Berbicara tentang warisan ternyata memang jadi hal yang sangat meriah. Bapak Yohanes Suryo Adi Pramono, dosen Unversitas Atmajaya Yogyakarta, dengan perspektif sosiologisnya menyampaikan berbagai pengalaman. Pengalaman itu kemudian ditinjau dari konteks sosial yang berkembang. Sesudah menyampaikan paparannya sekitar 75 menit, ada banyak peserta mengacungkan tangan untuk bertanya dan menanggapi pembicaraan. Secara umum Pak Suryo lebih banyak mengajak para peserta, bila mengalami masalah dalam pembagian warisan, untuk kembali berbicara dalam keluarga. Menurut beliau pembagian warisan menjadi soal antar individu di hadapan hukum baru berkembang pada era 1980an. Barangkali era global yang makin membawa arus ekses individualisme dan materialisme membuat orang terlalu memandang warisan hanya sebagai materi yang harus dikejar. Beberapa kali Pak Suryo mengatakan bahwa rebutan warisan ki mung marahi kelangan waris (berebut warisan hanya akan kehilangan saudara).
Dari pembicaraan Novena Domus Pacis 5 Oktober 2014, yang bertema GEGER WARISAN, Rama Bambang menyimpulkan bahwa pertentangan tentang pembagian warisan dapat terjadi karena orang berhadapan dengan tiga macam pegangan yang dapat hanya dipegaang salah satu:
- Hukum agama. Ada agama yang mengatur tentang pembagian warisan. Bahkan ada agama yang membuat orang pindah agama kehilangan hak warisnya. Beberapa yang berbicara, bahkan di luar pembicaraan, menunjukkan bahwa yang mengalami baptis besar tidak mendapatkan keadilan bahkan kehilangan kesempatannya mendapatkan bagian warisan.
- Hukum adat. Kebiasaan masyarakat dengan tata budayanya ternyata juga dapat menjadi pegangan yang meyakinkan dalam hal pembagian warisan.
- Hukum negara. Kalau agama dan adat lebih menekankan ikatan keluarga dalam perkara warisan, hukum negara memandang warisan sebagai materi di mana masing-masing ahli waris secara individual memiliki hak.
0 comments:
Post a Comment