUP TUA dengan mempertimbangkan :
- Bagimana kalau nanti sudah berhenti dari pekerjaan yang sudah lama dijalani?
- Bagaimana kalau nanti tinggal sendiri terpisah dari orang-orang dekat bahkan seperti tersingkir dari orang-orang (keluarga) yang dulu diurus?
- (Bisa jadi) Bagaimana kalau nanti tinggal di rumah tua dan menjadi kelompok kaum tua?
0 comments:
Post a Comment